01

4.8K 586 66
                                    



Jakarta, pertengahan tahun 2022

Rất tiếc! Hình ảnh này không tuân theo hướng dẫn nội dung. Để tiếp tục đăng tải, vui lòng xóa hoặc tải lên một hình ảnh khác.

Jakarta, pertengahan tahun 2022. Suara merdu petikan gitar Jiandra dan nyanyian Tama memenuhi studio musik rumah Namjoon. Sementara di bangku pojok sana, Namjoon duduk di depan laptop. Tengah mengerjakan laporan pekerjaannya hari ini sambil menemani Jiandra dan Tama. Beberapa kali matanya melirik Jiandra dan Tama kemudian tersenyum tipis dan kembali mengetik.

Sampai detik ini, Namjoon masih tidak menyangka bahwa kedua anak lelaki yang dulunya masih bermain ke sana ke mari sambil bergandengan tangan saat umur enam tahun itu kini tumbuh menjadi remaja yang saling memberi support meski tidak lagi sering bergandeng tangan. Jiandra dan Tama bukan hanya pemuda usia 16 tahun biasa bagi Namjoon. Mereka alasan Namjoon sadar bahwa fase terburuknya hanyalah sebuah fase yang akan berlalu. Mereka alasan Namjoon memiliki motivasi untuk kembali berdiri dan berlari. Mereka salah satu alasan Namjoon untuk tetap tersenyum. Mereka segalanya, meski Namjoon tidak bisa mengangkat Jiandra atau Tama sebagai anak angkatnya. Tapi mereka sudah ia anggap anaknya bagi Namjoon. Ia menghabiskan 10 tahun membenahi perusahaannya ditemani dengan Jiandra dan Tama.

Bahkan, Namjoon sampai memberikan posisi programmer tetap di PT. Nixon IDN yang ia pimpin saat ini pada Oliver—ayah Jiandra dan Tama. Bahkan, Namjoon meminta pada Da Kyung untuk memberikan posisi jabatan manajer akuntansi di PT. Nixon Tix IDN yang istrinya pimpin pada Johansson—Ibu Jiandra dan Tama. Hanya karena Namjoon ingin Jiandra dan Tama hidup dengan layak. Itu saja sudah cukup bagi Namjoon.

"Papoy," panggil Jiandra. "Ngapain sih, serius amat. Sini kek mukulin cajon dulu baru lanjut ngetik lagi. Jam 6 aku sama Tama udah harus balik rumah, entar diamuk Ayah sama Ibu."

Namjoon menoleh. Tersenyum tipis seraya berdiri menghampiri Jiandra dan Tama. Duduk di atas cajon lalu berujar, "bilang aja main di rumah Papoy, dibolehin pasti."

Jiandra memajukan bibir, bahunya naik turun acuh.

"Tetep aja ngomel."

"Mau cemilan? Tante abis bikin cake mille crepes oreo. Ji sama Tama mau?" suara Da Kyung menggema usai pintu studio terbuka. Namjoon dan Jiandra menoleh, sedangkan Jiandra langsung berdiri. Menyahut nampan kue yang dibawa Da Kyung seraya berucap, "mau banget!"

Jiandra melahap sesendok kue.

"Duh hanhe, hehot-hehot hanget," celetuk Jiandra tidak jelas sebab mulutnya masih penuh dengan kue. Duh tante, repot-repot banget, maksud Jiandra.

"Suapin gue, Ji. Elah, lo habisin sendiri. Awas aja lo sembelit entar."

Tama mengomel malas. Kemudian langsung menyuapi Tama sampai krimnya menempel sana sini di sekitar bibir Tama. Ia langsung menyahut, "ya elo nggak bilang kalau mau. Sekate-kate doain gue sembelit."

Saking kesalnya, Jiandra kembali menyuapi Tama dengan gemas. Sengaja membuat sekitaran bibir tama belepotan krim. Ia mengulum bibir, mengambil satu cabai hijau dari piring yang diisi gorengan dan diletakkan di atas sofa. Menancapkan cabai tersebut pada cake lalu kembali menyuapi Tama. Namjoon meninju pelan lengan Jiandra dan Jianda justru tersenyum jahil.

"Kok pedes banget kue yang barus—HEH! Anak setan, lo ngasih—hah—cabe di kuenya?!" pekik Tama sambil mengipasi mulutnya. Mulai panik meraba sekitar mencari botol minum. Tawa Jiandra langsung pecah sementara Namjoon hanya tersenyum tipis lalu mengambilkan botol minum Tama. Membantu Tama minum.

"Sumpah, Ji, lo bener-bener, ya," protes Tama, masih sedikit kepedasan.

"Gue sembelit, lo kecirit, Tam. Impas jadinya."

"Ji! Gue kepret lo. Mana sini maju lo!"

Namjoon saling pandang dengan Da Kyung, lalu tersenyum seraya mengendikkan bahu kemudian dibalas dengan kekehan Da Kyung.

"Poy, aku takut dimarahin Ayah gara-gara nggak langsung pulang," celetuk Tama ketika mobil Namjoon berhenti di depan pintu pagar rumahnya

Rất tiếc! Hình ảnh này không tuân theo hướng dẫn nội dung. Để tiếp tục đăng tải, vui lòng xóa hoặc tải lên một hình ảnh khác.

"Poy, aku takut dimarahin Ayah gara-gara nggak langsung pulang," celetuk Tama ketika mobil Namjoon berhenti di depan pintu pagar rumahnya. Mereka bertiga masih berada di dalam mobil, tidak ada yang turun sama sekali. Jiandra duduk di kursi belakang, sendirian. Ia memainkan kuku, sementara Namjoon menoleh ke sampiang. Menatap Tama yang duduk di bangku depan, di sebelah Namjoon yang mengemudi.

"Nggak papa. Bilang aja kalau tadi Papoy nyuruh kalian ke rumah," tukas Namjoon, menanggapi kegusaran Tama. Tangan Jiandra terkepal. Ia paling tidak suka menghadapi situasi ini. Rasanya ingin kabur, tetapi tidak bisa. Jiandra menghela napas. "Aku masuk dulu, Poy. Makasih udah nganter. Ayo, Tam."

Jiandra membuka pintu mobil, lalu turun. Membukakan pintu mobil Tama. Membantu Tama turun dari mobil usai Namjoon melepaskan sabuk pengaman Tama. Namjoon melambai, dibalas dengan lambaian tangan juga oleh Jiandra. Kaca pintu mobil Namjoon tertutup. Jiandra baru membalik badan ketika mobil Namjoon perlahan pergi menjauh. Tama menyentuh lengan Jiandra, mengikuti langkah Jiandra sampai masuk ke dalam rumah.

"Habis dari mana kok lama banget?" sambut Johansson ketika mendapati Jiandra dan Tama yang melangkah masuk dari ruang tamu menuju ruang tengah. Jiandra mengulum bibir.

"Aku ada kerja kelompok, Tama tadi ikut," jawab Jiandra. Alis Tama bertaut, ingin rasanya menyanggah Jiandra. Tetapi ia urungkan niatnya. Memutuskan untuk tetap diam dan mengikuti Jiandra sampai ke dalam kamar. Perpaduan aroma lemon dari aroma terapi menyapa hidung Tama. Tidak butuh waktu lama bagi Tama untuk mengenali aroma kamar Jiandra. Tama melepas genggamannya pada lengan Jiandra.

"Lo ngapain bohong? Gue nggak mau, ya, nanti malah jadi masalah gara-gara alesan lo tadi."

"Lo mau gue dipukulin Ayah lagi? Lo mau dihukum disiram pake air es lagi?" tanya Jiandra balik. "Toh Ayah juga nggak di rumah."

Jiandra membuka kemeja seragam sekolahnya. Ia lempar ke atas tempat tidur. Punggung Jiandra penuh dengan bekas luka yang sudah mengelupas. Ada yang menghitam, ada yang meninggalkan keloid.

"Gue udah capek jadi samsaknya Ayah, Tam."

Jiandra masuk ke dalam kamar mandi, meninggalkan Tama diam membeku di tempat. Bergeming cukup lama.

 Bergeming cukup lama

Rất tiếc! Hình ảnh này không tuân theo hướng dẫn nội dung. Để tiếp tục đăng tải, vui lòng xóa hoặc tải lên một hình ảnh khác.
Mellifluous ✔ [OPEN PO]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