Pulang Duluan

260 140 137
                                    

Aku melihat ke arah Devan dengan penuh tanda tanya, sedangkan pemuda itu tampak gundah sekarang, semacam telah melakukan sesuatu kejahatan saja. Tunggu, jangan bilang bahwa Devan ....

"Kenapa?" tanyaku penasaran.

"Jadi gini, Ge. Gue ubah nama yang ada di sampul buku gue dengan nama lo, tapi tau-taunya di sana punya lo udah ada, njir. Jadi sekarang yang gak ngumpulin tugas itu gue," jelas Devan yang berhasil membuatku terharu.

"Devan ...?"

"Apa, njir!"

"Lo baik banget, makin sayang, deh," ucapku dan membuat jariku berbentuk hati.

"Alay lo, jijik gue, bangsat. Gue cuma balas kejadian setahun lalu. Tau-taunya lo udah kumpulin, njir. Abis deh gue kali ini sama Pak Santo."

"Eh! Gue gak tau woi buku gue kok ada dua di sana, padahal gak ada kumpulin satu pun."

Cinta satu malam oh indahnya! cinta satu malam buatku melayang, walau satu malam ....

"Maaf anak-anak, saya angkat telepon dulu," ucap pak Santo dari depan kelas, kemudian keluar dengan terburu-buru.

Satu kelas tergelak girang, aku yakin mereka juga merasa geli dengan nada dering dari ponsel tua milik Pak Santo. Berbeda dengan murid lain, Devan yang sepertinya melihat kesempatan, langsung melangkah maju ke depan. Aku yakin, dia pasti mencari bukunya yang bertuliskan namaku.

"Udah diubah?" tanyaku, tepat saat dia mendaratkan bokong ke kursi yang ada di sebelah.

"Udah, dong!" jawabnya dan meninjuku pelan beberapa kali.

"Geser otak lo, ya?"

"Seneng banget gue gak jadi dihukum, njir," balasnya, kemudian berhenti menggangguku.

Sepulang sekolah, aku dan Devan dengan santai berjalan menuju parkiran. Tentu saja, kali ini aku dan dia sangat bersemangat ingin pergi ke warung internet, mencoba game online keluaran terbaru bulan ini.

Sesampainya di tempat tujuan, kami langsung mencari tempat yang paling belakang, tentu saja itu tempat favoritku dan Devan. Jika ditanya mengapa, karena tidak banyak bocah-bocah pengganggu datang ke sini.

Aku duduk dan mulai memilih paket jam mainku. Dulu saat kami masih SMP, tempat ini menjadi favorit para anak muda, bahkan selalu ramai setiap pulang sekolah. Namun, berbeda dengan sekarang, semua orang sudah memilih bermain di rumah dengan ponsel atau komputer yang mereka punya.

"Ge?"

"Ha?"

"2 jam?" tanya Devan yang kujawab dengan anggukan.

Sangat asik bermain, sampai aku 'tak terasa sudah 1 jam duduk di sini. Meski menikmati waktu bersama Devan kali ini, tapi aku merasa ada yang 'tak sengaja tertinggal di sekolah.

"Ge, abis ini makan bakso pedas depan gang warnet, kuy?" ajak Devan tanpa mengalihkan pandangannya dari komputer.

"Pedes? Gue gak bis—"

"Ya, Tuhan, Dev! Gue kelupaan sesuatu, njir! Gue balik duluan, ya?"

Begitu mendengar kata pedas aku sangat ingat apa yang telah aku lupakan dan tinggalkan di sekolah. Rei. Aku tidak sengaja meninggalkannya, padahal kami pergi bersama-sama hari ini. Seharusnya aku lebih melihatnya sebelum pergi bersama Devan tadi.

"Gila lo, ya? jerit-jerit gitu, ya udah sana gih balik, awas mati, ya?" kata Devan yang membuat tanganku dengan ringan memukul kepalanya.

"Sakit bangke, pulang sana lo, ah!"

U R My ...? [Terbit✓]Where stories live. Discover now