○Pembuktian○

2.9K 334 34
                                    

SPAM KOMEN
UNTUK NEXT CHAPTER.

Gak komen, gak prend.

****

"Hari ini gw traktir, nih!"  Celsa berseru dengan lantang, lalu menyodorkan seporsi seblak yang baru saja di antar oleh penjual di kantin.

Hari ini semua kelas tengahh free. Sebenarnya bukan free, lebih tepatnya ada kegiatan bersih-bersih dan perdekorasian di setiap kelas masing-masing, dan para guru memaklumi untuk memberi satu hari yang free. Tapi keempat sahabat itu memilih untuk pergi dan berkumpul bersama.

Lusa nanti Sma Uranus akan menjadi tuan rumah lomba bernyanyi di Kota Jakarta tahun ini. Tahun ini mungkin akan menjadi sejarah bagi mereka lantaran bukann hanya beberapa sekolah, tapi seluruh sekolah di Kota Jakarta berlomba di Sma Uranus. Momen yang mereka tunggu-tunggu.

Dengan senang hati ketiga gadis itu menerima pemberian Celsa. Ketiga gadis itu memanggutkan kepala serentak, seperti sudah ada perjanjian.

Windi mengangkat tangan layaknya seorang murid yang ingin menebak sesuatu. "Biar gw tebak! Kalo lo kayak gini berarti lo mau minta bantuan, yakan?" Windi menyipitkan matanya sembari menunjuk lurus Celsa, lalu ia akhiri dengan kekehan dan menyeruput es.

Celsa menganggukkan kepalanya perlahan. Gadis itu menggaruki kepalanya yang tak gatal seraya memberi saos pada seblaknya. Sebegitu seringkah ia mentraktir para sahabatnya dengan tujuan yang sama?

"Kok pada hapal, sih?"

"Yaiyalah. Kita udah temenan dari smp, dan elo nraktir kita-kitaan kalo ada sesuatu, yakan?" Adel mengendikkan dagunya, menunjuk Windi dan Reva yang berada di hadapannya secara bergantian.

Reva memberi acungan jempol. "Lo busa manfaatin kita. Lo mau tanya apa? Ada masalah apa? Gini-gini gw berbakat menyelesaikan masalah!"

"Iya, lo doang yang pinter!" Windi menimpali.

"Eum... jadi di klub nyanyi, ada sahabat gw yang dikejar-kejar cowok. Cowoknya itu katanya nyebelin, pake banget!" terang Celsa mulai menjelaskan.

"Ah, yang bener lo!" goda Windi tak percaya dengan penjelasan Celsa. Dapat ia lihat Celsa langsung gelagapan tak jelas, tapi ia diamkan saja dan ingin tahu kelanjutannya.

"Ini beneran, lo!" jawabnya mulai kaku, "dan katanya, dia mau nyoba buat cowok itu cemburu. Katanya mau ngebuktiin kalo tu cowok ngedeketin dia buat seneng-seneng doang atau beneran, gitu! Ah, iya bener gitu!" sambungnya bertambah ambigu.

Beberapa detik kemudian Celsa memainkan jari jemarinya, memilin satu persatu, mulutnya bersiyul pelan. Gadis itu sedikit melirik ke atas, ia menyengirkan giginya begitu menyadari ketiga sahabatnya menatap lurus padanya.

"Di klub nyanyi cuman gw doang sahabat lo. Dan cerita yang lo omongin gak sedikitpun tentang kisah cinta gw." ujar Reva.

Celsa mengetuk ngetuk jidatnya. "Berarti sahabat gw yang satunya! Iya, sahabat gw yang satunya!"

"Gw? Gw kan ikut klub drumband!" Windi menunjuk dirinya sendiri dengan kening berkerut.

"Ah, berarti elo!" Celsa menyeringai seraya menunjuk Adel. Ia benar-benar terasa seperti gadia bodoh sekarang ini.

"Gw?" Adel menunjuk dirinya sendiri dengan gelengan kepala, "lo kan tau sendiri gw orangnya malesan, mageran. Lagian gw udah netral,"

"Mampus!" kali ini Celsa benar benar terasa seperti orang gila. Gadis itu mengepalkan tangannya merasa greget atas kebodohannya, dalam hati ia terus merutuki  dirinya sendiri.

Pacar Koplak [TERBIT]Where stories live. Discover now