Part 22

1.4K 194 8
                                    

Belum selesai masalah Hana, sekarang ada pertanyaan baru yang mengganggu pikiranku: Siapa Nico? Mengapa Pak Surya mengatakan bahwa tidak ada siswa meninggal bernama Nico? Apa mungkin Pak Surya yang salah, pikirku.

Keesokan harinya aku datang ke sekolah dengan segudang pertanyaan, khususnya mengenai dua arwah itu.

"Bu Rana," tiba2 Kepala Sekolah melongok ke kubikelku, "Bisa ikut ke kantor sebentar?"

Aduh, apa lagi ini... pikirku.

"Begini Bu Rana... Saya dapat laporan dari salah seorang siswi... Bahwa Anda sedang dekat dengan Pak Thomas, apa benar?" Tanya Kepala Sekolah.

Wajahku spontan memerah.

"Ah nggak kok Pak, kami hanya teman... Lagipula, apa hubungannya itu dengan pekerjaan saya ya Pak?" Tanyaku bingung.

"Yah, di sekolah ini guru dan murid dilarang berhubungan. Tentang sesama guru, memang belum ada peraturannya..tapi nggak enak saja kalau sampai ada siswi yang melaporkan kedekatan kalian di sekolah. Kalau di luar lingkungan sekolah, ya nggak apa2..."

"Apakah siswi itu Dewi?" Tanyaku langsung.

Kepala sekolah kelihatan gugup.

"Saya sudah tahu Pak, bahwa Dewi tidak suka saya dekat dengan Thomas. Namun saya rasa Bapak tidak bisa mendengar cerita itu dari sisi Dewi saja dan langsung percaya!" Ujarku lagi.

"Bukan begitu. Mungkin Anda belum tahu siapa orangtua Dewi..."

"SAYA TIDAK PEDULI PAK," jawabku. Aku sendiri kaget dengan jawabanku.

"Tugas saya di sini sebagai pendidik, saya tidak peduli siswa saya itu anak siapa..tapi tugas saya adalah mendidik mereka. Saya harap Bapak mengerti hal itu," ujarku lagi.

Wah bakal dipecat nggak ya, pikirku. Kepala sekolah terdiam lalu menarik napas.

"Ya baiklah Bu, saya mengerti," ujarnya, "Tapi saya sarankan Ibu tidak dekat2 dengan Pak Thomas. Selain karena nggak enak dilihat siswa... Pak Thomas itu sudah pernah saya tegur. Dia pernah dekat dengan seorang siswi di sekolah ini... tahun lalu."

Aku terkejut Kepala Sekolah membongkar hal ini di depanku.

"Yah, saya hanya kasih tahu karena saya lihat kamu dekat dengan dia. Saya rasa kamu harus tahu."

"Maksud Bapak... Thomas dekat dengan siswi... Apakah itu Hana Mariska?" Tanyaku.

Ganti Pak Kepala Sekolah yang menatapku heran, "Mengapa kamu bisa tahu??"

"Saya dengar Hana meninggal karena bunuh diri... Karena dihamili pacarnya kan Pak? Apa jangan2 yang menghamili Hana itu..." aku tercekat.

Kepala Sekolah menggeleng.

"Bukan, itu hanya gosip yang tersebar entah dari mana... Soal bunuh diri Hana, masih misteri. Dia tidak meninggalkan catatan apapun soal kematiannya..." ujar Kepala Sekolah, "Hanya saja, memang sebelum kejadian itu Thomas dan Hana sempat dekat. Tiba2 Hana bunuh diri. Tapi saya pastikan Hana tidak hamil. Keluarganya sudah mengkonfirmasi hal itu. Entah dari mana asal gosip murahan itu!"

"Tapi mengapa Bapak tidak memberitahukan pada semuanya bahwa Hana tidak hamil? Bukankah itu juga akan membersihkan nama baik Hana?" Tanyaku.

Kepala sekolah tertawa, "Kejadian itu kan sudah berlalu, lagian orangnya sudah nggak ada, untuk apa dipermasalahkan lagi! Ah, Ibu Rana ini ada2 aja!"

Tiba2 pot bunga yang ada di belakang meja Kepala Sekolah terbanting dan pecah.

Kepala sekolah menjerit. Ia langsung berdiri.

"Aduhh apa inii kok tiba2 pecah!!" Jeritnya kaget.

Pranggg!!! Disusul oleh mangkok bekas sereal yang ada di meja Kepala sekolah terbanting ke lantai.

Aku menatap arwah Hana yang terlihat marah. Matanya merah, airmatanya bercucuran di pipinya.

"Aku sudah ingat sekarang," bisiknya.

KELAS MALAMWhere stories live. Discover now