🌵NYATA (SEMU?)🌵

61 20 13
                                    

Deive terlihat terkejut akan keberadaan seseorang yang telah duduk santai dimeja makan. Tak bisa berkata apapun, Deive terpaku di sana dengan masih menatap heran pada orang tersebut.

"Makanya hati-hati Mas Erick tuh kalo mau minum, nih kan jadi kotor begini." Bi Yayah berlalu mendahului Deive yang diam ditempat.

Erick menyembul dari balik tirai ruang makan, dengan menunjukkan ekspresi kesalnya sembari menyibak-nyibakkan kaos lengan pendeknya seperti orang kegerahan.

"Kan saya kira kopinya dingin, Bi," sahut Erick kemudian duduk dikursi yang berseberangan dengan kursi yang diduduki oleh Diana.

"Lho, gimana Mas Erick tuh, wong megang gelasnya kan itu panas, masa nggak kerasa sih mas, haduh, haduh." Bi Yayah menggeleng-gelengkan kepalanya kemudian berjalan menuju mesin cuci yang letaknya tak jauh dari sana.

"Nggak tau lah Bi, yang jelas itu jasnya mau saya pake," ujar Erick.

"Iya mas Erick, ini saya usahakan," sahut Bi Yayah.

Erick menengok ke belakang. Menemukan Deive yang diam di tempat dengan pandangannya fokus ke arah Diana. Tatapannya kosong.

"Ngapain sih dek?" tanya Erick memastikan.

Deive tersadar. Ia mengalihkan pandangannya dari tempat dimana Diana duduk ke arah Erick yang terlihat kebingungan.

"Itu." Deive berbicara sangat pelan untuk memastikan tidak ada yang mendengarnya selain Erick. Ia menunjuk ke arah Diana duduk.

Diana masih sibuk dengan ponselnya. Ia seperti tidak menyadari keberadaan Deive, Erick, maupun Bi Yayah. Kalo udah sama hp emang gitu ya.

Erick mengalihkan pandangannya ke arah yang Deive tunjukkan. Kemudian ia berdiri, berjalan pelan-pelan seperti tak ingin ketahuan. 

"Ssst." Erick menarik pergelangan tangan Deive dan berjalan keluar dari ruang makan diikuti oleh Deive.

"Ntar dulu ya, ini soalnya kopi yang tumpah itu banyak," ujar Bi Yayah, ia menoleh ke belakang dan tak menemukan Erick di sana.

"Lah, saya ngomong sendiri." Bi Yayah geleng-geleng.

🌵🌵🌵

"Kok Mama di rumah?" tanya Deive setelah mereka berdua sampai di ruang keluarga.

"Loh, emangnya nggak boleh apa?" Erick balik bertanya pada Deive dengan enteng, tanpa memedulikan ekspresi Deive yang kelihatan kesal padanya.

"Ih! Bukan gitu, nggak ngertiin suasana banget sih, kakak macam apa kayak gini," kesal Deive. Ia membuang mukanya malas ke arah lain.

"Gue tau lo tuh nggak suka sama nyokap. Tapi ya, kita juga numpang disini Didiv, masa dia nggak boleh di rumah, lo kira ini rumahnya siapa?" Erick menjabarkan.

"Rumah Papa," jawab Deive dengan ketus.

"Udah ah, anterin gue kak," lanjutnya, masih dengan sedikit kesal.

"Emangnya pacar lo nggak jemput?" goda Erick.

"Bukan pacar ih." Deive cemberut. Sebenarnya sih, pinginnya gitu.

"Terus siapanya?" Erick terus menggoda Deive.

"Anterin aja ih, bawel banget," ujar Deive akhirnya, tak mau memperpanjang sesi debat ini.

"Iya-iya, gue ambil kunci mobil dulu," ujar Erick menurut. Ia mendorong tubuh Deive agar keluar rumah terlebih dahulu.

"Jangan lama-lama." Deive menengok kebelakang lalu kembali berjalan keluar.

Annoyed [On Going]Where stories live. Discover now