Part 15

1.6K 199 5
                                    

"Rana!!" seru Thomas saat jam istirahat keesokan harinya. Ia menyunggingkan senyum lebar.

"Ada kabar baik!!" 

"Oh ya? Apa itu?" tanyaku.

"Sofie hari ini tiba-tiba melunasi uang sekolahnya!" lapor Thomas, "Entah uang dari mana, tapi ini benar-benar menggembirakan!"

"Oh ya? Wah, baguslah," jawabku sambil tersenyum. Aku sama sekali tidak kaget atas kejadian itu, tapi aku berpura-pura supaya kelihatan terkejut.

"Eh, kayaknya kok kamu nggak kaget?" selidik Thomas.

"Aku kaget kok, dan aku bersyukur..." jawabku. Thomas tersenyum.

"Kamu lagi kerjain apa, Ran?" tanyanya sambil melirik mejaku yang dipenuhi kertas-kertas, "Kok kamu makan sambil kerja..."

Aku buru-buru menutupi kertas-kertas hasil kuis kelas malam yang sedang kukoreksi.

"Nggak kok, cuma lagi persiapin UTS aja," bohongku. Aku merapikan kertas-kertas itu dan membaliknya di sisi meja. Air muka Thomas berubah.

"Kertas itu... milik siapa?" tanya Thomas sambil menunjuk sebuah kertas di atas mejaku.

Aduh, kertas milik Hana, yang tadi sedang kukoreksi, ketinggalan! Aku buru-buru meraih kertas itu dan membaliknya.

"Itu murid di kelasku," jawabku sambil nyengir. Namun wajah Thomas berubah kaku. Senyumnya menghilang.

"Memangnya di kelasmu ada siswi bernama Hana?" kejar Thomas.

Aku mulai menyadari keanehan dalam nada suara Thomas. Ada apa ini, sepertinya Thomas tahu sesuatu mengenai Hana?

"Hana? Sepertinya tidak ada," jawabku, "Lagipula kertas tadi bukan atas nama Hana kok. Itu milik Hadi, murid kelasku!"

"Oh, apakah aku salah lihat," bisik Thomas, "Ah ya, mungkin aku yang salah lihat..."

"Betul, kau salah lihat," ujarku cepat, "Hm, aku lapar nih, mungkin sebaiknya kita makan di kantin yah biar suasananya enak..."

Cepat-cepat kudorong Thomas keluar kantor. Aku tidak mau rahasiaku makin terbongkar nantinya. Tapi... Apakah Thomas mengenal Hana? Aku teringat cerita Nico soal Hana, yang baru meninggal tahun lalu. Sedangkan Thomas sudah jadi guru di sekolah ini dua tahun, ia pernah menceritakannya padaku. Jadi... ada kemungkinan Thomas mengenal Hana? Ah, sudahlah... Yang penting jangan sampai rahasiaku ketahuan!

***

Di kantin...

"Wah Pak Thomas dekat yaa dengan guru baru itu..." aku mendengar bisik-bisik dari para siswa yang lewat. Maklum, Pak Thomas adalah guru kesukaan para siswi di St. Laurent. Apa yang kurang? Tampan, pintar, dan juga ramah, pikirku.

"Ehm, kayaknya kamu banyak fans ya Tom," ujarku. Thomas hanya tersenyum mendengar komentarku.

"Aku hanya menganggap mereka murid saja," jawab Thomas sambil menggigit sandwich-nya.

"Hehe, iya juga sih... Mana mungkin guru memiliki hubungan spesial dengan murid," bisikku. Tiba-tiba di kepalaku terbayang sosok Nico. Sial, mengapa aku memikirkannya!

"Iya, nggak mungkin banget," timpal Thomas, "Tapi kalau guru sama guru, masih mungkin kan?"

"Heh?" tanyaku bingung.

Thomas tersenyum, "Ran, hari Sabtu malam kosong nggak?"

Aku langsung grogi, "Eh, uh... ehm.. Yyyyaaa... Kosong kok..."

"Mau nonton bioskop bareng?" tanya Thomas.

Duarrr! Wajahku langsung merah, keringat dingin mengucur. Pasalnya baru kali ini ada pria yang mendekatiku seperti ini. Selama ini aku terlalu sibuk bekerja mengejar cita-citaku menjadi guru... Tapi... Apakah Thomas serius? Pria seganteng dan secerdas dia mengajak aku nonton? Apa nggak salah?

"Eeee... Ehmmm...." Aku tidak mampu menjawab saking groginya.

"Kalau gitu, aku jemput jam lima ya?"

Aku hanya mampu mengangguk. Thomas tersenyum melihat tingkahku.

"Kamu imut banget kalau lagi malu-malu," ujarnya sambil mencubit pipiku.

Tanpa kami sadari, sepasang mata sedang mengawasi kami...

KELAS MALAMOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz