"Jangan sangkut pautin penampilan gue sama agama gue. Lo nggak tau apa-apa tentang hidup gue, Orlan. Jadi, berhenti menghakimi gue dengan tuduhan yang hanya lo liat dari luarnya." balas Nasha dengan mata yang sedikit mengerjap ke atas, berharap tidak ada air mata yang tumpah.
"Ya emang kenyataannya gitu kan? Nggak usah munafik deh, Nasha. Kamu mau ke bar sama aku, harusnya kamu tau dalemnya bar seperti apa. Ngapain aja. Tapi kamu masih aja bersikap sok suci! Come on, kamu bukan pacar pertamaku. Dan mantan-mantan aku, mereka fine-fine aja. Nggak sok suci kaya kamu."
Orlan mengangkat sebelah alisnya dengan tatapan mencemooh, "Lagian kalau nggak mau diapa-apain ya harusnya kamu pake pakaian tertutup, bukan malah pake pakaian terbuka yang mengundang hawa nafsu."
Nasha terbelalak, semakin sakit dengan penghinaan Orlan. Belum lagi dibanding-bandingkan dengan mantan. Nasha kira, lelaki itu adalah lelaki baik-baik. Ia berusaha menguatkan dirinya. Lelaki itu tak boleh merasa menang atas pemikirannya. Tidak selamanya perempuan bisa diperlakukan seperti itu.
"Denger Orlan! Berhenti berpikiran bahwa perempuan berpakaian terbuka berarti mau diapa-apain. Nggak! Dan berhenti jadiin perempuan berpakaian terbuka sebagai sasaran pelampiasan nafsu lo! Sesempit itu ya pemikiran lo sampe perempuan pun berhak lo banding-bandingin? Gue ya gue! Dan gue nggak sama kaya mantan-mantan lo!"
Nasha menarik napas dam sebelum kembali melanjutkan perkataannya, "Dan pakaian gue masih termasuk pakaian sopan. Bukan pakaian kurang bahan seperti cabe pasar." desisnya.
"Kita liat aja, Nasha. Siapa yang akan bertekuk lutut duluan. Kamu apa aku. Hahaha." Orlan kembali tertawa remeh. Membuat Nasha kian meradang.
"Dan gue akan jadi perempuan paling bodoh jika masih mau berhubungan sama lo! Satu lagi, kita putus!"
Akhirnya, beban berat di pundaknya terangkat. Hatinya merasa agak lega. Setidaknya satu masalahnya selesai. Namun, tampaknya semua tidak semudah itu.
Nasha segera mengambil tas dan ponselnya sebelum berbalik meninggalkan kafe itu. Namun, langkahnya terhenti ketika pergelangan tangannya dicekal dari belakang.
"Putus? Haha nggak segampang itu Nasha. Aku nggak akan ngelepasin kamu." Orlan tersenyum menyeringai. Menjadikannya terlihat seperti psikopat di mata Nasha.
Nasha meronta, berusaha melepaskan cekalan tangan Orlan dari pergelangan tangannya. "Gue nggak peduli! Lepasin! Atau gue akan teriak disini!" Ancamnya.
Cekalan Orlan mengendur, tetapi belum terlepas. Kesempatan itu tidak disia-siakan oleh Nasha. Ia dengan cepat menyentakkan tangannya dan berlari dari sana. Orlan mengejarnya. Tanpa menggubris teriakan salah satu pelayan yang menyuruh Orlan membayar pesanan tambahannya. Yang ia ingin hanya kembali mendapatkan Nasha.
Nasha berlari ke arah jalan raya. Ia berteriak dalam hatinya.
'Bego banget gue. Mau lari kemana ini. Nggak ada taksi. Dan gue belum pesen grab car. Bodoh Nasha, bodoh'
Nasha yakin, lambat laun Orlan pasti bisa mengejarnya. Tenaganya tidak sepadan jika dibandingkan dengan tenaga Orlan. Tetapi ia tidak menyerah, lebih baik lari daripada tertangkap Orlan. Namun sepertinya keberuntungan tidak berada dipihaknya. Akibat tak biasa lari, kaki kanannya terkilir, hingga tubuhnya terhuyung agak menengah ke jalan raya.
"AARRGH!"
🌸🌸🌸
Althaf baru saja sampai di kafe milik Arsen ketika lelaki itu datang menyambutnya. Arsen telah menyiapkan sebuah meja di kafenya khusus untuk rapat mininya siang ini. Hanya mereka berempat. Membahas beberapa daftar pertanyaan untuk wawancara open recruitment staff muda bem tahun ini.
ESTÁS LEYENDO
Unpredictable
Romance[Campus Story 1] [END] Start: 20 Juni 2020 Finish: 24 Juli 2022 Judul lama : Hai you! Haura Nasha Athaillah, seorang mahasiswi administrasi bisnis yang sedang menempuh semester 3. Perempuan cantik itu berubah menjadi pendiam, cuek, dan dingin seme...
Part 9 - No! I'm Late!
Comenzar desde el principio
