4 🌻🌻 Penjajakan Kilat

Start from the beginning
                                    

Calon Suami:
Saya ke sana sebentar lagi.

Bagus. Bali memang ada di belakang rumahnya.

Dinara menggaruk kepala frustrasi. Sebenarnya, dia sendiri kaget. Orang macam apa yang akan dinikahinya ini? Apa dia penipu? Gembong narkoba? Arya punya banyak uang dari mana? Kenapa baru sekarang terpikirkan olehnya? Dia tidak kenal lelaki itu, tidak tahu apa pun tentangnya. Oke, mereka memang sepakat untuk melakukan perkenalan cepat dengan mengirim masing-masing data pribadi. Tapi kan tetap saja, hal-hal seperti itu bisa direkayasa.

Mama:
Mbak di mana? Jangan marah, Mbak. Tolong tenangkan diri, jangan kawin lari, ya? Mama nggak mau alfa di hari penting kamu. Ayo bicara dulu, kamu di mana sebenarnya?

Aku di Bali.

Mungkin kepergiannya tadi pagi dengan menyeret koper besar tanpa pamit membuat Melia berpikir kalau Dinara melarikan diri. Ya, memang benar begitu, tapi dia tidak berniat untuk kawin lari.

Dinara ingin pesta pernikahan yang meriah, ingin memakai gaun mewah, ingin mengenakan perhiasan yang indah, dia ingin merasakan sensasi menjadi ratu dalam sehari seperti kata orang-orang. Kalau memang dia menikah dengan Arya, Dinara tidak akan menyia-nyiakannya.

“Maafin aku ya, Ma...”

Dia bergumam sambil menatap langit-langit kamar. Villa yang disewanya di kawasan Kuta menampilkan pemandangan laut biru di depan mata. Di sebelah kiri kamarnya terdapat pintu geser yang membawa Dinara langsung menuju kolam renang. Suite mewah ini dirancang khusus untuk pasangan yang ingin berbulan madu, nuansa romantis dengan desain etnik Bali yang eksotik dan autentik sangat kental di sekitar. Dinara datang ke sini sendiri untuk bermesraan dengan lukanya.

Dia tidak tahu kenapa, rasanya meski sudah tidak menyimpan hati pada Haikal tapi dia tetap terluka. Ada sesak di dada yang berkali-kali dia abaikan. Dan hampir selalu, pelampiasannya ia berikan pada Melia.

Dinara seolah lega setelah marah-marah dan bicara kasar pada ibunya, meski tidak berlangsung lama. Setelah itu dia sendiri menyesal tapi selalu enggan untuk mengucap maaf atau mengajak ibunya berbaikan.

Calon Suami is calling...

“Ya, Mas?”

“Saya sebentar lagi take off. Kamu share location dulu sebelum ketiduran.” Dinara tersenyum diam-diam, merasa geli mendapati Arya bisa menebak hal barusan. “Di, maaf sebelumnya, saya belum tanya.”

“Apa?”

“Kamu nggak keberatan saya telepon, kan?”

Dinara benar-benar tertawa sekarang. “Saya nggak akan angkat teleponnya kalau keberatan.”

“Syukur kalau begitu, saya juga kurang enjoy ngetik pesan.”

“Kenapa?” Dinara merasakan sudut bibirnya berkedut. “Jempol Mas Arya kegedean, ya?”

Lelaki di seberang sana tertawa renyah seperti sedang mengunyah keripik kentang. “Kamu tahu aja.”

“Mas juga tahu aja saya sebentar lagi pasti ketiduran setelah perjalanan panjang.”

“Oh, mungkin itu tanda-tanda kalau kita jodoh.” Dia terkekeh lemah. “Kita benar-benar mau nikah kan, Di?”

DINARA [Tersedia Di Gramedia] ✔Where stories live. Discover now