Skip

430 33 2
                                    

Setelah dua minggu menginap di rumah sakit, aku dan Sheryl akhirnya kembali ke rumah dengan suasana yang sedikit akur. Sheryl memang belum terbuka sepenuhnya denganku, namun aku terus membujuknya untuk berbicara dan melupakan masa lalu. Aku sempat membawa Sheryl ke pemakaman anak kami, ia tidak lagi menangis hanya tersenyum meletakkan bunga di atasnya.

Sheryl menjadi pribadi yang pendiam, ia sudah berkenalan dengan Odelia kekasih Zayn. Sesekali keduanya berbincang panjang dan melupakan kami para lelaki. Tidak masalah, asalkan Sheryl bahagia aku  mengijinkannya.

Satu minggu kami di rumah dan suasana kembali menghangat ditambah Zayn dan Odelia sekarang. Aku meminta dua orang itu untuk tinggal di rumahku selama rumah Zayn masih di perbaiki karena ulah manusia jahil yang merusak rumah Zayn. Ayah dan ibuku kembali ke rumah mereka setelah memastikan Sheryl dan aku baik baik saja. Semuanya berjalan sangat romantis kecuali saat aku dan Sheryl berada di ranah publik. Odelia akan menggoda kami lalu pergi begitu saja setelah Sheryl malu semalu-malunya.

"Kau memasak apa, love?" Tanyaku menghampiri Sheryl yang tengah memanggang sesuatu. Baunya sangat harum bahkan sampai di lantai dua. Ya, kamar kami sudah berpindah kembali ke lantai dua.

"Hanya kue kecil. Kau mau mencobanya? Sudah ada beberapa yang matang." Sheryl menyodorkan padaku kue kering yang masih ada di atas loyang. Aku mengambilnya satu dan memakannya. Begitu lezat. Sheryl memang pandai membuat sesuatu.

"Hmmm. Apa resepnya? Bahkan lebih enak dari ibuku." Gumamku mengunyah dua kue sekaligus.

"Jangan membual." Ucapnya terkekeh kecil.

"Buatkan aku dengan selai blueberry diatasnya, please..?"

"Baiklah, masih ada sisa bahan disini. Aku akan membuatkannya untukmu."

Aku menarik sudut bibirku dengan senang. Ku hampiri dirinya lalu memeluknya dari belakang tak lupa mengecup pipi kanannya dengan gemas. Sheryl terkekeh geli, mendorong sedikit tubuhku untuk menjauh. "Pergilah, kau membuat kacau seluruh pekerjaanku."

"Aku bisa membantumu." Ku lepaskan tubuh Sheryl lalu membantu mengocok adonan setelah mencuci tanganku sampai bersih. Aku melempari wajah Sheryl dengan tepung namun ia tidak membalasku. Alih-alih marah ia malah mendorong tubuhku menjauh keluar dari dapur dengan tertawa kecil.

"Kau mengotori wajahku!"

Aku tertawa keras melihat wajahnya yang putih dengan tepung. Buru buru ku bersihkan tanganku dan membantunya untuk membersihkan diri. "Putri salju yang tersesat." Cibirku.

Sheryl mendecak mencubit perutku pelan. Wajahnya sudah bersih dari tepung, pekerjaannya sudah hampir selesai hanya tinggal memasukkan semua loyangnya ke dalam oven. Aku membantunya sedikit, menunggu dirinya membersihkan tangan di wastafel lalu menarik dirinya untuk duduk di atas meja bar.

"Apa lagi?" Tanyanya mencolek hidungku. "Aku harus membereskan kekacauan yang kau buat. Tidak ada waktu untuk main-main."

"Aku? Aku tidak mengacau?" Ku geser satu selai blueberry lalu mencoleknya sedikit dan membeberkannya di bibir Sheryl.

"Hei!" Pekikknya hendak menghapus selai itu dari bibirnya. Namu aku bergerak cepat menahan tangannya dan melumat bibir Sheryl yang sangat kurindukan itu. Sudah berbulan-bulan rasanya aku tidak mencium Sheryl, rasa rindu tidak bisa ku tahan lagi.

Ku jilat habis selai di bibir Sheryl, manis tidak terkira. Ia membalas ciumanku, mengalungkan diri di leherku dan memperdalam ciuman kami. Aku tersenyum di sela ciuman, tanganku meraba tubuh Sheryl naik turun. Mencoba memeriksa jika tidak ada lagi rasa sakit di tubuhnya ketika aku menyentuhnya. Sheryl diam, ia tidak merintih sekalipun. Ia hanya melengguh nikmat ketika aku merangsang lehernya.

Racing (COMPLETE)Where stories live. Discover now