De Javu

57 10 0
                                    

Gia terbangun karena sinar matahari yang masuk melewati celah di kamarnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Gia terbangun karena sinar matahari yang masuk melewati celah di kamarnya. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali, sebelum akhirnya tersadar bahwa di sampingnya, ada seorang laki-laki yang tertidur dalam posisi duduk berbantalkan tangannya sendiri di atas tempat tidurnya.

De javu.

Gia mengerutkan dahinya. Kepalanya masih terasa pusing. Ia mencoba berpikir jernih kembali. Dan, mengedarkan pandangannya ke sekelilingnya.

Ia terkejut, saat pecahan botol dan obat-obatan itu sudah tidak ada lagi di sini. Apartemennya bersih, seperti sedia kala.

Tanpa sadar, ia menyunggingkan senyumnya.

"Pagi," suara parau laki-laki yang ada di dekatnya nyaris membuatnya melonjak kaget.

"Oh? You still here?"

Lingga mengerjapkan kedua matanya. Ia mengucek matanya dan mengembalikan kesadarannya.

"Sedang apa kau di sini?"

Dengan setengah kesadaran, Lingga berjalan untuk mengambil segelas air.

"Apa kau lupa perbincangan kita semalam?"

Gia mengerutkan dahinya.

"M-Maksudmu?"

Setelah menenggak air mineral, Lingga pun menjawab pertanyaan Gia,"Aku akan bertanggung jawab. Jadi, kau tidak perlu menanggung semua ini sendirian."

Gia berusaha bangun dari tempat tidur dan...

"Kau tidak perlu banyak bergerak. Diam di sana. Katakan pada ku kau butuh apa?" sambar Lingga.

Gia menatap Lingga,"Apa kau sadar keputusan apa yang akan kau ambil? Itu akan mempengaruhi karirmu. Terlebih, jika publik tahu tentang ini. Reputasimu akan hancur."

Lingga memutar bola matanya,"Benar. Reputasiku mungkin akan hancur. Tapi, aku juga tidak ingin harga diriku ikut hancur karena terlalu pengecut untuk menghadapi ini."

Gia menghela napasnya,"Pergilah. Selagi kau masih bisa. Kau harus menjauh, sejauh mungkin yang kau bisa. Jangan pernah kembali."

Gia turun dari tempat tidurnya dan meraih handuk kecil di lemarinya.

Lingga menaruh gelas yang ia pegang dengan kencang di atas meja, membuat suara gaduh di sana. Gia menoleh terkejut.

"Bisa 'kah kau berhenti menyuruhku pergi? Sudah ku bilang itu keputusanku untuk ikut bertanggung jawab. Dan, itu anakku," ujarnya dengan nada tinggi.

Tangan Gia gemetar saat melihat tatapan dingin Lingga yang diiringi amarahnya. Ia takut. Sangat takut. Ia takut jika ia terus melangkah, ia tidak akan pernah bisa kembali. Ia takut, jika ia terus berharap, hanya akan melukai. Dan, ia takut, jika memintanya untuk tetap di sini, justru ia akan kembali sendiri.

"Bersiaplah," Lingga kembali menurunkan nada bicaranya. "Aku akan menemui orang tuamu."

"Jangan."

StayWhere stories live. Discover now