fagal [part16]

Mulai dari awal
                                    

"Anak angkat, om." jawab Belva dengan suara lembut disertai senyuman.

Ayah Nadim jadi tak enak sendiri, ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Maka dulu yuk, Belva tolong ambilin piring satu lagi ya." pinta Bunda Zara diangguki oleh Belva.

Sepergian Belva ke dapur Nadim mendapatkan tatapan tajam dari sang istri.

"Ngomong itu dijaga!" ucap Bunda Zara ketus lalu menyusul Belva ke dapur.

Nadim menghela nafas panjang lalu melirik ke arah Fagal dan Zalfa mereka kompak menggelengkan kepala. "Anak laknat!"

Mereka makan dengan tenang kadang di selingi oleh candaan Zalfa yang membuat suasana menjadi sempurna.

Setelah selesai makan malam, Belva izin pergi ke kamarnya, ia duduk di balkon melihat bulan dan bintang yang bersinar.

Apa kesalahannya dimasa lampau? hingga orang tua nya sendiri tak menginginkan nya harusnya emang aku tak pernah lahir.

Belva melamun dengan pikiran yang entah kemana sampai ada tangan yang bertengger manis di pundak nya.

Orang itu tersenyum manis padanya sambil melambaikan sebelah tangganya.

"Hai kak," sapa Zalfa lalu duduk disebelah.

Belva mengangguk sebagai jawaban lalu sedikit menggeser duduknya untuk Zalfa.

"Belum tidur?" tanya Belva basa basi.

"Belum ngantuk, biasanya di pesantren Masi latihan Pramuka di aula sekarang." jelas Zalfa.

Belva tersenyum tak menjawab moodnya hilang untuk saat ini, jangankan ngomong mau nafas aja males kalo badmood.

"Kak, maaf yang ayah tadi." ujar Zalfa memecah keheningan.

Belva menoleh, "Gpp, lagian itu emang kenyataan Zal."

Belva menghembuskan nafas lelah, ia merasa berada di tengah labirin paling rumit.

"Semangat kak! ini tantangan hidup kakak. Allah ga akan ngasi ujian jika hambanya ga bisa ngelewatin tantangan nya." ujar Zalfa.

"Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai kadar kesanggupannya, QS Al Baqarah ayat 286."

Belva tertegun mendengar ucapan Zalfa, ia segera memeluk Zalfa yang dibalas dengan senang hati oleh sang empu.

-o0o-

Pagi ini saat akan berangkat sekolah tumben sekali Fagal mengajak nya berangkat bersama. Belva memandang Fagal yang tetap bersikap biasa.

"Lo ga sakit kan?" tanya Belva menempelkan punggung tangannya di dahi Fagal.

"Apsi, engak!" ucap Fagal lalu menepis tangan Belva.

"Mimpi apa lo semalem, jadi baik gini ke gue?" tanya Belva masi heran.

"Gue baik salah, gue jahat salah, salah mulu gue dimata lo." jawab Fagal dengan nada sedikit ketus.

"Cwok kok baperan," balas Belva singkat lalu naik ke belakang motor Fagal.

Fagal menghela napas panjang lalu menghidupkan mesin motornya dan berangkat kesekolah.

Sampai di gerbang sekolah Belva berpapasan dengan Pras, ia melambaikan tangannya saat melihat Pras berjalan kearah nya.

"Cie berangkat bareng, ga di tinggal di tengah jalan lagi?" goda Pras.

Fagal berdecak malas, "Buruan!" seru Fagal lalu berjalan duluan menuju kelas.

Belva tak menghiraukan suara Fagal ia masi asik berbincang dengan Pras, menurut nya Pras itu asik slalu nyambung jika berbicara.

"Gue duluan mau jaga gerbang," pamit Pras pada Belva.

"Ciah, satpam dadakan." ejek Belva.

"Nasib jadi babu guru," kekeh Pras lalu berjalan meninggalkan Belva.

"Cwok mah gitu suka ninggalin pas lagi sayang sayang nya."

Belva menoleh ke kanan dan ke kiri teryata ia sudah ditinggal sendiri, ia berlari menuju kelas teryata melihat Fagal sedang berbicara dengan Caca.

Belva mendengus lalu berjalan menghampiri mereka, "Hai Caca,"

Caca tak membalas "Kenapa lo kesini!? ganggu orang pacaran aja," sinis Caca.

Belva menahan tawa melihat wajah Caca dengan bedak tak rata, listip yang sampai gigi.

"Gue pinjem pacar lo bentar," ujar Belva langsung menarik tangan Fagal, sedangkan Fagal hanya diam saja mengikuti langkah Belva.

"EH FAGAL!" teriak Caca tak terima.

"Nurut amad kek burung perkutut." cibir Caca.

-o0o-

Bonus foto si cantip Belva

Bonus foto si cantip Belva

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

TBC

Fagal Stef MorganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang