Dua Puluh

25 7 4
                                    

|| Fokus ||

☆☆☆

Calya menggeser layar ponselnya ke kanan, menyipitkan mata pada angka di pojok kanan atas. Pukul 10.00 malam namun belum menunjukkan tanda-tanda sahabatnya kembali ke rumah.

Kerja apaan sih, Nat? Jam segini baru pulang, lo kerja apa dikerjain?

Calya membatin bersamaan dengan terdengarnya suara anak kunci berputar. Gadis yang sejak tiga jam lalu sudah ditunggunya masuk dengan pakaian lusuh sambil menjinjing tas warna merah, tatapannya sayu dengan lipstik yang sudah pudar dari bibirnya.

"Gue kira lo udah lupa jalan pulang, Natari," ledek Calya seraya melipat tangan di dean dada. Sahabatnya tidak menanggapi, ia hanya meletakkan kotak panjang kemudian berlalu ke kamarnya.

Calya memanjangkan leher, berusaha membaca barisan huruf yang tercetak di bagian atas kotak berwarna hijau, "Jangan dihabisin! Gue mandi dulu," teriak si pemilik.

Calya tidak menggubrisnya, ia membuka kotak dengan logo outlet makanan dan mengambil satu donat coklat, menyisakan tiga di dalamnya.
Tumben banget Nata bawa makanan enak, dapet dari mana tuh anak?

Hampir setengah jam Calya bersandar santai di sofa. Acara talkshow  yang ditampilkan televisi tidak menarik perhatiannya, ia justru lebih memilih sibuk dengan ponselnya. Seandainya saja ia tidak mengingat besok libur kerja, tentu saja malam ini ia tidak tertarik untuk berada di ruangan bermeja kaca ini.

"Apa itu, Nat?" tanya Calya saat melihat sahabatnya yang datang membawa baskom hijau dengan asap yang mengepul dari dalamnya.

"Kaki gue capek banget, Cal. Nih telapak kaki udah kaya balon mau meletus."

Nata meletakkan baskom di lantai, ia kemudian duduk di sofa dan memasukkan kakinya satu per satu ke dalam baskom.

"Hampir sebulan gue nggak pernah lihat lo di sini. Lo masih tinggal di sini nggak sih?"

Calya melipat kaki, kini posisinya bersilah di sofa. Sesekali ia memeriksa ponsel, gelisah menunggu kabar dari seseorang.

"Lo nggak tahu sih, kerjaan gue lagi ada event besar-besaran. Gila banget sebulan ini gue kaya kerja rodi. Nih kaki udah kaya kaki kuda."
Nata mengangkat sebentar kedua kakinya lalu merendamnya kembali. "Lo niat nungguin gue? Terharu gue punya sahabat baik kayak lo."

Calya melengos, memang iya tetapi lebih tepatnya saat ini ia sedang menunggu kabar dari kakaknya," Gue lagi nunggu kabar dari Mas Angga, kayaknya malam ini gue bakal punya keponakan," Calya menyeringai memperlihatkan giginya.

"Kirain ... "
Nata mencomot donat dengan topping krim strawbery dari tempatnya.

"Tumben, Nat, lo bawa beginian. Dapet darimana?"
Calya meraih tisu, membersihkan sudut bibir dan sisa coklat yang berada di ujung jarinya.

"Sadis banget pertanyaan lo. Tapi emang ini donat gratisan sih."  disusul tawa dari pemilik donat yang menarik tubuhnya ke belakang bersandar pada sofa.

Ponsel Calya berbunyi, sebuah panggilan masuk dari kakaknya. Mengabarkan bahwa persalinan Karin berjalan lancar dan ia kini memiliki keponakan cowok.

"Salam ya, Mas, buat Mbak Karin. Tapi aku belum bisa nengokin ke rumah sakit. Kalo udah pulang kabari lagi ya."
Calya mengakiri panggilannya, ia meletakkan benda pipih itu di sebelah kotak donat Nata.

"Gue punya keponakan cowok, Nat," terang Calya dengan wajah berbinar dan meremas jari di depan dada.

"Kapan lo mau nengokin? Gue ikutan dong."
Natari kembalu menggigit donatnya yang tinggal separuh.

"Besok gue kabarin Gama dulu, kita ke sana barengan."

Nata berdeham.
"Kayaknya ada yang mau ngenalin adik ipar, nih," ledek Nata sambil melirik ke arah sahabatnya.

"Lo sih kerja mulu, gue tuh punya banyak hal yang mau gue ceritain sama lo."

Nata kembali tertawa, "Kalo ternyata Gama itu lebih ahli dibandingkan deretan mantan lo," tebaknya sembarangan.

"Hush !! Kalo bercanda jangan sembarangan, mulut lo tuh ya! Ntar kalo kedengeran tetangga dikiranya gue wanita apaan!" semprot Calya melebarkan matanya.

Tawa Nata semakin lebar hingga ia memegangi perut, apalagi setelah melihat semburat merah menghiasi pipi Calya.

"Kayaknya ada yang aneh sama Gama, Nat," ucap Calya yang menopang dagu dengan tangan kiri.

"Kenapa? Bukannya mimpi lo udah ending?"

"Dia belum mau nikah kalau urusannya belum selesai. Kira-kira urusan apa ya? Kayaknya ini semua ada hubungannya dengan gadis berambut ikal itu deh."

"Emang lo udah kebelet nikah?" tanya Nata ngasal dan dijawab dengan gelengan kepala.

"Kenapa lo nggak tanya langsung sama Gama?"
Nata kembali mengangkat kaki, beberapa detik mengamati kukunya dan merendamnya kembali.

"Kan lo tahu, gue juga belum mau nikah kalo urusan nyokap gue belum kelar. Jadi gue iya-iyain aja."

Nata dan Calya sama-sama menopang dagu dan mengetukkan telunjuk di bibir layaknya detektif yang sedang menganalisa penjelasan saksi mata.

"Gue juga inget, waktu bazar Gama beli mug sepasang dan bross yang sama seperti yang dikasih ke gue." Calya berbinar, melemparkan tatapan antusias pada gadis yang kini sedang memijit pelan betisnya.

Nata mendongak, menjentikkan ibu jari dan telunjuknya bersamaan," Udah jelas, Cal, dia punya istri pertama dan mau nikah sama lo setelah menceraikan istri pertamanya."

Sebuah bantal sofa berwarna biru melayang mengenai kaki Nata, untung saja benda itu tidak jatuh dan masuk ke dalam baskom.
"Sembarangan banget, kalo dia udah punya istri pasti pas reuni dia ngajakin istrinya. Lagian di KTP juga statusnya masih single, Nat," bela Calya menolak pendapat Nata.

"Terus apa dong?"

""
Calya mengangkat kedua bahunya bersamaan.

"Menurut gue sih mendingan lo fokus sama masalah lo dulu, Cal. Takutnya masalah dia udah selesai, dia ngajakin nikah malah gantian lo yang belum siap," saran Nata yang juga disetujui oleh Calya.

Bersambung ...

Gimana nih sama part ini?

Suka?

Atau terlalu bertele-tele?

Tinggalkan pesan dan bintangnya ya 😊😊😊

Calon Papa (TAMAT)Where stories live. Discover now