The Phone

50 9 0
                                    

Gia merebahkan tubuhnya di atas kasur kesayangannya. Sambil memegangi perutnya, ia memikirkan rentetan kejadian yang baru saja terjadi padanya. Seperti malam-malam sebelumnya, kesunyian malam kian menyayat hati. Ia benci menghadapi ini semua sendirian. Saat semua orang mengabaikannya, hanya sepi yang terus setia menemaninya.

Ia mengambil selimut, dan menyelimuti dirinya sendiri. Ia menangis sambil terus memikirkan bahwa ia bisa saja kehilangan semua yang ia miliki hari ini. Dan, berakhir dengan kesendirian, seperti malam ini.

"You'll be okay, i promise," ujarnya sambil mengusap perutnya. "Bertahanlah, kita akan melewati ini semua."

Gia pun tertidur pulas.

-

Lingga berdiri mematung, saat melihat Candra sudah berkacak pinggang di depannya.

"Where have you been?" tanya Candra.

Yang ditanya hanya terdiam. Pandangannya kosong.

Apa yang harus ia lakukan?

Lingga melepas jas yang ia kenakan dan merebahkan tubuhnya di atas kasur.

Geram karena tidak mendapatkan jawaban, Candra pun menghampirinya dengan deretan pertanyaan.

"Lingga," panggil Candra.

"Can," Lingga menoleh ke arah Candra. "I'm sorry."

Mendengar kata-kata yang tak biasanya, Candra pun khawatir. Ia duduk di samping Lingga yang masih merebahkan tubuhnya.

"Buat apa? Apalagi yang kau lakukan kali ini?"

Lingga tertawa renyah.

"Can, apa impianmu saat ini?" ujar Lingga yang mengalihkan pembicaraan secara tiba-tiba.

"Memiliki keluarga bahagia. Aku ingin menikahi orang yang ku cintai," balas Candra dengan senyum di wajahnya.

"Apa arti keluarga bahagia? Apa kita harus menikahi orang yang kita cintai? Atau, harus menikah agar bisa mencintai?"

Candra menolehkan pandangannya, sambil mengerutkan dahinya, ia menatap ke arah Lingga yang masih memejamkan matanya.

"Buat apa kau bertanya? Seolah kau ingin menikah saja."

Lingga tertawa.

"Bagaimana jika aku akan menikah?"

Gantian, kini giliran Candra yang tertawa,"Menikah? Kau bercanda? Menikah tidak sebercanda itu, Lingga. Dengan siapa juga kau akan menikah?"

Lingga terkekeh,"Aku lelah."

Sambil menepuk bahu Lingga, Candra beranjak dari duduknya dan bersiap meninggalkan Lingga pergi,"Kau masih hutang jawaban atas pertanyaanku. Sebaiknya kau menjawabnya besok pagi."

Lingga mengacungkan jempolnya pada Candra.

Tak lama, terdengar suara pintu kamarnya tertutup.

Di saat yang bersamaan juga, Lingga merasakan ada sesuatu yang bergetar di sakunya. Ia meraih ponsel yang bergetar itu dan...

Dokter Ina calling...

"Ponsel Gia," Lingga menepuk dahinya dengan telapak tangannya. Ia kembali menghela napasnya. "Hari ini terasa panjang dan tidak berujung. Bisa 'kah aku terbangun dari semua mimpi buruk ini?"

StayWhere stories live. Discover now