Chapter 5 - Villagers [주민]

352 116 14
                                    

Betapa menyedihkannya aku, yang biasanya selalu memakai barang-barang mewah kini tak punya sehelai pun pakaian, bahkan pakaian dalam saja harus memakai milik orang lain, nasib yang menyedihkan.

Sebenarnya ini sungguh tak nyaman, bayangkan saja kalian harus memakai pakaian dalam orang lain?

Oh ya Tuhan, jika saja bukan karena keadaan, aku tidak akan pernah mau.

Aku baru saja selesai mandi sehabis pulang dari sawah dan bersenang-senang di air batu sore tadi bersama Jimin dan Jiwoo, kedua orang tua Jimin juga sudah ada di rumah saat kami sampai.

Sekarang mereka sedang memasak keong yang kami cari sore tadi untuk makan malam.

Pelan-pelan aku berjalan di rumah berlantai kayu ini dari kamar menuju dapur.

"Eoh Hyerin-ssi, sudah selesai?" Tanya Ibu Jimin sambil menoleh ke arahku sekilas, lalu ia fokus kembali ke masakannya yang sedang ia masak.

Tampak satu panci besar keong-keong yang sudah dilepaskan dari cangkangnya dimasak dengan banyak bumbu, tampak sangat lezat.

Ada Jimin dan juga Ayahnya di dapur sedang minum kopi panas, dan Jiwoo sedang memasak nasi.

"Iya Eommonie," jawabku ikut duduk di sebelahnya, "biar aku bantu Eommonie." Pintaku agar ia menyerahkan spatulanya padaku.

Ia mengamgguk, "bagaimana tadi? Seru?" Tanyanya setelah menyerahkan spatula padaku.

"Seru Eommonie, aku tidak pernah ke sawah sebelumnya." Jawabku jujur, mereka terkekeh mendengarku.

Aku masih terus mengaduk masakan yang baunya sangat lezat ini, tidak sabar mau makan.

"Ini harus ditambah apa lagi Eommonie?"

"Tidak ada lagi, tinggal menunggu masak saja."

Aku mengangguk paham, tak ada henti-hentinya aku mengaduknya, padahal tidak perlu lagi diaduk dan ditunggu saja sampai masak.

Berselang lima menit kemudian Ibu Jimin bilang keongnya sudah matang, dan Ayah Jimin bantu memindahkan ke mangkuk.

Kami berkumpul mengelilingi meja dan duduk di lantai untuk makan.

Aku dan Jiwoo menyiapkan peralatan makan, Ibu Jimin mengambilkan kami nasi satu persatu di mangkok masing-masing.

Saat semua sudah siap, kami duduk di tempat masing-masing seperti biasa, siap menikmati makan malam.

Aku benar-benar semangat saat menyuapkan suapan pertama.

"Bagaimana?" Tanya Ibu Jimin memastikan.

Aku tak dapat berkata-kata, ini luarbiasa, tak pernah aku makan makanan seenak ini.

Aku menggangguk antusias, lalu menyuapkan satu suapan lagi dengan lahap, dan lagi-lagi mereka terkekeh heran melihatku.

"Makan yang banyak ya... setelah ini kita kumpul bersama orang-orang desa."

*****

Aku mengerjapkan kedua mataku berkali-kali seraya meneguk ludahku kasar saat puluhan pasang mata menatapku dengan berbinar.

Meet You [Park Jimin]Where stories live. Discover now