Chapter 34 - Jiwoo [지우]

245 46 1
                                    

"Hyerin-ssi, aku benar-benar minta maaf atas semua luka yang kuciptakan dihatimu. Aku tidak sadar perbuatan bodohku semakin membuatmu tersiksa dan tertekan.

Aku sangat ingin memberitahumu alasan kenapa aku melakukan semua ini, tapi ini belum saat yang tepat dan akan menghancurkan semua usahaku untuk segera menyelesaikannya.

Aku tahu, kau pasti sangat kebingungan akan sikapku. Awalnya rencana ku bukan begini, tapi semuanya hancur karena perbuatan bodohku malam itu, maafkan aku.

Jaga calon anak kita baik-baik, ya?

Aku janji, aku akan menjemput kalian agar kita bisa hidup bersama setelah semuanya selesai.

Aku mohon, tunggulah aku hingga aku datang menjemput kalian."

Kira-kira begitulah isi surat dari Jimin yang ia kirim melalui Jiwoo seminggu yang lalu, sehari setelah kejadian pertengkaran hebat ia dan Jungkook malam itu.

Bersyukur tidak terjadi apa-apa pada kandunganku, walau aku sempat pingsan sebentar di gendongan Jungkook efek terkejut.

Tabib bilang, aku terlalu banyak pikiran yang menyebabkan stress dan ia memintaku untuk tidak melakukan apa-apa selama seminggu penuh agar keadaanku cepat membaik, dan aku menurutinya.

Tabib itu adalah tabib yang sama yang mengetahui kehamilanku saat aku pingsan dulu, ia tinggal jauh dari desa ini dan hidup memisahkan diri lebih jauh di dalam hutan bersama putranya. Untunglah ia menyimpan sendiri tentang kehamilanku saat itu, Jungkook juga sebenarnya sudah memintanya untuk tetap diam.

Sejak hari itu, Jimin selalu berusaha untuk menemuiku, namun tentu saja aku tidak membiarkannya sedetikpun menatap mataku, dan tentu saja Jungkook tidak akan membiarkannya menemuiku. Namun sudah dua hari ini ia tidak nampak, mungkin menyerah karena tak selalu berhasil menemuiku.

Tapi satu hal yang tidak pernah berhenti ia lakukan sejak hari itu, ia selalu mengirimiku makanan, jika sebelumnya ia berusaha untuk memberikannya langsung padaku tapi karena tidak selalu berhasil ia menitipkamnya pada Jiwoo, meminta adiknya itu memastikan kalau aku benar-benar memakan makanan darinya.

Sedih, jujur saja.

Aku tidak tahu apa sebenarnya yang ia rencanakan, jika saja ia memberitahuku mungkin aku akan mengerti, namun jika ia bersikap abu-abu seperti ini hanya membuatku perlahan mencoba untuk membencinya walau aku tahu tidak akan semudah itu.

Jangankan membencinya, surat yang ia kirim yang seharusnya kurobek atau kubakar saja malah kusimpan bak harta paling berharga.

Sebodoh itu memang aku.

Saat ini aku merasa benar-benar sendiri, tidak ada tempat yang benar-benar bisa menampung keluhan akan laraku.

Sampai saat ini pun Ibu Jimin masih bersikap dingin padaku, menatapku sejenak lalu berlalu tanpa menyapa disetiap kesempatan yang mempertemukan kami. Dan Jungkook, sejak malam itu kami merasa canggung, jarang bicara, ia seperti menjaga jarak dariku walau perhatiannya padaku tak pernah luput.

Namun, masih ada kata 'syukur' yang harus aku ucapkan pada hatiku, karena masih ada Jiwoo yang tidak pernah meninggalkanku, setia disisiku, selalu siap mendengarkan keluh kesahku, dan tulus menyayangiku seperti kakak kandungnya sendiri.

Yeah, gadis itu telah mengambil penuh hatiku.

"Sepertinya aku lebih cocok menjadi kakakmu saja, Eonnie..." perkataan itu dilontarkan bersamaan dengan satu suapan nasi lengkap dengan lauk dan sayur yang dimasak seenak mungkin.

Meet You [Park Jimin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang