#27 Menyesal

Mulai dari awal
                                    

Ponsel yang sejak kemaren tidak pernah mencari kontak Aiza, kini sibuk mencari nama Aiza . Fakhri memasang headseat, mulai menelfon Aiza dan berharap panggilannya dijawab.

Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan.

Fakhri mengernyit, sudah lima kali menelfon, namun lagi-lagi hanya suara operator yang menjawab.

"Aiza .... saya tahu kamu marah, tapi tolong angkat telfon saya."

Fakhri sudah mengirim SMS puluhan kali, meminta maaf, menanyakan di mana keberadaan Aiza, meminta Aiza untuk mengaktifkan ponsel, namun ia tidak kunjung mendapat balasan.

Sepuluh menit berlalu Fakhri mulai kalut, ia memutuskan melajukan mobil dengan kecepatan tinggi. Perasaan bersalah, cemas dan takut kini menguasi hatinya. Fakhri takut jika Aiza benar pergi dan tidak lagi kembali ke rumah.

Fakhri kini membenci dirinya sendiri, ia baru menyadari takut kehilangan Aiza yang selama ini ada untuknya.

Tidak menghiraukan kekesalan mobil lain, Fakhri melajukan mobilnya dengan kencang. Yang ia inginkan saat ini hanya cepat sampai di rumah dan melihat Aiza yang menyambutnya dengan senyum ceria seperti biasa.

Tepat jarum jam yang menunjukkan setengah enam sore, mobil Fakhri sampai di halaman. Fakhri buru-buru turun dan langsung berlari ke rumah. Mendapati pintu yang masih dikunci, membuat hatinya kian takut. Fakhri mengeluarkan kunci rumah yang menyatu dengan kunci mobilnya, lalu membuka pintu dan masuk ke rumah memanggil nama Aiza.

"Aiza ..."

Langkah Fakhri terhenti melihat ruangan yang begitu sunyi. Tidak ada Aiza yang menyambutnya seperti sebelumnya, bahkan aktifitas dapur yang biasanya sudah terisi dengan rutinitas Aiza juga terlihat lengang dan kelam.

"Aiza ... " Fakhri melanjutkan langkahnya menuju kamar Aiza. Berharap Aiza sedang di kamar. Namun, begitu membuka kamar, Fakhri tidak melihat Aiza di sana. Langkah kaki Fakhri berlari menyelusuri setiap bagian rumah, suaranya terdengar menggema memanggil nama Aiza.

"Aiza ..." Sudah mencari ke setiap sudut Fakhri tetap tidak menemukan Aiza. Fakhri terduduk lemas di lantai Aiza. Tatapannya sendu menatap foto pernikahannya dengan Aiza.

"Kamu di mana, Aiza? Pulang, aku mohon," lirihnya. Melihat wajah yang tersenyum membuat Fakhri semakin dilanda rasa bersalah teramat dalam.

Drrt ... Drtt ...

Fakhri mengambil ponselnya di saku. Melihat nama Fara di layar membuat Fakhri kini mengambil napas dalam dan menghembuskannya perlahan.

"Assalamu'alaikum, Nak."

"Wa'alaikumsalam, Bunda." Mendengar suara Fara sejujurnya membuat Fakhri takut Fara akan bertanya Aiza di mana.

"Kamu apa kabar? Bunda ganggu nggak?"

"Nggak, Bund. Alhamdulillah kabar Fakhri baik."

"Alhamdulillah." Fara menghela napas lega. "Kalau kabar Aiza gimana, Nak? Bunda telfon ponselnya kok nggak aktif ya."

Jantung Fakhri bergerak cepat. Apa yang harus dijawabnya ke Fara? Fara bertanya Aiza itu artinya Aiza tidak di sana sekarang. Lalu ke mana Aiza?

Fakhri menghembus napas sesak. Aiza tidak menceritakan masalah ini ke Fara. Sampai saat semuanya tidak tahu masalah mereka. Aiza perempuan yang hebat, kenapa dia bisa menyia-nyiakan istri sebaik Aiza?

"Fakhri?"

Fakhri tersentak, lupa telfon masih terhubung.

"Ada, Bunda." Sangat berbalik dengan keadaan sebenarnya, Fakhri berbohong. Ia bahkan tidak tahu di mana keberadaan pasti Aiza saat ini.

Tidak lagi terdengar jawaban Fara. Fakhri melirik layar ponsel, masih menyala dan belum dimatikan. Tepat ketika benda itu kembali menempel di telinga kirinya, Fakhri mendengar suara televisi di seberang yang disusul suara Fara yang tadi mengatakan sebentar.

Fakhri mengenyit sekaligus khawatir begitu mendengar tangis Fara. "Bunda, ada apa?" tanya Fakhri. Namun, pertanyaannya tidak kunjung dijawab, Fakhri hanya merdengar lirihan Fara dan tidak lama kemudian ia mendengar suara Fara yang membentak marah.

"Fakhri! Di mana Aiza!?"

Fakhri tersentak. Apa Bunda tahu dia berbohong?

"Bunda-"

"Kenapa bohong Fakhri!?" bentak Fara semakin marah. Fakhri hanya bisa tertunduk diam. "Kenapa bohong Aiza ada di rumah!? Kamu bilang Aiza di rumah tapi kenapa beritanya di Aceh?" lirih Fara terisak.

Jantung Fakhri berdebar kencang. "Maksud Bunda apa?"

"Aiza ... Aiza kecelakaan ..." Fara semakin terisak.

Fakhri bergeming di posisinya. "Aiza kecelakaan?"

"Lihat berita, Fakhri! Kenapa membohongi Bunda?" teriak Farah membentak, suara Fara terdengar bergetar, sesaat kemudian sambungan terputus.

Fakhri mengusap wajahnya frustasi. Ia menggeleng tidak percaya. Aiza tidak mungkin kecelakaan. Fakhri beranjak cepat dan melangkah kakinya ke ruang keluarga.  Ia mengambil remot dan menghidupkannya dengan jantung yang tidak tenang.

"Telah tejadi kecelakaan sore ini pukul 17.00 WIB . Ditemukan Taxi yang diperkirakan membawa penumpang perempuan meledak ditepi pembatas jalan."

Fakhri bereming. Perasaannya benar-benar tidak enak lagi. Apa ini benar?

Ia menggeleng. Mencoba tidak percaya itu bukan Aiza, itu pasti orang lain.

"Dari penglihatan saksi, taxi mencoba menghindari truk didepannya, namun taxi terlambat hingga merobos pembatas pagar tepi jurang. Perkiraan dari penyelidikan polisi ada penumpang dalam taxi. Dilihat dari KTP yang ditemukan, penumpang merupakan perempuan dengan inisial AH."

Tiga KTP diperlihatkan di layar, dua utuh berisi KTP laki-laki dan satu lagi terbakar setengah milik perempuan. Namun nama dan tanggal lahir yang jelas serta bisa dibaca membuat Fakhri kembali bergeming.

"Ini pasti salah."

Fakhri benar-benar frustasi, ia mencoba tidak percaya. Namun, semakin tidak percaya, semakin besar rasa yakin menguasai hatinya. Ia mengambil cepat ponselnya, mencari nama Aiza untuk dihubungi.

"Aiza ... angkat telfon saya," lirih Fakhri, kakinya bergerak tidak tenang menunggu.

Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan.

Arghh ....

Fakhri menggeram kesal. Melempar ponselnya ke sofa, ia benar-benar kesal dengan operator yang kembali bersuara. Yang diharapkannya suara Aiza bukan suara operator yang kini semakin membuatnya gelisah. Fakhri mengusap wajah frustasi, ia benar-benar marah pada dirinya sendiri, bahkan kini ia membenci dirinya sendiri karena telah membiarkan Aiza pergi

"Aiza ... maaf ...." Untuk kedua kalinya air mata penyesalan kembali jatuh. Namun, semuanya sudah terlambat.

******

Nah kalau gini jadi kasian sama Fakhri apa malah senang akhirnya Fakhri menyesal?

Part berikutnya akan akan ada kemarahan dari orang yang menyangi Aiza. Siapain tisu, siapin hati.

See you ❤️

Bukan Aku yang Dia Inginkan [ Publish lengkap ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang