07

2.8K 486 115
                                    

Kedua mata Jiandra terpejam erat tatkala Oliver membanting buku yang ada di tangannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kedua mata Jiandra terpejam erat tatkala Oliver membanting buku yang ada di tangannya. Ia duduk di sofa ruang tengah, berhadapan dengan ayah dan ibunya. Kepala Jiandra sedikit menunduk. Ia tatap plester putih di punggung tangannya untuk menutupi luka bekas infus. Jiandra baru saja pulang dari rumah sakit omong-omong. Lebih tepatnya, memaksa pulang. Sebab esok harinya, Jiandra masih harus sekolah dan bisa gawat jika ayahnya tau jika ia tidak sekolah—meski sedang sakit. Oliver tidak menoleransi alasan untuk absen lebih dari satu hari.

Oliver menggoyang-goyangkan kertas hasil ujian bahasa inggris milik Jiandra yang tidak sengaja ia temukan di meja belajar Jiandra. Nilai yang tertulis di lembaran kertas itu adalah tujuh puluh. Oliver remas kertasnya sampai berbentuk bola kemudian ia lempar pada Jiandra.

"Oliver!" tegur Johansson.

"Bego. Mata pelajaran kayak gini aja nggak bisa dapet nilai tinggi. Bukannya setiap hari kita selalu pake bahasa inggris? Kamu liat Tama? Saudaramu itu buta. Tapi dia cuma modal dengerin aja bisa jawab semua soal dengan sempurna. What do you use your brain for? Music? You jerk!" (Otakmu dipake buat apa sih? Musik? Tolol!)

Johansson menyentuh tangan Oliver. "Udah, Oliver! Stop kasar ke Jiandra."

"Fuck-off, Johansson! He deserved it!"

Seolah gelap mata, Oliver pun ikut memaki Johansson.

"Kamu, Jiandra. Jangan main musik lagi," tukas Oliver seraya menunjuk Jiandra. Kepala Jiandra terangkat. Bertukar tatap dengan Oliver kemudian menatap Johansson. Ibu sambungnya itu mengangguk kecil, memberi kode pada Jiandra. Lantas, Jiandra menghela napas dengan berat dan menjawab lantang, "enggak."

Kedua mata Johansson membelalak seketika. Bukan itu yang ia maksudkan. Johansson menyentuh lengan Oliver yang tiba-tiba berdiri dan berniat menghampiri Jiandra.

"Oliver!" panggil Johansson seraya menahan tangan Oliver. "He's your son! Stop hitting him!"

Tangan Oliver menunjuk wajah Jiandra, "no, he is not!"

Dering ponsel Jiandra memecah atensi ketiganya. Jiandra menoleh pada sofa. Menatap nama penelepon dari layar ponsel. Jeka. Teman satu kelas sekaligus satu band Jiandra. Tetapi, Jiandra mengabaikan telepon dari Jeka sampai ponselnya berhenti berdering. Sebab jika ia jawab sekarang, Oliver hanya akan bertambah murka. Jiandra membaca notifikasi pop-up pesan dari Jeka yang baru saja masuk.

Ji, barusan gue latian sama Tama, sodara lo, buat kita manggung malming besok. Cuma ini pas break latian tadi Tama kesandung terus kejatuhan keyboard. Palanya berdarah, nggak tau kena apa. Ini gue bawa Tama ke puskesmas, lagi diobatin.

Tanpa berpikir dua kali, Jiandra langsung menyahut ponselnya lalu menghubungi Jeka. Beranjak berdiri seraya menatap Oliver dan Johansson lalu berbalik. Persetan dengan orangtuanya.

"Jek, bentar. Ngapain Tama ikut latian? Bukannya kita sepakat kolaborasi sama Tama nanti disetting langsung tarik Tama on the spot di cafe? Gue, kan, udah bilang Tama nggak usah latian. Dia bisa latian bareng gue."

Mellifluous ✔ [OPEN PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang