"Kamu, berhasil menjadikanku orang paling munafik saat hatiku begitu mengkhawatirkanmu, sedangkan pikiranku mati-matian menyangkalnya"
~Althaf Fairuz Azzamy~
🌸🌸🌸
Siang itu, seusai menghadiri seminar beasiswa hasil paksaan dari Azel, Nasha langsung meluncur ke kafe untuk memenuhi janjinya bertemu Orlan. Setelah menghubungi Orlan untuk datang ke kafe sekarang juga, Nasha segera memesan grabcar di aplikasi grab miliknya. Karena memesan taxi di dalam area kampus pasti tidak memungkinkan.
Membayangkan bertemu Orlan saja sudah membuat Nasha merasa mulas. Padahal Orlan hanya sebatas calon mantan, tetapi membayangkan hal-hal yang mungkin akan terjadi nantinya, membuat dirinya bergidik ngeri.
'Positif thingking Nasha, lo hanya perlu nemuin sebentar terus mutusin, terus pulang,'
Tak lama kemudian, pengemudi grab yang Nasha pesan telah tiba. Ia berbasa-basi sebentar sebelum pengemudi itu menjalankan mobilnya menuju ke kafe sesuai orderan di aplikasi grabcar.
Sesampainya disana, pandangan Nasha mengamati sekeliling. Kafe itu luas, tetapi simpel. Cocok sekali untuk orang yang mencari ketenangan. Langkah kakinya perlahan memasuki kafe sambil mengedarkan pandangannya secara random. Di ujung kanan, netranya menemukan Orlan yang duduk sendirian membelakangi jalan raya.
Tanpa berkata sepatah katapun, Nasha mengambil sebuah kursi minimalis yang berada di depan Orlan untuk didudukinya. Orlan mendongak, terkejut melihat Nasha yang sudah ada didepannya.
Orlan berdehem, "Nasha."
"Mau ngomong apa?" Tanya Nasha, to the point.
"Kamu nggak mau mesen makan dulu?" Tawar Orlan mencairkan suasana.
Nasha menggeleng, "Gue udah makan."
Padahal bohong. Perutnya belum terisi apapun sejak pagi. Hanya roti dan segelas air minum yang ia dapatkan saat seminar tadi. Nasha tidak ingin memperlama pertemuan ini. Urusan makan, ia bisa melakukannya sesuka hati setelah masalah ini selesai.
'Perut plis diem, lo nggak usah bunyi kruk kruk ya'
"Bisa nggak, kita santai aja kaya biasanya. Jangan kaku kaku kaya gini." Pinta Orlan sembari menatap wajah Nasha yang sedari tadi tak mau menatapnya.
"Lo yang buat gue kaya gini," sahut Nasha.
Orlan baru sadar, Nasha telah mengganti sebutan aku-kamu menjadi lo-gue. Ia menghela napas lelah.
"Aku minta maaf Nasha, malam itu aku khilaf. Tapi, kita udah sama-sama dewasa. Wajar kan? Kalau aku ingin ciuman? Ah jangankan ciuman, kamu pegangan tangan sama aku aja jarang mau kan?"
Nasha sontak melirik Orlan tajam, "Wajar menurut lo? Nggak menurut gue! Gue bukan perempuan gampangan kaya yang ada di pikiran lo. Gue bukan perempuan yang mudah disentuh oleh cowo bukan mahram. Dan lo tau sendiri, lo bukan mahram gue."
Orlan tertawa remeh, "Kamu ngomongin mahram? Hahaha. Sebelum ngomong mahram, kamu liat diri kamu sendiri. Kamu nggak pantes ngomongin mahram, Nasha. Bahkan menutup diri sendiri aja nggak becus mau sok-sok an ngomongin mahram," Tatapan Orlan jatuh kepada rambut Nasha yang sengaja digerai, dengan blouse berwarna putih dan rok coklat susu.
"Oh? Bahkan kamu nggak inget? Waktu kamu ke bar sama aku, kamu cuma makai dress tanpa lengan kalau kamu lupa. Dan kamu ngomongin mahram? Hahaha. Jangan sok suci. Basi." Sambung Orlan.
Mendengar kalimat itu, hati Nasha serasa tergores. Sehina itu kah dia? Nasha berusaha menahan tangisnya sekuat tenaga, berusaha tetap memasang ekspresi dingin di hadapan Orlan.
YOU ARE READING
Unpredictable
Romance[Campus Story 1] [END] Start: 20 Juni 2020 Finish: 24 Juli 2022 Judul lama : Hai you! Haura Nasha Athaillah, seorang mahasiswi administrasi bisnis yang sedang menempuh semester 3. Perempuan cantik itu berubah menjadi pendiam, cuek, dan dingin seme...
