20 🌻🌻 The Winner

Start from the beginning
                                    

Arya terkekeh. “6 kwintal kan banyak, Ed. Mau kamu angkut pake motor memangnya?”

“Pak, kargo Airbuz kita punya kapasitas 13 ton dan jatah angkutan pertahun cuma 6 kwintal. Terlalu banyak space kosong, dikali 8 pesawat. Gila nggak itu menurut Bapak?”

“Airbuz kita kan cuma dua, sisanya beli yang lebih kecil aja. Lagi pula kargo angkut berlian mentah bukan cuma soal kapasitas, Ed. Karena tambang mereka tersebar di benua yang jauh dengan pemesan, armada yang banyak dibutuhkan demi memenuhi suplay pengiriman secara merata. Bukan cuma berapa berat berlian yang dibawa hitungannya, tapi juga waktu dan ketepatan.”

Edwas tidak menjawab, dia memang bukan tipe orang yang banyak bicara juga. Baru kali ini Arya melihatnya merengut tidak senang, pada tender pertama mereka pula. Berbeda dengan yang lain, mereka semua bersemangat menyambut kemenangan ini, meski hasilnya tidak sesuai harapan juga.

“Dari data yang saya baca, pengiriman kita di wilayah Asia saja, China terutama. Ternyata banyak pemesan berlian dari sana.” Arya menunjukkan sedikit data yang dikirim sebagai tanda perkenalan bagi mereka, sebelum dia harus berkunjung ke Diamanta Mahera dan membahas kontrak kerja. “Kamu hubungi pihak kedua kita di China, kita butuh full truck load di beberapa bandara kota yang harus disinggahi kargo pengiriman.”

“Memangnya udah mulai, Pak? Lenong-lenong di luar sana aja masih berbenah. Lagian Bapak tadi suruh saya cari pesawat.”

Edwas yang sedang kesal agak menyebalkan juga. “Kirim ke saya aja data dan katalog freighter-nya. Saya yang pilih dan kamu bantu atur transaksi. Nah, siapa yang pegang bagian keuangan buat pembelian aset dan invest kita? Tika atau Lita?”

“Tika, Pak. Lita bagian keuangan operasional,” jawabnya ketus.

“Oh, oke Tika. Berarti nanti saya komunikasi sama dia aja. Kamu rembukan sama Icha dan Henny buat ngurusin FTL kita tadi di beberapa bandara tujuan pengiriman, datanya ada di kalian juga, kan? Tolong atur kerja sama yang baik dan lapor hasil rangkuman diskusi kalian ke saya. Kalau bisa 1 perusahaan yang sama aja, terus—”

“Satu-satu, Pak.” Edwas kelimpungan mencatat apa saja yang Arya perintahkan padanya. Kentara sekali mereka lama tidak benar-benar bekerja sehingga agak keteteran dengan tugas dadakan. “Bapak hati-hati pilih freighter baru buat kargo kita, jangan cuma lihat keren dan gayanya aja. Fokus utama harus ke fungsi, kira-kira harga privat jet beda tipis dengan pesawat biasa, Bapak harus timbang matang-matang. Kita masih bakal rugi sampai beberapa waktu bisa balik modal.”

Arya melonggarkan dasi—tumben sekali dia bersedia mengenakannya hari ini, berkat Dinara—seperti pertanda baik, mengubah posisi duduk jadi bersandar agar punggungnya bisa sedikit diluruskan, tertawa kecil menanggapi omelan Edwas padanya barusan.

“Iya, Ed. Saya pasti bakal hati-hati. Pesawat gaya-gayaan saya cuma satu, buat transportasi ke sana-sini. Sisanya buat usaha, nggak akan beli yang macam-macam. Kamu tenang aja. Meski sekarang kita masih rugi karena pembelian aset tambahan, tapi proyeksi kita dalam lima tahun kedepan sudah terlihat dampaknya. Semua udah dihitung, kalian akan tetap digaji dan mudah-mudahan kita sejahtera bersama.”

“Tapi mohon maaf, Pak. Delapan unit kargo freighter masih terlalu banyak untuk jatah 600 kilogram per-tahun.”

“Berlian,” potong Arya buru-buru, sebelah tangannya mengetuk meja. “Jangan lupa apa bintang utama di ekspedisi kita, Ed. Berlian. Kamu boleh protes kalau yang kita kirim bolak-balik dengan kargo kita adalah paket biasa antar kota di Indonesia, paling isinya cuma sabun mandi, daster, dan barang-barang kebutuhan harian yang biasanya hasil belanjaan iseng ibu-ibu di rumah saat ada promo gratis ongkos pengiriman.”

DINARA [Tersedia Di Gramedia] ✔Where stories live. Discover now