Chapter 2 : The Reason

401 60 0
                                    

Janganlah pernah berani untuk menunda apabila tidak berani untuk menanggung penyesalan

●◊●●◊●●◊●●◊●●◊●


Home sweet home, Korea, monolog Jeongwoo ketika burung besi yang membawanya telah mendarat sempurna di bandara Incheon. Ia berjalan ke luar bersama rombongan penumpang lainnya, menangkap sosok pria paruh baya memegang papan nama bertuliskan Park Jeongwoo.

"Paman, anda tidak perlu membawa banner seperti ini. Mana mungkin aku melupakan sosok yang sudah menemaniku sedari kecil," ucap Jeongwoo pada Pak Shindong. Beliau tersenyum mendengarnya.

"Tuan muda, mohon tunggu di dekat pintu utama bandara. Saya akan ambil mobil dan segera menghampiri tuan disana," ucap Pak Shindong sambil membawa koper yang dibawa Jeongwoo. Jeongwoo pun menurut dengan berjalan menuju pintu utama.

Selama menunggu Pak Shindong, ia mengedarkan pandangan ke berbagai arah. Masih tetap sama, gumam Jeongwoo. Dia mengambil kamera kesayangan dan membidik orang-orang yang berlalu-lalang, mengabadikan hari pertama kembali ke negeri ini.

Tak lama, sebuah mobil berhenti tepat di depannya dan terlihat Pak Shindong yang turun untuk membukakan pintu tengah. Jeongwoo pun segera masuk dan Pak Shindong menutupkan pintu sebelum kembali ke posisi duduknya. Di sepanjang jalan, Jeongwoo melihat langit yang memerah, menandakan matahari siap tertidur dan bulan segera terjaga.

"Tuan muda, apakah anda ingin caffee latte?" ucap Pak Shindong. Ia hafal betul kesukaan majikan kecilnya tersebut.

"Boleh, Pak," ucap Jeongwoo cepat dan semburat merah terpancar di pipiꟷmembayangkan kopi kesukaan yang akan segera ia dapatkan.

Pak Shindong mengangguk dan mengarahkan tujuan mereka ke café yang dulu sering didatangi Jeongwoo. Sesampainya di sana, beliau membeli kopi sementara remaja berzodiak Libra tersebut duduk manis di dalam mobil. Tak berselang lama, layar ponsel pintar Jeongwoo menampakkan pemberitahuan panggilan dari eomma.

"Anak nakal, sudah sampai? Kenapa tidak langsung menghubungi kami??" tanya eomma beruntun ketika Jeongwoo menekan tombol hijau di layar ponselnya.

"Maafkan aku tidak segera menghubungimu, eomma," ucap Jeongwoo sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Kali lain, segera hubungi kami, Wo. Eomma dan appa tidak bisa tenang, menunggu kabarmu," ucap kakak. Sepertinya, mereka semua sedang berkumpul saat ini.

"Iya, hyung, maafkan Jeongwoo."

"Pak Shindong sudah menjemputmu, sayang? Sekarang posisimu dimana?" ucap appa.

"Sudah, appa. Kita mampir café sebentar untuk beli kopi dan kemudian meluncur ke rumah."

"Hati-hati, sayang. Sampai rumah, bersihkan diri dulu sebelum istirahat ya," ucap eomma lembut.

"Siap, eomma kesayangan Jeongwoo."

"Kesayangan Jeongwoo cuma eomma???" ucap appa dan kakaknya berbarengan.

"Tenang, kalian semua kesayangan Jeongwoo."

Setelah pembicaraan dengan keluarga berakhir, ia melihat Pak Shindong yang berjalan ke arahnya. Akan tetapi, selain beliau, Jeongwoo menangkap sosok yang familiar. Pria imut dengan baju pegawai yang membungkus tubuh kekarnyaꟷmembawa sampah ke luar café. Meskipun wajah pria tersebut tidak tampak jelas, Jeongwoo dapat mengenali tanpa ragu.

Save YouWhere stories live. Discover now