Page eleven

778 185 29
                                    

°°°

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

°°°

London bridge is falling down, falling down, falling down
London bridge is falling down, my fair lady--

Klik-

Suara rekaman lagu itu dimatikan setelah disetel berulang-ulang selama enam jam lamanya. Pandangan pria yang tengah menikmati lagu anak-anak tersebut lurus juga senyum yang masih terpatri pada wajahnya, seolah tidak pernah merasa lelah meski sudah hampir setengah hari terlewat.

Pria dengan netra gelap itu masih belum bosan duduk di posisinya, masih belum bosan menatapi apa yang terjadi di depannya, masih enggan untuk beranjak.

"Tiba-tiba aku ingin kopi, bagaimana dengan doppio? Hangat." Pria dengan penampilan rapinya itu tersenyum simpul sembari melepaskan sarung tangan karet yang ia pakai sejak tadi.

"Oi, kau dengar Kashira [ Waka Gashira : Panggilan untuk salah satu pimpinan Yakuza ] bilang apa?" Salah seorang bawahan yang berdiri di samping pria tersebut sibuk memberikan kode agar mereka menyiapkan keinginan sang pimpinan dengan cepat tanpa terlambat. Mereka lebih dari pada tahu konsekuensi jika membuat pimpinan menunggu.

"Hm. Aku menanyaimu dengan baik, aku bahkan memutarkan lagu agar kau merasa santai. Kau tidak suka lagunya? Padahal aku suka sekali lagunya, lagu ini sering aku dengarkan sejak aku kecil. Kenapa kau tidak ... suka? Kenapa diam? Aku menakutkan?" tanya Chello pada lawan bicaranya, seorang laki-laki yang sudah ia potong semua jari kakinya.

"Selama enam jam, aku hanya mendengarkan teriakanmu. Saat aku suruh bicara kau diam, saat aku pukul kau berteriak. Kau mau aku bagaimana? Coba bawakan aku alat bor, mungkin jika lubang di wajahnya bertambah dia mau bicara." Chello kembali menyandarkan tubuh dan meletakkan kakinya di atas paha.

"Augh ... aagh ... " Tidak ada jawaban yang keluar selain lenguhan-lenguhan seolah minta belas kasihan pada lawan bicaranya.

"Hm? Oh! Aku lupa aku sudah memotong lidahnya beberapa saat lalu, betapa lupanya aku, haha." Tawa Chello menggema, terdengar memenuhi ruang bawah tanah, tempatnya menyimpan para tawanan atau informan yang menjual rahasia mereka. Chello beranjak dari posisinya, jemari ia ayunkan seperti sedang memimpin sekelompok pemain musik. Kaki kurusnya melangkah lebar menuju meja kayu setinggi pinggulnya yang berada tidak jauh dari tempat ia berdiri, kembali ia menyalakan alat pemutar suara yang sempat berhenti terputar. Für Elise, menjadi pilihan selanjutnya.

"Sudah selesai? Kopimu ada di ruangan, aku tahu kau akan cepat bosan di sini," ucap pria yang sedari tadi sibuk dengan tumpukan berkas dan duduk di belakang kerumunan. Chello menoleh pada pria berkaca mata yang mengajaknya bicara, mengangguk dan tersenyum.

"Sudah, lakukan seperti biasa. Jangan sisakan giginya, keluarkan matanya, potong jari tangan yang ia punya. Jangan lupa gunakan pemutih pada tubuh, akan lebih bagus jika dipotong-potong. Lebih memudahkan para cacing kecil, haha." Chello kembali terkekeh sebelum berjalan meninggalkan ruangan tersebut.

Garden Of Mirror [ Noir ] [ COMPLETE - TERBIT E-BOOK ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang