Bertemu yang Tidak Ingin Ditemui

189 95 124
                                    

"Ah, gue males," jawab Rei, mendengar ajakan Sora untuk bertemu dengan murid dari sekolah lain.

Aku sedikit tidak mengerti tentang obrolan mereka, mungkin bisa dikatakan seperti kencan buta? Sora mengenal seorang siswa dari grup chat ekskul drama, sepertinya mereka dekat dan ingin bertemu. Sora mengajak Rei, karena pemuda itu juga mengajak seseorang, ya ... begitulah yang bisa aku simpulkan, dari perbincangan mereka sebelum pelajaran berlangsung hari ini.

"Gak ada anak ceweknya?" Kali ini Devan membuka suara, aku melihat wajahnya yang seperti anak kucing minta ikan asin, memandang penuh harap ke arah Sora untuk pertanyaannya itu.

"Ada, lo mau ikutan?" tanya Sora dan berhasil mendapatkan anggukan penuh antusias, pertanda jawaban setuju dari Devan, aku yang melihat itu hanya menggeleng pelan, bagaimana bisa dia menjadi segenit ini? Pikirku.

"Lo gak ikutan juga, Ge?"

Devan membuatku sedikit tersentak, sedari tadi aku tidak merespon percakapan mereka, melainkan menyimak, kurasa itu lebih dari cukup. Entah kenapa, rasanya tidak berniat untuk ikut hal yang seperti ini, mengenal orang luar bukanlah keahlianku, aku tidak cukup baik dalam bergaul dan aku sadar itu.

"Ikut gak?" Rei yang duduk di sebelahku pun bertanya, karena tidak melihatku merespon jawaban Devan.

"Oh, itu ... Rei ikut?" Aku balik bertanya dan melihat Rei.

"Gue males, sih," jawab Rei, aku pun sedikit merasa lega. Lega?  Namun, kenapa?

"Jadi kalo Rei gak ikut, lo gak ikutan, gitu?" Devan membuatku sedikit tertegun, Sora dan Rei pun melihat ke arahku, aku merasa terintimidasi saat ini. Bagaimana jika Rei merasa aku sebagai orang aneh? Ha ... aku tidak mengerti perasaanku terhadap Rei dan sekarang ditambah pertanyaan Devan, semakin membuatku berpikir keras.

"Oi! Gue tampol pake sepatu, ya? Jawabnya lama bener."

"Eh, iya ya, gue ikut. Nanti jemput aja pokoknya," jawabku sedikit kesal.

"Emang kapan ketemuannya, Ra?" tanya Devan.

"Akhir Minggu ini," jawab Sora dengan semangat.

"Oke oke, pokoknya lo jemput gue aja," ujarku kepada Devan, seperti seorang raja memberi perintah kepada budaknya.

"Ya, gue jemput."

Hari yang dinantikan oleh Devan pun tiba, aku sudah bersiap-siap dengan rapi. Ya ... tentu saja, sebenarnya aku merasa malas untuk mengiyakan ajakan Devan.

Aku turun menuju ke ruang televisi, melihat Rei dan Tante Mila tengah menikmati drama yang biasa mereka tonton, terkadang aku juga ikut melihat, itu kulakukan sekedar untuk menghabiskan waktu bersama dengan mereka. Meskipun aku tidak begitu menikmatinya, karena aku merasa lebih suka dengan anime dibandingkan drama korea.

"Ge, udah mau pergi?" tanya Tante Mila, saat melihatku tengah mengenakan sepatu.

"Iya, Tan. Ge pulangnya agak sorean, ya?"

"Iya, hati-hati, Gean," ujar Tante Mila yang kujawab dengan anggukan, kemudian melangkah ke luar rumah.

Saat membuka pintu, aku dikejutkan dengan Devan yang sudah menungguku di atas sepeda motornya. Dia tersenyum sambil melambaikan tangan, bisa dikatakan penampilannya saat ini benar-benar maskulin, kurasa dia sangat berniat untuk memiliki kekasih sesegera mungkin.

"Naik, Bro," ucapnya dan aku turuti.

Selama di perjalanan, aku bertanya beberapa hal mengenai orang yang akan kami temui, di mana tempat pertemuannya, bagaimana jika nanti aku tidak bisa mengalir dalam pembicaraan mereka. Aku mengutarakan semua yang ada di pikiranku, tapi, Devan selalu mengatakan tidak apa-apa, sepertinya dia mencoba menenangkanku.

