Tidak Bisa Kutemukan

191 80 164
                                    

Tidak terasa, waktu berjalan begitu cepat. Akhir semester sudah semakin dekat. Pekan depan sudah akan dilaksanakannya ujian akhir semester satu, tentu saja itu membuatku sedikit takut dengan soal yang nantinya akan keluar.

Sore ini, aku sudah bersiap-siap untuk segera berangkat menuju perpustakaan yang ada di pusat kota. Tentu saja, bersama Devan. Ha ... memangnya ada yang mau pergi denganku selain dia? Lagipula dia yang memintaku, untuk mengajarkan beberapa materi yang sulit dipahami olehnya.

Ting!

Pesan masuk ke ponsel pintarku, aku yakin ini dari dari Devan. Dengan segera, aku pun membuka pesan tersebut.

Udah di depa Bro!

Aku berpikir akan lebih baik untuk tidak membalasnya. Jadi, aku segera melangkah keluar dari ruangan ini. Tepat saat aku membuka pintu, aku sedikit terkejut, karena melihat sosok Rei ada di seberang sana dan membalas pandanganku.

"Mau ke mana?" tanya Rei, kemudian menutup pintu kamarnya dari luar.

"Belajar bareng Devan, Rei mau ke mana?" Aku balik bertanya, bukankah itu yang seharusnya kulakukan?

"Ke dapur, makan," jawab Rei singkat, kemudian jalan mendahuluiku.

Aku melihat punggung mungil Rei dari belakang, sepertinya dia sedikit lebih kurus dari beberapa bulan lalu. Apa karena hari ujian sudah semakin dekat? Ah, apa yang baru saja aku lakukan? Memperhatikan tubuh Rei seperti orang mesum, enyahlah diriku sekarang juga.

"Ge?"

"Ha, iya?" Aku sedikit terkejut, karena Rei berbalik dan memanggilku.

"Hati-hati," ucap Rei kemudian kembali melangkah dan menuruni anak tangga satu per satu.

Hawa panas terasa menjalar ke seluruh wajahku, bagaimana bisa? Hanya dengan satu kalimat darinya bisa membuatku merasa senang seperti ini. Mungkin aku sudah kehilangan akal sehatku. Sangat berbahaya! Bagaimana bisa aku menjadi seperti ini di saat ujian akhir semester sudah dekat?

Drrrt! Drrrt!

Getaran ponsel di saku celana membuatku tersadar, segera aku geser ikon hijau untuk menjawab panggilan dari Devan.

"Halo?"

"OI, BANGSAT! LAMA BANGET, NJIR. LUMUTAN GUE NUNGGUIN LO INI! KAYAK CEWEK AJA KEBANYAKAN DANDAN LO, YA!"

Terdengar Devan tengah di dalam lautan emosi dari seberang sana. Bahkan dia tidak membiarkan satu kalimat pun keluar dari bibirku.

"Ya, gue jalan ke bawah ini," ucapku dengan malas.

"BURUAN, GEAN SIPUT!"

Tut!

Aku memutuskan panggilan jarah jauh itu, karena merasa gendang telingaku hampir mencapai batasnya. Oh, ayolah! Siapa pun pasti akan melakukan hal yang sama, jika mendapatkan panggilan dari Gorila dalam wujud manusia seperti Devan itu.

Aku pun segera melangkah turun, agar tidak mendapatkan amukan yang lebih parah lagi dari mantan teman sebangkuku itu. Sesampainya di bawah, aku mencari Tante Mila untuk izin pergi ke luar rumah dan mungkin akan pulang sedikit larut.

"Mama pergi ke acara kantor," ucap Rei dari arah dapur, seolah mengerti siapa yang tengah aku cari.

"Hm gitu, oke. Kalo gitu aku berangkat dulu, ya?" pamitku dan segera pergi dari sana.

Setibanya di tempat tujuan, aku dan Devan segera memilih meja yang terletak di sudut ruangan. Hari ini perpustakaan terlihat sedikit lebih sepi, mungkin tidak banyak yang suka belajar di sini, pikirku.

U R My ...? [Terbit✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang