12. Broken

5.5K 621 51
                                    

12. Broken

"Kalau kamu berbuat baik seribu kali, jangan pernah berharap satu orang pun memujimu. Tapi, kalau kamu berbuat kesalahan sekali saja, kamu harus siap akan ada seribu orang yang mengutukmu."

Emha Ainun Nadjib

Romeo bergeming saat sang Papa menampar wajahnya, dia menundukkan pandangan. Sama sekali tidak membalas tatapan marah sang Papa.

"Apa maumu sebenarnya, hah? Kenapa kamu selalu mempermalukan saya? Sudah bodoh, nakal, sekarang mencuri soal ujian?" Sang Papa menarik napas panjang, tangannya terkepal kuat agar tidak melayangkan pukulan pada Romeo. "Gara-gara kelakuan kamu, saya jadi tidak punya wajah lagi di depan banyak orang."

Romeo mengangkat pandangannya. "Bukan saya."

"Jelas-jelas kamu yang melakukannya! Yang terekam di CCTV adalah kamu! Siang itu kamu juga tidak pergi ke lapangan. Tidak mungkin nilaimu naik begitu saja kalau bukan karena mencuri soal ujian itu."

Tiba-tiba pintu ruang kerja sang Papa terbuka, Mama berjalan cepat lalu melempari Romeo dengan kertas di tangannya. "Apa yang kamu pikirkan saat melakukannya, Romeo? Saya memang mengharapkan nilaimu naik tapi tidak dengan cara seperti ini. Tidak bisakah sekali saja kamu tidak membuat ulah dan tidak mempermalukan saya? Saya capek menutupi semua kesalahan kamu."

"Saya tidak melakukannya," bantah Romeo pelan, kata-kata Mama dan Papanya membuat seluruh tenaganya terkuras habis, bahkan hanya untuk membela diri pun dia sulit.

Mama menunjuk wajah Romeo dengan marah. "Kalau bukan kamu lalu siapa? Ragil? Kamu menuduh dia mencuri soal ujian?"

Romeo diam.

"Hanya karena dia mendapat peringkat satu bukan berarti dia sama sepertimu. Dia mendapatkannya dengan usaha sendiri bukan mencuri. Lagi pula, tidak mungkin Ragil melakukan hal bejat seperti itu."

"Jika saya membesarkanmu hanya untuk mendapat hal memalukan seperti ini, seharusnya sejak awal saya tidak membawamu ke sini."

"Bukan saya." Romeo naik pitam, ingatan ketika dirinya terduduk sendirian di depan rumah melintas dalam kepalanya. "Saya tidak pernah melakukannya. Bukan saya yang mencuri soal ujian itu."

Kali ini Mama yang menampar Romeo. "Diam! Berhenti menuduh Ragil. Hanya karena kamu membencinya bukan berarti kamu bisa melimpahkan perbuatanmu pada Ragil. Sudah cukup dengan meninggalkannya dan membuatnya buta, sekarang jangan hancurkan lagi hidupnya."

Entah mengapa, tamparan dan kata-kata Mama lebih menyakitkan dibandingkan tamparan dan makian Papa.

"Jika pun benar Ragil pelakunya, sudah seharusnya sebagai kakak yang pernah meninggalkannya hingga buta kamu menutup semua kesalahan Ragil."

Romeo diam terpaku.

"Hidup Ragil jauh lebih berharga dari hidupmu."

Serendah itu kah dirinya di mata sang Mama? Romeo menatap sang Mama dengan pandangan terluka. Kenapa dia harus melakukannya? Kenapa semua yang dia lakukan selalu salah?

"Pergilah ke Malang setelah liburan semester. Moga sekolah di sana ada yang mau menerima kamu. Sekarang pergi. Jangan pernah muncul lagi di hadapan saya."

Seperti robot, Romeo langsung menuruti perkataan Papa untuk pergi dari hadapan mereka. Dia bahkan tidak melirik Ragil yang saat itu baru pulang.

"Romeo," panggil Ragil. "Lo ..."

Romeo melirik Ragil, kata-kata yang diucapkan Mamanya membayang kembali dalam kepalanya dan itu membuat amarah perlahan menguasi dirinya. Dia kembali berjalan menuju kamarnya. Dengan marah melempar ranselnya ke arah meja belajar dan membuat semua yang ada di atas meja tersebut jatuh ke lantai.

I'M BROKENМесто, где живут истории. Откройте их для себя