#noedit. Kalau ada typo dan juga kata yang janggal, komen.
Votenya jgn luppa seyeeengg💞
Happy reading.
"kenyang?" Tanya Alva setelah meneguk teh yang sisa setengahnya.
"Hmm," Vyan hanya menggumam. Mengambil sehelai tisu dan membersihkan mulutnya.
Alva beranjak dari duduknya. Mengeluarkan dompet dan beberapa lembar uang. Berjalan menghampiri si penjual. Sedangkan Vyan hanya duduk manis ditempat.
"Mau jalan sekarang atau masih mau duduk?" Tanya Alva seraya memasukkan dompet ke dalam tasnya. Setelahnya, lelaki itu memakai tas hanya di sebelah pundaknya saja.
Vyan hanya diam. Menatap lurus ke depan tanpa menjawab pertanyaan Alva. Mukanya tidak berekspresi sama sekali.
Tak kunjung mendapat jawaban, Alva berinisiatif duduk kembali.
Mungkin masih mau duduk sama gue. Pikirnya dalam hati.
Namun, setelah ia duduk, Vyan langsung bangkit dan berjalan mendahului Alva. Tanpa berucap sepatah kata pun. Alva hanya bisa melongo di tempat.
Astaga.
•°•∆•°•°
Kini keduanya berjalan di trotoar. Vyan yang berada di depan Alva dan Alva yang berjarak sekitar tujuh langkah dari Vyan.
Dari belakang, Alva memerhatikan Vyan dengan senyum tipis dan sesekali dengan gelengan kepala mengingat tingkah laku gadis itu. Sangat irit bicara.
Alva tidak ada niat untuk berjalan bersisian dengan Vyan. Ia membiarkan gadis itu memimpin jalan. Walaupun sebenarnya ia sendiri tidak tahu tujuannya kemana. Asalkan ada Vyan!
Setelah hampir sepuluh menit berjalan, Alva akhirnya menyerah. Ia berlari pelan untuk menyusul Vyan. Ditariknya lembut lengan gadis itu. Namun reaksinya luar biasa.
Ia dihempas begitu saja. Reflek yang sangat bagus, Vyan!
"Kita mau kemana?" Alva bertanya dengan mengusap pelan tangan yang dihempas Vyan tadi.
Vyan hanya mengernyitkan dahi.
"Kita jalan dari ujung ke ujung lagi. Di depan juga kayaknya gak ada angkot. Kita mau kemana?" Alva memperjelas maksud pertanyaannya.
Vyan hanya menghela napas berat. "Yang harusnya nanya itu gue,"
Alva tidak mengerti maksud Vyan. Sudah jelas gadis itu yang memimpin jalan. Seharusnya tahu tujuan.
"Maksudnya?"
"Iya, lo ngapain ngikutin gue?" Vyan menatap Alva seraya menyelipkan beberapa helai rambutnya ke belakang telinga yang tertiup angin.
Alva hanya bisa terpaku melihat Vyan. Apa maksudnya?
"Gue daritadi ngikutin lo dibelakang. Dari kita beres makan juga. Masa lo lupa kalau lagi bareng sama gue?"
Vyan memijit keningnya pelan. Mendengus mendengar jawaban Alva.
"Gue udah gak lapar. Lo juga. Terus sekarang alasan apa gue harus sama Lo terus?" Tanya Vyan sarkas.
YOU ARE READING
TRIANGLE
Teen FictionKarena, dilihat dari segi manapun Semuanya sama. Semua sudutnya tajam, berpeluang saling menyakiti satu sama lain. Namun, bagaimanapun mereka harus tetap bersama, tidak boleh ada yang terpisah. Harus saling berhubungan, Dengan begitu, mereka akan te...
