Page thirty two

421 122 43
                                    

°°°

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

°°°

"Archello Deres Integra.
Apa kau menyesali kehidupanmu? Apa kau mengutuk akhir hidupmu yang menyedihkan? Apa kau marah karena tidak bisa bahagia?"

"Apa gunanya semua itu?
Apa jika aku berkata iya, aku bisa mengulangi kehidupanku?"

"Jika kau diberikan kesempatan untuk mengulang, apa kau akan hidup sebagai manusia yang baik? Kau akan memilih hidup bersama wanita yang kau cintai?"

"Mereka semua mengatai aku jahat, jika aku bukan orang jahat seperti apa yang mereka katakan, bukankah mereka akan sedih? Dan lagi, aku tidak bisa mendekati mereka dengan rasa cinta dan kebaikan, maka aku akan menundukkan mereka dengan kejahatan dan benar-benar menjadi jahat seperti apa yang mereka katakan."

°°°

Mataku terbuka perlahan, segera kabut yang mirip asap ini menghias pandangan sekitar. Aku mengerjapkan mata agar pandangan lebih jelas, sebab aku yakin betul aku dan Zeavan sedang dalam perjalanan pulang menuju rumah. Lalu di mana ini?

Jalan raya yang tidak begitu ramai orang, bangunan tinggi dengan bagian depannya dipenuhi peminta-minta. Mobil, sepeda hingga bus melintas terburu-buru seolah mereka dikejar oleh waktu. Ada di mana ini? Apa Zeavan ... membuangku!?

Tidak, tidak. Tidak mungkin seperti itu, aku baru saja berkata jujur padanya dan dia bilang akan delivery untuk makan malam. Apa ini seperti waktu itu? Seperti aku yang terlempar ke ruang bawah tanah? Mungkin saja, tidak ada hal yang lebih aneh lagi untuk membuatku terkejut. Perlahan aku berdiri, kakiku lemas dan kepala terasa sakit, hal yang membuat diri cukup kesulitan. Pandangan kembali menatap sekitar, aku harus cari tahu ada di mana aku sekarang.

"Pencuri!"

Spontan aku bergerak ke arah samping bahkan hampir terjatuh karena suara teriakan keras dari arah belakang. Aku menoleh, seorang lelaki bertubuh besar dan berkumis tampak mengejar seorang anak perempuan kurus yang kira-kira usianya hanya tujuh tahun.

"Pencuri kurang ajar! Dasar sialan! Sudah aku katakan bukan!? Kalau kau mencuri dan tertangkap sekali lagi akan aku habisi kau!" teriak lelaki besar dengan kumis tebal dan sebuah pisau daging di tangan kirinya. Ia menarik kerah kaus anak perempuan tersebut dengan enteng dan melemparnya ke dinding.

Brak-

"Aduh ... sakit! Maafkan aku! Aku tidak akan mencuri lagi!"

Tanpa sadar aku ikut berlari mendekat meski aku tahu aku tidak akan bisa membantunya. Anak perempuan dengan rambut cokelat mudanya yang berantakan, pakaian lusuh dan berlubang di beberapa bagian, tangan dan kakinya penuh bekas luka. Aku ... ingat gadis kecil ini. Rosemary, adik perempuan Zeavan yang tewas dipukuli. Ya Tuhan ... apa aku harus menyaksikan kejadian ini? Aku tahu, aku yang membuatnya, aku yang merencanakannya, tapi aku tidak ... aku tidak bisa.

Tanganku kini berpegangan pada tiang lampu jalan, tubuh terasa gemetar dengan semua bayangan dan alur cerita yang bercampur di dalam kepalaku.

"Ampuni aku! Ampuni aku! Aku tidak akan mencuri lagi! Ampuni aku!"

"Diam! Dasar kurang ajar! Dasar pencuri sialan! Mati kau! Mati kau sialan! Dasar serangga menjijikkan!"

"Rosemary!" teriak seorang bocah laki-laki dengan rambut emasnya yang membuatku sadar dari rasa takut. Bocah lelaki itu berlari mendekat sembari melempari batu ke arah lelaki yang ada di dekat si gadis, beberapa pejalan kali dan pengemudi sepeda berhenti karena keributan yang terdengar. Karenanya si lelaki besar berhenti memukul dan hanya meludah ke arah Rosemary.

"Awas kalian lain kali!"

