Duabelas

22 9 5
                                    

|| Reuni ||

☆☆☆

"CALYA !!"

Yang memiliki nama sontak membalikkan badan dengan senyum mengalahkan terangnya lampu yang berada di atas panggung utama.

"M-ma--s,"
Kalimatnya tertahan di tenggorokan ketika ternyata yang di hadapan Calya sekarang adalah wanita dengan tahi lalat di hidung.

"Nia ya? Apa kabar?" sapa Calya yang langsung disambut dengan peluk dan salam tempel pipi kiri kanan.

"Kirain lo lupa sama gue, Cal," balas Nia sambil memperhatikan penampilan teman sebangkunya dulu.

"Ya enggaklah, selama tahi lalat itu nggak hilang dari hidung lo, gue nggak akan lupa," jawab Calya polos.

"Hemm gitu yah. Sekarang lo makin cantik ya? Dora sekarang udah berubah jadi barbie," puji Nia sambil mengusap bahu Calya.

"Lebay amat sih lo, mana ada barbie rambutnya pendek kaya gue."

Keduanya tertawa lepas dan kembali mengobrol mengenang masa sekolah dulu. Nia adalah teman sekelas Calya waktu di kelas 9. Dan sepertinya setelah acara perpisahan, keduanya tidak pernah bertemu lagi. Nia yang harus mengikuti orangtuanya ke ibukota sedangkan Calya masih bertahan di kota ini.

"Mbak Calya!"

Calya dan Nia secara bersamaan menoleh ke sumber suara, tidak bisa dipungkiri aliran darah Calya semakin kencang seiring pria itu mendekat ke arahnya.

"Gue tinggal, Cal. Mau ketemu sama yang lain dulu ya," pamit Nia yang dijawab dengan senyuman canggung Calya.

"Mas Gama."
Senyumnya memang terlihat seramah dan senatural ketika ia mengenakan seragam teller tapi ... yang bekerja memompa darah di dalam tubuhnya tidak demikian. Rasanya berkali lipat lebih kencang bahkan dibandingkan saat adegan di kembang tidurnya.

Ini bukan mimpi kan?
Ini nyata Gama mengenali gue sebagai temannya?

"Ternyata kita seangkatan ya? Berarti kita seumuran," ujar pria yang sudah berada di sampingnya.

Penampilannya nggak beda kayak lagi kerja, emang suka formal begini ya,
batin Calya sambil mengamati nasabahnya, mengenakan kemeja dengan lengan yang dilipat hingga ke siku, celana panjang dan sepatu yang seperti biasa Calya lihat di rutinitas pekerjaannya.

"Kalo begitu kita saling panggil nama aja, biar lebih akrab. Setuju, Calya?" saran Gama dan menoleh ke wanita yang masih mematung memandanginya.

Calya tidak kuasa untuk bersuara, dengan wajah sumringah ia hanya mengangguk sambil terus memperhatikan Gama. Hal yang lebih utama adalah sekarang Gama mengenali dirinya bukan sebagai teller pick up melainkan sebagai teman reuninya.

"Acaranya mau mulai, kita duduk di sini aja ya," tawar Gama.

Dan lagi-lagi Calya terbungkam bahagia ketika Gama dengan pelan menarik pergelangan tangannya, persis seperti adegan di mimpinya yang tidak pernah usai. Suasana yang temaram karena hari mulai petang berubah layaknya mentari terbit di pagi hari, seketika berubah menjadi cerah berwarna.

Gama mempersilahkan Calya memilih kursi lalu keduanya duduk bersebelahan di barisan paling belakang. Perlahan Calya mengusap pergelangan tangan yang tadi dipegang Gama, diam-diam ia memandangi cinta pertamanya seperti belasan tahun lalu. Bedanya dengan sekarang, Calya bisa memandangi pria yang selalu singgah di kembang tidurnya dalam jarak sedekat ini. Sampai-sampai Calya baru menyadari bahwa ada tahi lalat di sudut bibir Gama.

"Kenapa?" tanya Gama waktu tanpa sengaja tatapan keduanya bertemu.

"Nggak papa, Gam," jawab Calya sambil tersenyum kecut menyadari kecerobohannya.
"Mulai masuk inti, mendingan kita simak acaranya," tambah Calya.

Sepasang mata yang berada di atas panggung, tersenyum bahagia. Nata dapat melihat kebahagiaan terpancar jelas dari wajah sahabatnya, di lain sisi Nata juga berpikir kira-kira setelah acara selesai, dia bakalan minta apa dari Calya ya?

Bersambung ...

Calon Papa (TAMAT)Where stories live. Discover now