Teman Sebangku Baru

245 121 155
                                    

"Gean!" panggil Devan dari pintu, saat aku baru saja mendaratkan bokong ke kursi.

Aku melihat Devan berjalan mendekat, diberikannya permen karet ke atas mejaku, kemudian berjalan dia menuju ke kursinya.

"Gue gak bisa makan gummy," ucapku.

"Yakin? Lagi sakit gigi lu, ya?" Jawab Devan dan melihat pipiku yang sedikit membengkak.

Memang benar, aku tengah sakit gigi. Sepertinya seminggu penuh aku terus mengonsumsi makanan yang manis, baru-baru ini ada toko kue yang selesai dibangun dan terletak dekat dengan minimarket tempatku berbelanja. Jadi, setiap pergi ke minimarket, aku akan menyempatkan untuk membeli beberapa kue manis, dibawa pulang dan dimakan selagi belajar.

"Pegang," kata Devan dan menekan pipiku dengan telunjuknya.

"Sakit, bego!" jawabku dengan menatap marah ke arahnya.

"Waaa! Udah parah ni, njir. Hahaha, gue tadinya gak sadar tu pipi bengkak, kalo udah gini makin jelek muka lu."

Bukannya kasian melihatku yang tengah menderita, tapi Devan tertawa dengan terus mengejekku. Aku harap hanya aku yang sial mendapatkan teman sepertinya, semoga kalian tidak.

"Diem lo ah! Sakit banget, nih," kataku dengan memegang pipi.

"Uluh uluh, kasiannya," ucap Devan dengan wajah yang sangat menjengkelkan.

Aku 'tak menggubris ledekan Devan, kemudian sibuk mengeluarkan buku yang ada di dalam tas, menyusun pulpen dan penggaris di satu tempat, agar mudah untuk digunakan. Jujur saja, meski aku anak yang sering dihukum, tapi bisa dibilang ada sedikit kelebihan dalam diri ini, contohnya aku rajin dalam semua mata pelajaran, ya ... walaupun nilaiku hanya sedikit di atas rata-rata. Tapi bisa dibilang, aku murid yang tidak malas.

"Gimana sama ekskul bahasa inggris yang lo ikutin?" tanya Devan dengan nada penasaran.

"Oh, itu katanya sih banyak yang ikutan taun ini, mungkin anak tahun pertama."

"Kalo ada yang cantik kenalin, ya?" ucap Devan yang berhasil membuat tanganku mendarat ke atas kepalanya.

"Oh ... jadi gini! Minggu lalu lo bilang suka Rei, sekarang mau cari cewek lain," ucapku dengan terus melayangkan pukulan.

"Oi! O! Sakit, njir. Jadi lo pikir yang gue bilang minggu lalu, serius? Ya kali, Rei itu bukan tipe gue, Ge. Lo liat tu badannya, mungil kek bayi."

"Tapi dia tetap cantik, kok," kataku tidak terima, karena merasa Devan menjelekkan Rei di dalam kalimatnya.

"Iya ya, deh! Kalo soal itu gue nyerah. Btw kalo mau ikut ekskul itu, anak tahun akhir bisa, gak?"

"Gak tau, mungkin boleh. Gue di sana buat bantu jadi pembimbing bagi yang baru, soalnya 'kan gue udah dari taun pertama ikutan, katanya semester 2 ini nanti gue gak boleh ikutan lagi."

"Ya lo kan emang udah jago," ucap Devan dengan nada mengejek.

"Ya seenggaknya kalo lo udah oon, gue gak boleh ikutan," balasku dengan santai.

"Njir, dalam banget tu kata-kata kek kata putus dari doi," ujarnya yang berhasil membuatku terkekeh geli.

Suara langkah kaki membuatku dan Devan bersamaan melihat ke pintu. Terlihat Rei berjalan dengan santai dengan headset di telinga kirinya, mungkin dia tengah mendengar lagu? Pikirku.

Ah, ya! Mengenai Rei, beberapa hari lalu aku sempat berbincang dengannya tentang Sora. Menurut Rei, Sora sedikit kesal dengannya, mereka tidak berbicara hingga 2 hari. Namun, Rei mengatakan bahwa hubungannya dengan Sora, sudah baik-baik saja.

U R My ...? [Terbit✓]Onde as histórias ganham vida. Descobre agora