Bulan yang Datang

277 150 165
                                    

Aku turun ke bawah untuk menemui Tante Mila, tampak ia masih sibuk bergelut dengan alat dapur. Perlahan aku dekati meja masaknya dan melihat wajah cantik wanita paruh baya itu seolah berkata, "Tanyai keperluanku sebelum aku mengatakannya terlebih dahulu, aku mohon ...."

"Ada apa, Ge?" tanya Tante Mila, setelah mengelap tangannya di celemek masak yang tengah dikenakan.

Entah kenapa, mendengar pertanyaan beliau, membuatku merasa Tante Mila bisa membaca isi pikiranku. Benar-benar lega tidak perlu mengatakan apa yang aku ingin terlebih dahulu.

"Hmm, anu, Tan. Ehm ... di atas bocor," ucapku sedikit gugup.

"Ha? Bocor? Di mana? Kamar kamu? Atau kamar Rei? Aduh ... harus panggil tukang ini," jawab Tante Mila, kemudian mencuci tangannya di wastafel.

"Maksudnya gak bocor yang itu, Tan," sanggahku sambil menggaruk kepala yang tidak gatal.

"Loh? Jadi?" tanya Tante Mila bingung.

"Hmm ... ada pembalut gak, Tan?"

Mendengar ucapanku Tante Mila terlihat menahan tawa, sepertinya beliau mengetahui apa yang aku maksudkan dengan kata bocor sebelumnya. Baiklah, sepertinya, aku sering salah mendeskripsikan hal-hal tentang para gadis. Tidakkah kalian; perempuan, merasa semua tentang kalian itu rumit? Namun, kalian sangat istimewa dengan semua yang kalian miliki tersebut, itulah yang dikatakan ibuku ketika aku masih kecil.

"Si Rei?" tebak Tante Mila yang aku jawab dengan anggukan pelan.

"Gimana, ya, Ge? pembalut lagi abis, tante juga belum kelar masak. Kamu bisa tolong beliin di minimarket depan sana, gak?" pinta Tante Mila yang berhasil membuatku secara spontan menggeleng.

"Kalo gitu kamu gantiin masak aja, gimana?"

"Kalo gitu sini uangnya biar Gean yang beli, Tan." Mendengar kata masak, membuatku langsung memilih untuk pergi, bukan tidak bisa melakukannya, hanya saja, kali ini Tante Mila membuat menu yang sulit, terlebih lagi aku hanya bisa masak menu sarapan.

"Ambil di atas tv, Ge."

"Hm iya, Tan, kalo gitu, Gean siap-siap dulu," pamitku, kemudian berlalu menjauh dari sana, setelah mendapat jawaban dari Tante Mila.

Aku kembali ke kamar, mataku kembali tertuju ke arah kasur yang terkotori oleh noda darah. Setelah menyatukan semua kejadian hari ini, sepertinya aku paham kenapa kasurku bisa kotor seperti itu, pasti Rei merasa lelah setelah membantuku, kemudian duduk di sana tanpa sadar bahwa dia sedang datang bulan.

Menghela napas berat, kemudian aku meraih topi dan masker untuk pergi ke minimarket, tidak lupa juga mengenakan jaket dan kacamata hitam. Bisa dianggap berlebihan, tapi ini aku lakukan karena merasa malu, jika harus membelinya dengan cara terang-terangan. Setelah merasa siap, untuk bertempur; membeli pembalut Rei, aku pun keluar dari kamar.

"Akhhh! Astaga!" Aku terkejut saat melihat kepala menyembul dari pintu yang ada di depan kamarku.

"Rei buat aku kaget," ucapku dengan tangan yang masih berada di dada.

"Maaf," balas Rei dan menatap datar ke arahku.

"Btw, kenapa lo kayak gitu?" tanya Rei sambil melihat penampilanku. Mungkin, ini terlihat aneh di matanya.

"Karena mau beli pembalut buat Rei."

"Mama?"

"Tante belom kelar masak, kalo gitu aku pergi dulu, ya," pamitku dan menutup pintu kamar.

"Ge?"

"Hm," jawabku, lalu kembali berbalik.

"Makasih."

U R My ...? [Terbit✓]Where stories live. Discover now