25. Mi Ayam

558 60 16
                                    

Karena cinta yang sesungguhnya adalah mi ayam.

-Dari Penggemar Berat Mi Ayam-

(kayaknya semua orang juga tahu siapa yang ngomong gini, wkwkwk)

Menurut Tari jatuh cinta itu siap-siap saja menjadi bodoh.

Darimana Tari yang tak pernah jatuh cinta ini bisa berpendapat demikian? Tari sering mengibaratkan kalau rasa jatuh cinta itu seperti rasa saat dia menyukai mi ayam-sedikit konyol memang. Saat Tari terpikirkan mi ayam, sekalipun tengah malam, maka Tari akan mau dibuat repot pergi ke warung mi ayam Mamang meskipun harus menguras banyak tenaga.

Meskipun uangnya sekarat dan membuat Tari tak bisa jajan di sekolah, Tari tak masalah asalkan bisa bertemu dengan mi ayam tercinta.

Saat memakan mi ayam, Tari juga lebih banyak tersenyum-well, bukan tersenyum secara harfiah, karena wajah Tari memang punya setelan 'selalu datar'. Hati Tari seperti di taburi bunga-bunga, Tari juga bisa memiliki perasaan riang sepanjang hari setelah makan mi ayam meskipun awalnya terserang badmood parah.

Karena itulah Tari menganggap bahwa jatuh cinta itu bodoh. Kalau dipikir-pikir menggunakan logika, tak ada hubungan antara bahagia dan mi ayam. Tari pasti terlihat aneh karena bisa sesenang itu dengan makanan yang notabene fungsinya hanya untuk mengisi perut-bukan membuat rasa bahagia.

Oke, anggap saja itu the power of favorite food.

Kembali ke topik asal. Jatuh cinta. Namanya juga jatuh, sudah pasti apa pun akan kita lakukan agar kata jatuh itu tak hanya menjadi sekedar jatuh, tapi berujung cinta. Tapi yang Tari herankan adalah, sejak kapan dia sadar jika hatinya sudah jatuh cinta?

Kata Rasel kalau cinta dan benci itu beda tipis, setipis kulit bawang, dan sekarang Tari mengakui petuah Ibunya itu.

Sebab Tari dan Arseno memulai semuanya dengan kebencian-entahlah, tidak bisa dikatakan benci juga, tapi nyaris 90% pertemuan awal mereka hanya diisi cek-cok dan membuat tawaran bak seperti investor perusahaan. Tapi sekarang Tari jatuh cinta?

Mungkin tidak. Tapi kenapa hatinya berdebar saat di dekat Arseno? Kenapa setiap menulis tokoh cowok dalam novelnya Tari justru teringat semua momen saat bersama Arseno? Bahkan Tari nyaris menyerah karena sering menulis nama tokoh yang semula "Eyre" menjadi "Arseno", dan itu terjadi terus-menerus dan berulang kali.

Sialan memang.

Ya Tuhan, bahkan Tari malu setengah mati saat mengakui pada dirinya sendiri.

"Woi!" Arseno mengibaskan tangan di depan wajah Tari yang menatap Arseno tanpa berkedip. "Buruan, jangan malah ngelamun."

Tari mengerjap, benar juga. Tadi dia tidak siap di jemput oleh Arseno di depan pintu kos-kosan. Rasel sedang di belakang, menjemur pakaian. Sedangkan Evan sudah pulang lebih dulu ke kampung karena ada ternak dan sawah yang perlu di urus.

Gadis itu segera menyerahkan jaket dalam dekapannya, jaket milik Arseno. "Ini." Tari mau mengembalikan. Tapi Arseno malah menolak.

"Pake aja, jaket punya lo pendek tuh. Nggak ketutupan ntar," ujar Arseno dari atas motor. Hari ini Bam sudah bisa melayani bosnya seperti biasa.

Jangan gini, plis!!! Jerit Tari dalam hati. Gadis itu mengangguk terpatah. Mengembalikan jaket miliknya ke dalam rumah. "Oke."

"Muka lo kenapa merah? Demam?" Arseno hendak mengecek suhu tubuh Tari, tapi dia dengan cepat menepis pelan.

"Kepanasan," jawab Tari asal. Padahal pagi ini cukup berembun sehingga suhu terasa lebih dingin. Segera naik di jok belakang setelah memasang jaket Arseno kembali-bahkan parfum Arseno melekat kuat di kain jaket, membuat Tari sering tidak fokus-dan memasang helm.

My Illegal Boyfriend Where stories live. Discover now