Dua

50 25 6
                                    

|| Nasabah Pertama ||

"Susah nggak sih, Mbak Ami?" tanya Calya pada senior mengenai tugas barunya.

Ini hari pertama Calya menjalani profesi sebagai teller pick up service, setelah hampir dua tahun ia menjadi teller counter di salah satu bank terbesar di negeri ini. Pekerjaan yang ia idamkan semenjak mengenakan seragam merah putih. Karena sering menemani papanya, Calya kecil mengira profesi itu sangat menyenangkan. Hanya berdiri dan menyapa orang yang datang dengan senyuman, tanpa ia tahu bahwa ternyata resikonya lumayan juga.

"Santai aja. Malah lebih enak jadi pick up, sekalian refreshing," ujar Amira sembari melemparkan senyum ke arah rekannya.

"Daripada di belakang gerai ..., kapan lagi kan bisa jalan-jalan diantar mobil sambil dikawal mereka," terang senior Calya melirik ke bangku belakang. Dua orang pria yang mengenakan seragam polisi dan security tempatnya bekerja.
"Nah, udah sampai. Ini nasabah pertama kita, kamu rileks aja ya."

Mobil yang mereka tumpangi berhenti di halaman bangunan berwarna putih, dilihat dari bentuk sepertinya bangunan ini lebih cocok disebut tempat tinggal daripada sebuah kantor.

Amira turun dari mobil, membetulkan seragam dan tatanan rambutnya yang sedikit berantakan. Diikuti Calya dan terakhir dua pria yang membawa cash box teller memasuki bangunan tersebut. Hanya Pak Toni, sopir mereka yang tertinggal di dalam mobil.

"Selamat pagi, Mas," sapa Amira kepada pria yang duduk di balik meja mengenakan kemeja warna khaki.

Senior Calya kemudian duduk di kursi yang telah dipersiapkan untuk mereka, diikuti Calya sementara Pak Irwan selaku security meletakkan kotak di samping Calya dan kemudian berdiri di belakang para teller banknya.

"Perkenalkan ini petugas baru, Mas. Namanya Calya. Berhubung Nanda cuti melahirkan, nanti dia yang akan menggantikan Nanda selama beberapa bulan ke depan."
Amira memperkenalkan rekan seprofesinya yang disambut senyuman ramah oleh nasabahnya.

Senyum Calya mengembang sembari menangkupkan kedua tangan di depan dada dan mengangguk pelan. Senyum nasabah pertamanya ini mengingatkan Calya dengan seseorang.

"Silahkan, Mbak," ucap pria tersebut menyodorkan beberapa bendel uang yang sudah rapi dikelompokkan berdasarkan satuannya.

Yang langsung diterima Calya dan dengan cekatan ia melakukan pekerjaannya, tugas pertama dan nasabah pertama. Sementara sambil menunggu, Amira mengobrol dengan pria itu membahas seputar perusahaan ini dan beberapa produk yang sekarang sedang laku di pasaran.

Setelah selesai dengan tumpukan uang, Calya membuka dompet transparan berwarna bening berniat mengambil sesuatu.

Haduh

Barang yang dicarinya tidak ia temukan, kemudian ia merogoh saku blazer dan hasilnya pun sama.

Mampus ... kesan pertama malah gue lupa bawa bolpoint

Calya ingat ia terakhir memakai barang itu tadi pagi untuk mencatat kontak yang diberikan Mas Angga dan memasukkannya sekaligus dengan buku ke laci meja. Sambil memasang tampang pasrah dan menahan malu karena ia gagal membuat kesan yang baik dengan senior dan juga nasabahnya,
"Mbak Amira, bisa pinjam bolpointnya? Kayaknya punyaku ketinggalan di meja," pintanya sambil nyengir kuda, menyadari ini kesalahan yang menurutnya sangat fatal.

"Aku juga nggak bawa," jawab Amira sambil meraba sakunya. "Mas Gama, bisa pinjam bolpoint sebentar?"

"Silahkan, Mbak," jawab pria itu dan mengulurkan benda yang dibutuhkan Calya.

"Terimakasih ya, Mas."

Nah kan, gagal kan lo Calya jadi petugas yang baik, omelnya dalam hati.

***

"Gimana, Cal? Beres kan? Nggak ada masalah?" tanya Amira menghampiri Calya yang sudah merapikan slip setoran dan bersiap meninggalkan tempat kerjanya.

"Iya, Mbak."

"Selama seminggu ini masih aku pantau, tapi setelah itu kamu tugas sendiri ya."

Calya mendongakkan kepala, berharap ia salah dengar ucapan seniornya.

"Oia, aku liat tadi pipi kamu merona liat slip setoran pertama kita, naksir kamu sama dia ya?" ledek Amira sembari mendekatkan wajahnya ke arah Calya. Seniornya itu memainkan alisnya serta senyum jahil menghiasi bibirnya.

"Ah ... Mbak Ami nih," Calya mengibaskan tangan kanannya ke udara berusaha menutupi reaksi tubuhnya.

"Nggak papa, dia masih single. Pekerjaannya juga mapan, coba aja aku belum punya anak sama suami ..., pasti udah aku sikat," Amira tertawa memposisikan tubuhnya seperti semula.

"Aku duluan ya, Cal," pamitnya sembari menenteng tas kerjanya yang berwarna merah meninggalkan Calya yang mematung di kursinya.

Single??

Calya termenung, lagi-lagi pipinya menghangat mengingat kembali nama nasabah pertamanya, Gama Ardiansyah.

Gimana??
Next atau udahan aja??

Calon Papa (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang