17. ... by my side

5.5K 530 110
                                    

.

.

.

"Apa gerangan yang membawa anda kemari, nona?"

Suara seorang pria mengagetkan Jennette yang memasuki balkon istana.

"Ah maafkan saya, saya tidak tahu kalau ada orang"

Melangkah mundur, Jennette bermaksud pergi dan mencari tempat lain. Padahal ia kemari karena tidak tahan dengan pemandangan di dalam, tapi bahkan tempat pelarian seperti ini tidak berpihak padanya.

"Tidak apa-apa, justru seperinya anda yang membutuhkan tempat ini, wajah anda tampak pucat."

"Saya ... baik-baik saja"

"Kalau anda tidak keberatan, maukah anda mengobrol dengan saya sebentar?" Pria berambut hitam itu bertanya. Mata hitamnya yang terlihat kusam justru tersenyum dengan ramah.

"Tapi Tuan Putri Athanasia sedang berdansa di dalam. Apakah anda tidak ingin melihatnya?" Sungguh Jennette merasa sangat buruk ketika mengatakan itu.

"Pertanyaan yang sama untuk anda, tapi saya tidak tertarik dengan Tuan Putri. Saya hanya ingin mengobrol dengan anda saat ini."

Fakta bahwa masih terdapat seseorang yang memilih untuk mengobrol dengannya dibandingkan melihat acara dimana Tuan Putri Athanasia sebagai bintang utamanya. Hanya dengan kalimat sederhana itu saja moodnya yang sempat rusak sedikit membaik.

"Kalau anda tidak keberatan" akhirnya Jennette mengiyakan ajakan itu. Ia pun berjalan ke pinggir balkon dan bersender disana.

"Apakah ada yang mengganggu pikiran nona sekarang?" Pria misterius itu bertanya.

Jennette sedikit ragu. Apakah dia boleh menceritakan hal seperti ini pada orang asing? Mereka kan baru saja bertemu.

"Maaf saya tidak bisa menceritakannya." Benar, ia tidak mungkin menceritakan hal seperti ini pada orang lain.

"Saya tidak akan memaksa anda, tapi kalau memang ingin bercerita saya siap mendengarkan."

Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Jennette merasa tenang ketika mendengar hal seperti itu. Padahal Ijekiel juga sering mengatakan hal yang sama ketika meminta Jennette untuk bercerita, tapi ia tidak pernah setenang ini

"Terima kasih Tuan"

Mereka berdua pun menikmati keheningan di antara mereka. Hingga kemudian suara tepuk tangan yang meriah terdengar dari ballroom yang kini bercahaya kebiruan kembali menghampirinya.

Seharusnya ia merasa senang dapat menontonnya. Seharusnya iya merasa bahagia ketika adiknya berada di sana. Tapi kenapa? Kenapa perasaanya tidak karuan seperti ini?

"Tuan, apakah kalau kita merasa kosong ketika melihat orang yang kita sayangi bahagia itu salah?" Jennette akhirnya mengeluarkan suaranya.

Pria tinggi itu tersenyum ringan. "Iri adalah sifat alami manusia, tidak ada yang salah dari itu nona."

Iri? Apakah ia merasa iri sekarang? Terhadap apa?

"Saya tidak boleh merasakan hal seperti itu" Jennette bergumam kecil.

"Apabila ada hal yang membuat anda iri, tidak perlu melampauinya, anda hanya perlu mendapatkan hal yang sama. Bukankah itu cukup?" ujar pria itu lagi.

Begitu mendengar hal itu, jantungnya berdetak cepat.

Benar. Bukankah dia juga putri dari Yang Mulia Claude? Bukankah dia setidaknya memiliki hak yang sama? Pikiran itu semakin berputar-putar di kepalanya.

Selama ini ia hidup di luar istana, mendapat perlakuan sebagai bangsawan kecil dengan nama margarita. Ia berusaha untuk tidak serakah, tapi bukankah seharusnya ia mendapat perlakuan yang sama seperti Athanasia? Mau bagaimanapun itu adalah haknya. 

PRINCESS DIARY [SIBAP] NEW VERWhere stories live. Discover now