22. Lost

5.7K 481 15
                                    

22. Lost

"Pada akhirnya, hanya tiga hal yang berarti: Seberapa banyak kau mencintai. Seberapa lembut kau menjalani hidup, dan seberapa ikhlas kau melepaskan sesuatu yang tidak dimaksudkan untukmu."

Buddha

Ada yang berbeda, pikir Ragil pagi itu saat keluar dari kamar. Biasanya di dapur, Mama sedang sibuk menyiapkan sarapan, di meja makan Papa sedang duduk sambil membaca koran, di tangga paling bawah Romeo pasti sedang memakai sepatu sambil sesekali menyahuti omelan Mama mau pun Papa. Tapi kali ini suasana rumah begitu hening. Tidak. Bukan kali ini saja, sudah dua bulan lebih keadaan rumah seperti ini saat weekend.

Setiap weekend Papa akan selalu pergi ke Malang sesudah pulang kerja bahkan pamitan padanya lewat telepon. Ragil tidak tahu apa yang membuat Papanya bolak-balik ke Malang, Mamanya yang memutuskan tinggal di Malang bersama Romeo dan sesekali mengunjunginya ketika sempat. Mereka diam ketika dia bertanya.

"Romeo ... buat ulah lagi di sana. Kalau nggak diperhatiin, nanti terjadi sesuatu sama dia." Adalah alasan yang selalu dikatakan oleh Papa ketika dia hendak pergi ke bandara.

Saat itu hari Jumat, tapi Papa mau pun Mama tidak pulang ke Jakarta. Ragil ingin menelepon tetapi ragu, takut mengganggu mereka. Tanpa sarapan, dia langsung pergi ke sekolah.

"Tau nggak, Shes. Anak kelas dua itu nggak boleh bawa motor apalagi mobil." Di depan gerbang terdengar suara malas yang membuat Ragil memutar bola mata karena kesal. "Sana balikkin dulu motor lo baru bisa masuk."

"Gue teraktir milkshake cokelat."

"Sori, tapi gue nggak nerima sogokkan."

"Plus toping oreo yang banyak."

Karsa diam menatap Ashes. "Hah?"

"Ditambah sama es krim rasa cokelat juga. Yang gede."

"Minta sama Andra juga dikasih yang gituan mah."

Ashes berpikir keras. "Ah! Gue tau tempat yang bikin lo nyaman tidur seharian tanpa ketahuan sama guru."

Mata Karsa yang semula tinggal lima watt langsung terbuka, dia menatap Ashes penuh selidik. "Di mana?"

"Ijinin gue masuk dulu dong, baru gue kasih tau."

"Oke."

Ragil hanya bisa melongo, tadi katanya tidak menerima sogokkan tapi pas dikasih tahu ada tempat nyaman untuk tidur langsung mengiyakan. Wakil ketua OSIS yang sekarang memang edan! Sepertinya lain kali dia harus menggunakkan cara ini untuk membujuk Karsa jika sewaktu-waktu dia telat masuk sekolah.

"Ragil," panggil Karsa saat Ragil berjalan melewatinya. "Romeo apa kabar? Dia ... tetep di Malang atau balik ke sini?"

Kening Ragil berkerut dalam, kenapa Karsa menanyakan tentang Romeo? Apa mereka akrab? "Kenapa lo nanyain Romeo? Memangnya dia kenapa?"

Karsa mengedikkan bahu. "Cuma nanya aja."

"Pasti ada sesuatu, kan?" tanya Haris tiba-tiba, sepertinya dari tadi mendengarkan pembicaraan Karsa dengan Ragil. "Lo nggak mungkin nanya tiba-tiba kalau nggak ada sesuatu. Lo sama Romeo nggak seakrab itu."

Karsa menatap Haris dan Ragil bergantian. "Apa gue terjebak cinta segitiga? Tapi kenapa kejebaknya sama cowok lagi bukan cewek?" Dia mendesah lalu pergi begitu saja.

"Oii, Karsa, jangan pergi! Jawab pertanyaan gue dulu!" teriak Haris seraya mengejar Karsa.

Ragil ingin ikut mengejar tapi Diki malah memanggilnya. Karena kelihatannya serius, Ragil memilih menghampiri Diki. "Ada apa?"

I'M BROKENWhere stories live. Discover now