Dua Puluh Satu

24 7 3
                                    

|| Adik Ipar ||

☆☆☆

Tiga hari yang lalu Calya berkunjung ke rumah kakaknya ditemani oleh Gama, dan hari ini ia kembali menengok ponakan barunya sekaligus menemani Nata.

Hubungan Natari dan keluarga Calya memang sudah seperti keluarga sendiri, termasuk dengan Angga. Ia pun juga akrab dengan Karin, kakak ipar Calya.

"Jadi itu yang katanya hilal kamu, Sa," ledek Angga membuka topik pembicaraan.

Calya yang dari tadi memperhatikan kakak iparnya mengganti popok karena ponakannya mengompol sontak menoleh ke arah Angga dan mengerucutkan bibirnya. Baru saja ia berniat menyahut ledekan kakaknya.

"Jangan salah, Mas Angga. Dia itu bukan cuma hilal tapi cinta pertamanya Calya," potong Nata yang langsung dibalas pelototan Calya.

"Romantis banget, Sa. Bakal menikah sama cinta pertama. Cinta pertama tu emang susah dilupakan lho."
Karin ikut menanggapi pembicaraan kakak dan juga sahabatnya. Topik pembicaraan yang menurut Calya secara telak akan memojokkan dirinya.

Karin berdiri menimang bayi laki-laki yang di balut bedong warna hijau, sesekali ia melangkah maju mundur dengan gerakan mengayun berniat untuk menidurkan bayinya.

"Tapi kayaknya Mbak Karin bukan cinta pertamanya Mas Angga. Aku yakin banget pacarnya mas angga tuh banyak, Mbak."
Calya balik menyerang Angga.

"Cinta pertama tu kalah sama cinta sejati, Sa. Iya kan, Sayang?" bela Angga seraya memainkan sebelah alisnya pada sang istri, membuat Calya menarik satu sisi bibirnya mencibir.

"Kamu kapan, Sa, punya beginian?" tanya Karin lagi sambil mengangkat bayinya yang mulai terlelap.

"Punya sih nggak tahu kapan, Mbak. Tapi kalo 'bikin' sering dia, Mbak," timpal Nata.

"Ish, sembarangan lo, Nat!" Calya melempar guling kecil bermotif hewan ke arah sahabatnya dan seketika langsung mendapat pengusiran dari kakak sekaligus iparnya.

"Sa, ada yang ingin kakak sampaikan sama kamu. Kita ngobrol di luar ya," ucap Angga ke arah adiknya.

Calya mengangguk.

Angga berdiri melangkah keluar dari kamar bernuansa biru muda, kemudian diikuti adiknya mengekor di belakang. Meninggalkan Karin yang akan memindahkan Zio dari gendongannya ke tangan Natari.

Angga berhenti di ruang tamu dengan meja yang masih dipenuhi oleh toples berisi makanan ringan dan beberapa cangkir teh yang tadi disuguhkan istrinya. Ia duduk dan menyilangkan kaki sambil menyandarkan tubuh pada sandaran sofa.

Ini pasti ada hubungannya dengan Gama, batin Calya.
Selama ini ia memang dekat dengan Angga, namun untuk membahas hal yang serius ternyata membuat dirinya tegang di hadapan sang kakak.

Calya menghela napas kemudian ikut duduk di sebelah sofa kakaknya, hawa canggung mulai menyelimuti mereka.

Angga menautkan jari tangan di depan perut dan sesekali menggerakkan ujung kaki yang bertumpu di lutut kiri.

"Mas Angga mau tanya apa?" tanya Calya memberanikan diri.
Ia paham betul bahwa kakaknya termasuk tipe orang yang susah untuk memulai pembicaraan menyangkut masalah pribadi orang lain.

"Kamu yakin dengan pria itu?" tanya Angga serius menatap wajah adiknya.

"Maksudnya Gama?"

Angga mengangguk.

"Iya, Mas. Tapi kita berdua belum memikirkan untuk ke jenjang yang lebih serius. Aku belum siap dan dia juga masih fokus dengan keluarganya," terang Calya sedikit berbohong, mana mungkin ia mengatakan pada sang kakak bahwa Gama mengajukan sebuah perjanjian di hubungan mereka.

"Kakak lihat dia pria yang baik, Sa."
Angga mengusap dagu kemudian menopang dengan ibu jari dan telunjuk seolah ia sedang membaca gambaran calon adik iparnya.

"Jadi Mas Angga mendukung aku sama Gama?" tanya Calya penuh harap menatap wajah kakaknya.

Angga mengangguk pelan, sebuah senyum mengembang di wajahnya.
"Kakak selalu mendukung kamu, Sa. Apalagi jika hal itu membuat kamu bahagia. Semoga kalian diberi kemudahan dan kelancaran sampai angan-angan kalian tersampaikan."

Hawa hangat menyelinap di hati Calya, bercampur dengan perasaan terharu mendengar jawaban kakaknya.

Calya berdiri dan memeluk Angga, "Makasih ya, Mas. Doakan yang terbaik buat aku."

Sebuah kebahagian dan salah satu keberuntungan di kehidupan Calya. Walaupun ia hidup jauh dengan orangtua, Calya masih memiliki kakak yang menjadi panutan sekaligus mewakili orangtuanya.

Bersambung ...

Calon Papa (TAMAT)Where stories live. Discover now