Dasar keparat! Bagaimana bisa manusia tidak punya hati nurani sepertimu! Hanya karena sepotong roti yang ia curi ... astaga, aku tidak mau, aku tidak mau ada di sini. Aku tidak mau melihat kejadian ini, aku tidak bisa. Aku menggigit bibir bawahku kuat, hal ini bahkan lebih menakutkan dibanding apa yang aku lihat ketika berada di ruang bawah tanah.

"Rosemary, Rosemary? Bagaimana ini? Bagaimana ini ... Rosemary bangun! Kenapa kau tidak bernapas lagi? Rosemary aku ... " ucapan bocah lelaki tersebut terhenti karena sosok lain yang muncul. Bocah itu menoleh bersamaan denganku, bocah laki-laki lain dengan rambut hitam pekatnya - Zeavan.

"Apa yang terjadi? Kenapa Rosemary ... kenapa adikku bisa seperti itu?" tanyanya dengan suara gemetar. Aku bisa melihat wajahnya yang benar-benar kacau dan sulit dijelaskan, sepasang bola mata yang terlihat ketakutan dan tidak percaya dengan apa yang ia lihat.

"Zeavan ... maafkan aku, tadi ... tadi aku mengajak Rosemary untuk mengambil roti sisa di toko biasanya, saat ketahuan dan lari, aku tidak tahu jika ... jika Rosemary tertinggal. Aku minta maaf!"

"Kenapa kau membawanya? Kenapa kau tidak mendengarku saat aku bilang jangan bawa Rosemary? Kenapa kau masih membawanya? Kenapa kau bawa adik perempuanku dan membuatnya seperti ini? Aagh ... " pekik Zeavan tertahan dengan air matanya yang pecah. Aku ikut menangis.

Zeavan berlutut di samping gadis kecil yang sudah tidak lagi bergerak itu, perlahan ia memeluk tubuh kurusnya.

"Kakak membawakanmu roti baru, kakak membelikanmu kaus kaki, kakak sudah perbaiki boneka kesayanganmu ... Rosemary, kenapa kau tidak mendengarkan kakak? Kakak sangat menyayangimu, aagh ... aaagh ... kasihani kakak, kakak tidak mau sendirian, kasihani kakak."

Maafkan aku, maafkan aku Zeavan. Sungguh, maafkan aku.

"Kau tidak ada kaitannya dengan apa yang terjadi di sini, semua kekacauan dan masalah yang terjadi bukan kesalahanmu."


Ucapan Zeavan terlintas kembali di kepala, ucapannya yang membuatku bisa memaafkan diri sendiri, ucapannya yang bisa membuatku merasa aku manusia. Namun, perasaan pahit penuh rasa bersalah yang ada di dalam sana tidak mau hilang. Zeavan, bagaimana ini? Bagaimana aku menghilangkannya?

°°°

"Hei ... hei!"

Aku tersentak ketika rasa dingin menyentuh wajahku dibarengi suara yang cukup keras di telinga. Aku melihat Zeavan berdiri di hadapanku, di sampingnya G juga melihatku dengan tatapan aneh dan penuh tanda tanya. Aku sudah kembali?

Detak jantung masih berdetak begitu kencang, dan aku menangis, wajahku basah.

"Hei, kenapa kau menangis? Aku sudah dengar apa yang terjadi, tapi apa kau setakut itu sampai terbawa dalam mimpi? Jangan menangis," ucap G pelan, pria dengan gigi tajamnya itu menatapku aneh tapi ucapannya terdengar hangat. Sungguh, dia punya cara yang unik untuk bicara. Aku menggeleng menjawab G sebelum akhirnya menatap Zeavan.

"Kau berat, jangan tidur lagi dalam perjalanan. Lain kali aku akan menggeretmu." Zeavan mengerutkan keningnya sembari memperingati, aku masih diam dan tidak bersuara.

"Bocah lelaki itu ... Lewis, 'kan? Yang membuat adik perempuanmu ... tertimpa kejadian buruk. Aku ... hampir melupakannya, Zeavan, apa sekarang kau sudah lega karena dia sudah mati?" tanyaku pada pria ketus yang kini mematung di tempatnya.

"Apa?"

"Apa? Apa yang kau bicarakan? Lewis? Lewis yang pangeran itu?" G menatapku dan Zeavan bergantian, seperti bayangan lainnya, ia juga tidak tahu apa-apa tentang masa lalu Zeavan, tapi Chello jelas mengetahuinya.

"Zeavan, apa tujuanmu mengikuti Chello untuk balas dendam? Sekarang Lewis sudah mati, apa yang akan kau lakukan?"

°°°

Garden Of Mirror [ Noir ] [ COMPLETE - TERBIT E-BOOK ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang