10

2.8K 473 238
                                    


Ponsel masih menempel di telinga Namjoon

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ponsel masih menempel di telinga Namjoon. Sejak kemarin ia tidak bisa menghubungi Jiandra dan Tama sama sekali. Mereka berdua benar-benar seperti ditelan bumi. Tiba-tiba menghilang begitu saja. Namjoon bersandar pada dinding gapura gerbang sekolah Jiandra. Menunggu Jiandra keluar dari gerbang sekolah.

Ia khawatir. Sebab pada penyadap suara yang diletakkan Yoongi (entah bagaimana caranya) di rumah Oliver kemarin, Namjoon mendengar dengan jelas bagaimana Jiandra, Tama, dan Oliver bertengkar. Tama memanggil-manggil Jiandra dan Oliver, meminta Oliver untuk membuka pintu. Tetapi, sialnya Namjoon tidak bisa mendengar percakapan Jiandra dengan Oliver sedikitpun. Ia hanya mendengar suara Tama setelah Jiandra berteriak untuk jangan memukul Tama.

Namjoon hanya takut jika Jiandra lagi-lagi dipukuli sampai sesak seperti kemarin.

Ia menurunkan ponsel. Menghampiri Jiandra yang keluar dari gerbang sekolah.

"Ji," panggil Namjoon seraya mendekat di kerumunan anak. Jiandra menoleh, membeku sesaat ketika berhadapan dengan Namjoon. Tangannya terkepal.

"HP-mu dimana? Papoy dari kemarin WA nggak ada balesan sama sekali. Rusak?" tanya Namjoon. Jiandra menyingkir, menyeret Namjoon untuk berbicara di pinggir trotoar agar tidak menghalangi jalan.

"Ngapain Papoy ke sini?" tanya Jiandra.

"Jemput kamu, lah. Sekalian jemput Tama juga. Itu Tama di mobil."

Dahi Jiandra mengerut. Ia tatap mobil sedan hitam Civic model terbaru yang terparkir di depan sekolah Jiandra. Lantas, tanpa menjawab, Jiandra melangkah mendekat pada mobil Namjoon. Membuka pintu mobil bagian belakang. Menatap Tama yang duduk di sana dengan mata yang tertutup. Tama sedikit menoleh saat mendengar pintu mobil dibuka.

"Tam!" protes Jiandra. Kedua alis Tama terangkat ketika mendengar suara Jiandra. "Ji, mending lo jelasin aja semuanya. Kali aja dibantu."

"Lo—sumpah, nyesel gue cerita ke lo," tukas Jiandra.

"Ji," panggil Tama, tetapi Jiandra tidak menjawab. Ia menghela napas kasar. Namjoon menepuk punggung Jiandra pelan. "Ngobrolnya di dalem mobil aja. Ayo, panas nih. Gosong nanti."

Namjoon masuk ke dalam mobil. Sedangkan Jiandra yang sejak tadi bergeming pun akhirnya ikut masuk dan duduk di bangku belakang meski ia mendengkus kesal terlebih dahulu. Namjoon melihat spion, menjalankan mobil.

"Aku nggak minta dijemput," celetuk Jiandra memecah hening. Namjoon menatap Jiandra dan Tama dari spion dalam mobil. Ia mengulum bibir, "halah, biasanya juga minta Papoy jemput gitu kalau udah panas banget."

"Gue bukan anak lo."

Sekonyong-konyong Namjoon melihat Jiandra dari spion. Dahinya mengernyit. Jiandra tidak pernah seperti ini meskipun marah dan sebal pada Namjoon.

"Ji! Udah sih, jelasin aja!" teriak Tama. Jiandra menoleh pada Tama."Nggak usah ikut-ikut lo, Tam."

Tangan Jiandra mendadak gemetar. Lantas, Jiandra mengepalkan tangan dan ia sembunyikan. Namjoon menepikan mobil. Mereka berhenti di halaman parkir supermarket. Namjoon sedikit memutar badan agar bisa menatap Jiandra langsung. Jiandra sontak langsung menyembunyikan tangannya di balik tas ransel yang ia pangku.

"Ji, kamu itu udah bukan anak kecil umur 6 tahun yang apa-apa masih harus diajarin. Tau mana yang bener sama salah. Ngomong kayak gitu ke orang yang lebih—"

"Gue udah bilang, gue bukan anak lo dan lo bukan orangtua gue. Nggak usah sok ceramahin gue."

"Ji, kalau ada masalah, mending omongin langsung sama Papoy. Jangan gini," ucap Namjoon. Masih berusaha bersabar. Nadanya bicaranya masih setenang air.

"Om, lo mau ngadopsi kita, buat reputasi lo, kan? Biar dipuja-puji orang udah mau ngerawat anak difabel sama gue, kan? Basi."

"Jiandra."

"Inget omongan gue, Om. Gue nggak mau lo adopsi dan nggak akan pernah mau. Jadi, mending stop dan lo adopt anak lain aja biar punya anak dan nggak ngerecokin gue. Makasih. Gue nanti balikin semua barang yang pernah lo kasih ke gue sama Tama."

Jiandra menoleh pada Tama. "Ayo balik, Tam. Naik bis aja."

Kedua mata Namjoon tepejam selama beberapa saat. Rahangnya mengeras. Ia menghela napas lalu mengangguk.

"Geurae. Papoy-neun dasi ganseobhaji anh-eul geoya," jawab Namjoon. (Oke. Papoy nggak akan ikut campur lagi)

Namjoon kembali bersandar pada kursi mobil. Membuka kunci pintu mobil untuk Jiandra dan Tama.

"Papoy, nggak—maaf," ucap Tama panik saat ia mendengar suara pintu mobil dibuka. "Ji, lo apa-apaan, sih!"

"Ayo, Tam."

"Nggak mau. Poy, tolongin aku sama Jiandra. Ayah—"

"AYO, TAM!"

Jiandra menarik paksa Tama agar turun dari mobil Namjoon.

"Jiandra, Tama," panggil Namjoon. "Tunggu bentar."

"Makasih udah pernah jadi alasan terbesar Papoy buat tetep semangat jalanin hidup. Ji sama Tama tau kalau tahun depan Papoy balik ke Korea lagi, kan? Maaf, ya, Papoy masih nggak bisa ngasih yang lebih layak buat kalian dan nggak sempet ngajak kalian jalan-jalan di Korea. Papoy nggak pernah nyesel ketemu sama kalian, kenal sama kalian dan kalian juga berkenan Papoy anggep kalian anak Papoy. Nggak usah dikembalikan barangnya. Pake aja. Hati-hati ya, Ji. Dijaga Tama."

Mereka berdua turun dari mobil. Menutup mobil dengan keras meninggalkan Namjoon sendirian ditelan sepi. Matanya terpejam. Ia remat kemudi mobil dengan erat sampai tangannya gemetar. Matanya kembali terbuka. Menatap Jiandra dan Tama yang berjalan menjauh. Namjoon mengambil ponsel, menghubungi Yoongi.

"Ambil semua penyadap suara di rumah Oliver. Kayaknya saya juga udah fix nggak jadi adopsi Jiandra sama Tama, sorry, ya."

Yoongi menyahut melalui sambungan telepon, "tiba-tiba? Kenapa, Pak?"

"I said,pick it all. Nggak usah banyaktanya."

"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Mellifluous ✔ [OPEN PO]Where stories live. Discover now