Part 18

88 6 0
                                    


Keberadaan orang yang benar-benar penting
Adalah mereka yang dengan cintanya
Bisa menginspirasimu menjadi versi dirimu yang terbaik
Bukan yang merubahmu menjadi kaktus berduri
Yang malah membuat yang lainnya terluka

•••

1 tahun kemudian

RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru – Riau

Jo

Aku udah di depan yaa

Setelah membaca pesan Jovin, Ava langsung membereskan peralatannya, mengganti snelli menjadi jaket denim, dan bergegas keluar dari ruangan untuk anak coas. Setelah hampir tigapuluh tiga jam jaga IGD, akhirnya ia bisa kembali pulang.

Sekeluarnya dari lobi rumah sakit, Ava langsung mengedarkan pandangannya guna mencari keberadaan mobil Jovin. Ava tersenyum lebar etelah menemukan dimana keberadaan Jovin, ia langsung melangkahkan kakinyya menuju mobil itu dengan menyenandungkan lagu dengan acak, sangat girang.

Namun itu hanya bertahan sebentar, karena sedetik setelahnya ia terkejut dengan keberadaan Yofan yang sekarang sudah mencekal tangannya, menghentikan langkahnya. Seketika itu juga, senyuman manis tadi lenyap entah kemana.

“Va tolong, kita harus bicara.” Pinta Yofan memelas, sangat menyedihkan. Namun Ava hanya diam dan berusaha melepaskan cekalan di tangannya tersebut.

“Va sekali saja.” Kali ini cekalan ditangan Ava berpindah di bahunya, Yofan memegang bahu Ava dengan kedua tangannya, tak mengizinkan Ava pergi.

Capek memberontak, Ava pun hanya diam, menghela nafas dan menatap manik Yofan dengan sengit. “Apa lagi yang harus dibicarakan Fan? Semuanya udah selesai. Apa yang kamu minta sudah aku lakukan, aku sudah membantumu. Apa yang kurang? Memaksa Lian untuk menerimamu?”

“Bukan, bukan itu!”

“Lalu Apa?”

“Aku merasa kamu benar-benar marah, aku tidak bisa terus-terusan membiarkan keadaan ini. Kita perlu menyelesaikan permasalahan ini. Jadi tolong, ayo kita selesaikan, ayo kita bicarakan.” Terlihat jelas sorot keseriusan yang terpancar dari mata Yofan yang membuat Ava sedikit goyah.

“Sudahlah, cukup sudah, tidak ada yang perlu diselesaikan.” Tegas Ava dan berusaha kembali melepaskan pegangan Yofan pada bahunya yang semakin mengerat.

“Fan lepas.” Kali ini Ava mengeluarkan sorot kemarahannya,  jelas ia sangan tidak senang dengan perilaku Yofan.

“Va, ki-.”

Geram Ava menatap tajam Yofan “Tiga puluh tiga jam lebih aku berada di rumah sakit, tiga puluh tiga jam aku berjaga di IGD, jaga di stase lainnya, aku ingin pulang, aku ingin istirahat dan kamu malah mengulur waktu istirahatku. Kamu punya hati?” ujar Ava menggebu-gebu, sungguh ia sudah lelah. Lelah fisik, lelah psikis dan lelaki ini malah menambahnya.

Dengan berat hati pun Yofan melepaskan tangannya dari Ava, menghela nafas dan menyugar kasar rambutnya, dan  ia telah mendapati Ava yang sudah pergi dari dekatnya mengarah ke salah satu mobil yang disana sudah ada Jovin, yang duduk di kap depan dengan bersidekap dada, dengan pendar mata yang menusuk.

Yofan pun langsung melengos pergi dari sana setelah kembali gagal untuk berbicara dengan Ava, sudah setahun. Lagi-lagi ia tidak bisa menyelesaikan masalahnya dengan Ava, lagi-lagi ia belum berbaikan dengan Ava.

Ava yang sedang melangkah menuju mobil Jovin dengan menundukkan kepala, terkesiap beberapa detik setelah melihat keberadaan Jovin yang duduk di kap mobilnya, namun dengan cepat ia stabilkan rasa terkejutnya dan melemparkan senyum manis yang mengkamuflase rasa sesaknya.

Just be QuietWhere stories live. Discover now