Part 27

1.4K 196 8
                                    

Aku menatap diriku di cermin. Aku merapikan rambutku sekali lagi, serts mengoleskan lipstick tipis-tipis di bibirku.

Hm, rasanya aneh harus berdandan untuk keluar berdua dengan Thomas, setelah aku mengetahui ada yang tidak beres dengan masa lalunya.

Seandainya Thomas tidak terlibat kematian Hana, mungkin kita berdua bisa memulai hubungan yang normal. Hah, sial...

Aku memakai sepatuku dan bergegas keluar. Lokasi kafe tidak jauh dari rumahku, sehingga aku memutuskan jalan kaki.

****

Di kafe...

"Hai, Ran!" Sapa Thomas. Ia sudah duduk di kafe itu ketika aku masuk.

"Wow, kamu tampak cantik hari ini!" Pujinya.

Wajahku langsung memerah. Buru2 aku duduk di kursi seberang Thomas dan mencari buku menu. Sifat grogiku sudah kambuh lagi.

"Ingat Rana, kamu tidak boleh jatuh cinta pada orang ini!" bisikku dalam hati.

Thomas tertawa geli melihat wajahku memerah.

"Kamu mau pesan apa? Milkshake? Kopi? Kopinya enak lho... Aku sudah beberapa kali coba..." Thomas mendekatkan dirinya padaku, sambil menunjuk buku menu.

Jantungku tiba2 berdebar. Ah, mungkin ini hanya karena aku sudah lama tidak dekat dengan pria, pikirku. Jangan sampai aku memiliki perasaan pada pria ini!

"Ehm, eee.. Boleh deh aku pesan kopi!" Seruku tiba2. Thomas tersenyum dan bangkit berdiri untuk memesankan kopi untukku.

Aku menarik napas dalam2. Tenang Rana... Ingat tujuanmu ke sini adalah membongkar semuanya tentang Hana...

Saat aku berjuang menenangkan diri, tiba2 sosok transparan sudah ada di sampingku.

"NICO!!" jeritku. Aku tercekat melihat Nico melayang ke depanku dan tersenyum iseng. Karena seruanku tadi, beberapa mata pengunjung kafe sudah memandangiku.

"Sudah kubilang kan, aku ikut," bisiknya.

"Jangan macam2 kau!!" Geramku.

"Aku akan melindungimu, Bu Guru," ujarnya sambil tersenyum nakal, "aku bolos kelas tutor demi ini!"

"Kau gila ya!" Bisikku lagi, "Pergi dari sini, Nico!"

Nico merengut, "Untuk datang kesini aku sudah berkorban tidak ikut kelas, dan bisa2 aku gagal ujian, lalu aku gagal naik ke langit... Masa kau tidak bisa menghargai pengorbananku??"

"Tskkk!" Aku berdecak. Nico tersenyum lalu kembali melayang di sampingku.

Thomas sudah kembali dengan segelas kopi dingin di tangannya. Saat melihatnya lagi, aku baru sadar betapa tampannya Thomas hari itu. Hari itu Thomas memakai kemeja putih dan celana jeans, rambutnya disisir ke belakang. Tampak rapi. Apakah ia juga menganggap hari ini spesial?  Wajahku memerah lagi tanpa alasan.

Thomas tertawa, "Aduh Ran, kamu imut banget kalo lagi malu2 gini..."

Nico berdehem, ia menatap Thomas sinis.

"Cowok sialan," bisiknya.

Aku tidak menggubris Nico. Aku harus fokus. Ya, fokus!

"Ehm, Thom, sebenarnya... Aku juga ingin nanya satu hal lagi sama kamu... yah... Gimana ya, aku ingin lebih mengenal kamu aja," ujarku.

"Ya, tanyalah, Ran... Aku juga ingin mengenal kamu lebih..." Thomas menatapku penuh arti.

Fokus, Ran... Fokus...

"Begini, soal Dewi..." aku memulai. Wajah Thomas langsung berubah. Ekspresinya kaku.

"Ya, ada apa dengan Dewi?" Tanya Thomas kaku, memaksakan senyum.

"Entahlah, aku pikir Dewi itu suka banget sama kamu sampai-sampai... Dia mengirimkan ancaman untukku," ujarku.

"Apa?? Dia mengganggumu?? Apa yang dia lakukan?" Seru Thomas marah, ekspresinya berubah kesal.

"Eh, nggak usah sekesal itu Thom, aku sih maklum namanya juga anak-anak," ujarku, "Cuma yah, aku ingin tahu aja kenapa dia seperti itu..."

Thomas menggeleng, "Sejak aku masuk ke sekolah ini dia selalu menempel padaku... Aku juga tidak tahu mengapa..."

"Pembohong," Nico menggeram.

"Apakah kamu... pernah punya hubungan khusus dengan murid?" Tanyaku lagi.

Kali ini Thomas hampir menyemburkan kopi yang diminumnya.

"Rana, kenapa kamu nanya kayak gitu??" Tanya Thomas kaget.

"Hm aku hanya mendengar desas-desus..." bisikku.

Tiba2 Thomas meraih tanganku dan menggenggamnya.

"Jangan dengarkan mereka, Ran... Semua desas-desus itu bohong. Dengarkan dan percaya saja padaku... Oke?"

"Aaaaa..." aku tidak dapat menjawab saking berdebarnya jantungku. Tangan Thomas yang hangat menggenggam tanganku yang dingin karena grogi.

BRAKK!! Kotak tissue yang ada di meja kami tiba2 terjatuh. Thomas spontan melepaskan tangannya. Aku melirik Nico. Benar saja, semua itu perbuatannya.

"Cowok mesum tidak tahu diuntung!" Seru Nico, ia kembali membuat hiasan di dinding cafe yang menghadap meja kami bergoyang.

"Eh, aneh banget, kok tiba2..." Thomas menatapku bingung.

"Hah, apa? Aku tidak merasakan apa2," bohongku sambil melotot pada Nico. Dasar hantu gila, merusak momen spesial saja! Kapan lagi tanganku digenggam cowok tampan seperti Thomas?

Fokus Ran... Fokus...

"Kalau begitu, apa yang harus kupercayai tentang dirimu Thom?" Tanyaku.

"Bahwa aku tidak pernah memiliki hubungan dengan murid di sekolah ini. Mereka hanya anak2, Ran," Thomas tertawa.

"Termasuk dengan Hana Mariska?" Tanyaku dingin.

Ekspresi Thomas berubah lagi.

"Apa yang kamu ketahui tentang semua ini?" Thomas menatapku tajam.

Aku menggeleng, "Aku tidak tahu apa2... Makanya aku nanya..."

"Kamu... mendengarkan percakapan di taman kan?" Tanya Thomas dingin.

Aku tercekat. Sepertinya aku terlalu terbuka sehingga Thomas bisa mencium gelagatku...

"Ran, jawab aku! Kamu mendengarnya kan?" Kali ini Thomas menatapku dengan penuh amarah, "Seberapa banyak yang kamu tau, Rana Delly?"

KELAS MALAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang