24. Dandelion

4.4K 473 177
                                    

.

.

.

Author POV

Istana Garnet yang selalu sepi kini semakin sunyi sejak keberangkatan Putri Athanasia ke Siodona. Merasakan kesunyian yang kembali melekat, para pelayan yang sudah lama bekerja di istana Garnet semakin merasakan perasaan aneh seolah mereka kembali ke masa lalu, masa di mana Putri Athanasia belum bertemu dengan Yang Mulia Claude. Tidak ada kehangatan, tidak ada canda tawa. Istana yang dingin tanpa ada emosi.

Di lorong yang panjang dan sepi, hanya suara langkah kaki dan gemerisik dedaunan yang terdengar. Langkah Claude yang tenang diikuti oleh Felix yang terburu-buru menjadi satu satunya pemandangan yang menarik di tempat ini.

"Yang Mulia! Bagaimana bisa anda meninggalkan rapat konferensi seperti ini. Saya mohon untuk anda segera kembali ke ruang rapat," suara panik Felix rasanya menjadi kicauan yang tidak pernah berubah bahkan setelah belasan tahun. Para administrator ikut mengikuti dari belakang membawa berkas-berkas yang seharusnya Claude selesaikan di ruang rapat namun jadi terbengkalai.

"Mereka yang tidak becus bekerja kenapa aku yang harus mencari jalan keluarnya." Ucapan dingin Claude terdengar tenang seakan yang dia lakukan tadi bukanlah apa apa.

"Tapi bagaimana dengan turnamennya? Kalau begini bisa-bisa—"

"Turnamen tetap di laksanakan sesuai jadwal. Suruh saja Duke Alpheus yang mengurus duta besar dari Arlanta. Kalau negosiasi tetap tidak berjalan mulus maka kita tidak perlu mengundang kerajaan satu itu."

"Tapi turnamen pedang dilaksanakan untuk menjalin hubungan baik dengan negara tetangga, jika Kerajaan Arlanta saja tidak datang justru hubungan buruk akan tercipta, Yang Mulia."

"Aku tidak peduli. Lagipula mereka yang lebih dulu terlalu banyak meminta akomodasi untuk bangsawan payah mereka. Mereka pikir kita badan amal?"

Sekali lagi sindiran Claude membuat pria berambut merah itu mati kutu. Hubungan luar negeri seperti ini benar-benar bukan kuasanya.

Felix menghela napas lelah. Ternyata ketika Putri Athanasia tidak ada, Yang Mulia Claude akan kembali menjadi dirinya yang dulu.Keras kepala dan memerintah sesuai kehendaknya. Tahu begini dia meminta ikut ke Siodona saja mendampingi sang putri. Hubungan internasional sama sekali bukan keahliannya.

Memasuki ruang kerja yang kosong, Claude memperhatikan sofa kecil yang biasa diduduki putrinya ketika berkunjung.

"Kapan Athanasia akan kembali?" Tanya Claude.

"Seperti yang saja sebutkan untuk kelima kalinya untuk hari ini, Tuan Putri akan kembali minggu depan, Yang Mulia."

Iya, baru lima. Kemarin Felix menghitungnya hingga 22 kali.

"Ck! Dasar merepotkan." Claude dengan moodnya yang memang selama beberapa hari ini memburuk memancarkan aura dingin dari dirinya.

Tiba-tiba dia merasa begitu buruk. Rasa kesal menyerangnya ketika mengingat kalau selama perjalanan itu Penyihir Menara Lucas lah yang mendampingi putri kecilnya selama 24 jam.

"Tuan Putri memang mengunjungi Siodona untuk bekerja tapi saya yakin dia menikmati waktunya selama di sana, Yang Mulia. Jadi anda tidak perlu khawatir."

"Kau pikir aku memikirkan pekerjaan sialan itu?" Wajah masam Claude kini ditujukan pada Felix.

Felix hanya tertawa lirih. Sindiran seperti itu sudah menjadi sarapan sehari-hari baginya.

Claude kembali terdiam dan memperhatikan sofa yang dibuat khusus itu lekat-lekat.

Entah pekerjaan berhasil dengan memuaskan atau tidak, Claude tidak begitu peduli. Masalah batu mana bukanlah sesuatu yang menjadi ancaman bagi kekaisaran dan sebenarnya dia bisa menyelesaikan hal itu dengan memerintahkan biro penyelidik. Tapi ketika melihat mata berbinar itu begitu bersemangat membahas Kota Pelabuhan, ia tidak bisa menolak permintaannya.

PRINCESS DIARY [SIBAP] NEW VERWhere stories live. Discover now