Dua Puluh Sembilan

24 4 5
                                    

||Calya Salsadila||

Gama membuka mata dan mendapati diri berada di sebuah ruangan berwarna putih dan botol infus tergantung di sebelah kanan atas kepalanya. Kepalanya masih pusing, hampir seluruh bagian tubuhnya merasakan sakit terlebih di bagian kaki. Ia memutar kepalanya sejajar dengan tubuh yang terasa lemah tidak berdaya. Berulang kali Gama mengerjapkan kedua bola mata memastikan bahwa yang berdiri di sisi ranjangnya adalah Calya bukan hanya bayangan semata. Masih dengan pandangan kabur dan sisa tenaga ia berusaha menyapa kekasihnya, tetapi gadis itu justru pergi meninggalkan dirinya yang tidak mampu mengejar bahkan hanya untuk sekedar menahannya.

Gama mencoba bangkit, namun tubuhnya tidak bisa diajak bekerjasama. Baru saja ia mengangkat kepala, gerakan berputar tidak tertahan menghampiri kepalanya. Perlahan ia membuka selimut warna biru muda, terkejut mendapati kaki kirinya kini digipz.

Apa yang terjadi?
Kenapa dengan kakiku?

Gama mendesah, dengan pasrah dan kesal ia memposisikan dirinya tidur kembali. Gama berusaha mengingat kejadian beberapa waktu lalu.

"Kita mau pergi kemana?" tanya Gama pada wanita yang semenjak berada di dalam mobil sibuk dengan ponselnya.

Dilihat dari mimiknya, Gama bisa membaca bahwa wanita itu kesal karena panggilannya diabaikan begitu saja.

"Bertemu dengan anakku," balas wanita itu singkat dan nadanya manja. "Kalau dia enggak mau ketemu, ya udah, kita pergi berdua aja, Sayang."

Wanita berkulit putih bersih itu mengusap rahang Gama lembut, dengan manjanya sudah bergelayut pada lengan Gama yang masih mengendalikan kemudi.

Kita lihat nanti, apa yang akan aku lakukan setelah bertemu Salsa,
gumam Gama dalam hati dengan pandangan sinis dan sedikit mengarahkan wajah pada wanita yang masih menikmati lengannya.

"Boleh aku lihat fotonya? Pasti secantik mamanya, kan?" goda Gama yang pasti langsung disambut bahagia oleh mama Salsa.

Wanita yang memakai hiasan berlian di telinga kini melepas tangannya, memposisikan dirinya duduk. Kembali membuka ponsel, jari-jari dengan warna kuku lembut menari di atas benda pipih, "Sebentar, ya. Aku cek sosmednya dulu. Aku enggak punya foto terbarunya ...," dengan pelan dan teliti  mama Salsa memilih foto terbagus tangkapan kamera putrinya. "... sebenarnya dia anak yang baik, cerdas juga. Dulu waktu SMP jadi bintang sekolah, tetapi semakin dewasa semakin berani dengan mamanya, persis seperti kakaknya."

Mama Salsa memilih satu foto yang menurutnya paling jelas memperlihat foto putrinya.
"Nih, Sayang, namanya Calya Salsadila, ucap mama Salsa sambil mengarahkan ponsel ke arah Gama.

Gama yang masih fokus dengan jalanan dan setirnya seperti dihantam beban beberapa ton, wajahnya menegang, bola matanya menajam tidak percaya dengan penglihatannya.
"Cal-lya Sal-ls-sadil-lla," ucapnya pelan dengan rasa kehancuran.

Wanita di sampingnya mengangguk cepat.
"AWAS, GAMA!!!"
teriakan wanita itu membangunkan Gama dari lamunannya, namun semuanya sudah terlambat. Ia tidak bisa mengendalikan setir menyebabkan kendaraan yang mereka tumpaangi menabrak pohon di persimpangan.

"Selamat siang, Mas ...,"
Suara perawat yang menyadarkan Gama dari balik pintu berjalan ke arahnya.
"... saya diberitahu oleh putri ibu Meliana kalau Anda sudah sadarkan diri," terang wanita berseragam putih seraya memeriksa selang yang tersalur ke tubuhnya.

Beberapa saat Gama terdiam, menyadari apa yang ia alami bukan hanya khayalannya belaka. Beberapa detik yang lalu, kekasihnya berada disini berada dekat disamping dirinya terbaring.
Tapi, apa itu berarti Calya sudah tahu semuanya? tanyanya dalam hati.
"Sekarang dimana, Mbak?"

Calon Papa (TAMAT)Where stories live. Discover now