Sesampainya di tempat, aku mengikuti langkah Devan yang ada di depanku. Setiba di meja, aku melihat beberapa orang di sana, 1 pria dan 3 perempuan salah satunya Sora, tampak mereka tengah asik berbincang sebelum kami datang.

"Hai," ucap Devan ramah kepada semua.

"Halo, silahkan duduk," jawab salah seorang di antara mereka.

Aku duduk di sebelah Devan, sejauh ini masih baik-baik saja, aku memesan minuman dan makanan yang aku suka. Aku juga bisa mengalir ke dalam perbincangan mereka, topik yang ringan, aku suka itu.

"Hey, kalian! Maaf lama nunggu."

Terdengar suara dari belakangku, aku kenal jelas siapa ini. Suara berat yang sering menghantuiku dulu. Aku enggan berbalik, tapi rasa penasaranku jauh lebih besar saat ini. Aku ingin memastikan, apakah benar dia orang yang aku kenal 5 tahun lalu?

"Oh ... halo, ada Gean. Lama gak ketemu, Ge."

Ah! Pertanyaannya menganggu. Dia duduk di sebelah kiriku, rasanya ingin saja aku segera pergi dari sini. Namun, bagaimana dengan kesenangan Devan dan Sora? Pasti mereka akan merasa tidak nyaman dengan teman-teman baru mereka.

"Sandi ... coba liat ke mari, gue mau kenalin lo sama temen gue," ucap Sora dan mengambil gambar sandi dengan kamera ponselnya.

"Btw, kalian udah saling kenal, ya?" Kali ini Devan bertanya, mungkin karena melihat Sandi menyapaku saat pertama kali datang.

"Hm anu ... itu, kam—"

"Kami temen lama. Lo sendiri? Udah berapa lama kenal sama Gean?" Sebelum sempat aku menjawab, Sandi sudah lebih dulu menjawab Devan yang duduk di sampingku.

"Kami kenal kelas 10," ujar Devan dan fokus kembali pada makanannya.

Aku benar-benar gugup saat ini, mengapa orang yang tidak ingin aku temui malah datang ke acara ini? Ini bukanlah hal baik, pikirku. Haruskah aku ke toilet sebentar? Namun, sangat aneh karena aku belum memakan atau minum apa pun di sini.

"Apa kabar, Ge?" Sandi melihatku dengan tersenyum, bisa kulihat itu bukanlah senyuman tulus, dia terlihat sangat mengintimidasi.

"Gue baik," jawabku 'tak berani menatapnya.

"Lo kenapa?" Devan berbisik dan memandangku sedikit khawatir.

"Gue gak apa-apa, kok."

"Muka lo pucat gitu, tangan lo gemetaran juga," bisik Devan lagi dan kujawab gelengan pelan.

"Lo udah banyak berubah, ya, Ge? Apa sekarang masih tinggal di sana? Hm ... gimana rasanya? Gue penasaran, kenapa Rei mau terima lo di tempatnya," ujar Sandi pelan, tapi masih bisa aku dengar.

Aku diam, bagaimana ini? Sepertinya dia terus mengoceh tentang hal yang membuatku kesal, tapi, jika aku tersulut emosi dan menciptakan kerusuhan di sini, itu hanya akan membuat Sora dan Devan malu.

"Gue mau tau, kayaknya lo senang di sana, Rei cantik, 'kan? Hm ... gimana bilangnya, ya? Pasti pernah, dong. Gak sengaja masuk ke kamar dia, gimana badannya?"

Aku mengepal tangan, ingin sekali rasanya menghantam wajah pemuda yang tengah duduk di sebelahku ini. Namun, lagi-lagi aku mengurungkan niat untuk itu, sejak dulu, aku juga tau, bahwa melawannya hanya sia-sia, tapi, menyebut nama Rei dengan mulut kotornya? Aku merasa tidak terima.

Cuuur!

Aku terkejut, saat rasa dingin sedikit mengenai bahuku. Sepertinya, bukan hanya aku yang merasa kaget, tapi semua yang ada di sini merasakan atmosfer yang berbeda.

"Rei!" pekik Sora yang 'tak dipedulikan oleh Rei.

Rei datang! Itulah yang terjadi, dia menyiram minumannya ke atas kepala Sandi. Sejak kapan dia ke sini? Apa sudah dari tadi? Di mana Rei duduk? Kenapa aku tidak menyadarinya? Apa Rei mendengar semua yang dikatakan Sandi?

.
.
.
Hai hai gimana nih? Jangan lupa vote nya yak❤️

U R My ...? [Terbit✓]Where stories live. Discover now