14. The Truth

5K 498 32
                                    

14. The Truth

"Kau dan aku, kita sama-sama merasakan kesedihan dan luka. Ini semua bukanlah kesengajaan, tapi kita yang memilihnya."

Louder Than Bombs - BTS

"Penerbangan apaan? Romeo berangkat naik kereta bukannya pesawat." Suara mencemooh Tristan terdengar menyebalkan. "Haris ngasih tau tadi. Katanya Romeo naik kereta."

Ragil yang saat itu sedang berlari ke arah terminal bandara langsung terdiam. "Apa? Naik kereta?"

"Lha, Nyokap lo nggak ngasih tau?"

Ragil tidak menjawab, saat tahu bahwa sore ini Romeo akan pergi ke Malang dia langsung pergi ke Bandara setelah diberitahu oleh Mama. Tapi kenapa Mamanya berbohong? Kenapa harus bilang Romeo naik pesawat?

"Kapan keberangkatannya?"

"Mana gue tau. Lagian nggak ada manfaatnya juga ngasih tau lo."

Mata Ragil terpejam, ingin rasanya memukul Tristan andaikan cowok itu ada di hadapannya. "Tanyain ke Haris. Dia pasti tau."

"Njir, enak aja nyuruh-nyuruh gue setelah apa yang lo lakuin ke Romeo." Tristan mendengus pelan. "Lagian, lo bisa tanya ke Nyokap lo. Dia pasti tau."

Ragil menghela napas panjang, untuk menghemat waktunya dia segera pergi keluar bandara. "Mereka nggak akan ngasih tau gue."

"Kenapa lo ngotot banget pengen ketemu sama Romeo? Nyesel udah bikin hidup dia hancur?"

Ragil hanya bisa terdiam. Perasaannya kacau balau saat mendengar bahwa Mama dan Papanya mengirim Romeo ke Malang lebih cepat dari jadwal yang seharusnya.

"Tristan, tolong kasih tau gue. Kapan Romeo berangkat ke Malang?"

Terdengar helaan napas panjang di seberang telepon. "Dua jam lagi. Buruan ke sana sebelum terlambat."

Tanpa mengatakan apa pun Ragil segera berlari ke arah parkiran mobil dan pergi ke stasiun yang disebutkan oleh Tristan.

"Romeo!" teriak Ragil saat melihat Romeo sedang masuk ke dalam kereta. Dia mempercepat larinya dan memanggil Romeo berulang kali. "Romeo! Tunggu, Romeo!"

Sayangnya saat Ragil sampai di peron, kereta yang ditumpangi Romeo sudah melaju.

"Ngapain lo ke sini?" tanya Haris sinis.

Ragil tidak memedulikan pertanyaan Haris, kedua matanya terus menatap ke arah kereta yang membawa Romeo pergi. Dia mengambil ponsel dan mencoba menghubungi saudara kembarnya, namun sayangnya untuk kesekian kali panggilannya diabaikan oleh Romeo.

"Jangan berharap banyak." Haris berkata lagi. "Dia nggak akan pernah jawab telepon lo. Romeo ... udah terlalu kecewa." Dia menundukkan kepala sebentar saat teringat tatapan putus asa yang dia lihat di mata Romeo sebelum pergi.

Ragil tidak membantah, dia hanya bisa terdiam. Dia memejamkan mata ketika teringat tatapan kecewa yang dilayangkan Romeo padanya. Tatapan yang baru Ragil sadari kalau tatapan itu penuh dengan luka yang mungkin disebabkan oleh dirinya.

Sebelah alis Haris terangkat. "Kenapa keliatan sedih begitu? Bukannya lo seneng akhirnya bisa nyingkirin Romeo dari hidup lo?" Karena Ragil diam saja, Haris memilih pergi tetapi kembali berhenti saat teringat sesuatu. "Gue penasaran, apa yang bikin lo sebenci itu sama Romeo? Apa karena dulu Romeo pernah ninggalin lo?"

I'M BROKENDär berättelser lever. Upptäck nu