19. Drizzle (not really)

4.9K 479 167
                                    

.

.

.

Author POV

Hujan mulai turun ketika Athanasia memasuki ruang tamu di Istana Emerald. Cuaca sangat gelap, seperti sudah senja. Di luar jendela, Athanasia nyaris tidak bisa melihat apa-apa ketika hujan semakin lebat menjatuhi bumi. Padahal masih jam 10 pagi, tapi udara terasa begitu dingin. Mengabaikan hujan, kini perhatiannya tertuju kepada tamunya yang berkunjung hari ini.

Menyadari kedatanganya, pria dengan rambut putih layaknya salju itu memberikan hormat pada Athanasia diikuti senyuman ramah yang biasa ia tunjukan.

"Maaf karena membuatmu menunggu, tuan muda Ijekiel." Sapa ku menuju meja the kecil yang ada tepat di samping jendela.

"Tidak, Tuan Putri. Saya sudah cukup berterima kasih karena anda sudah mau meluangkaan waktu anda."

"Aku tidak punya alasan untuk menolak bukan?" Athanasia terkekeh kecil membiarkan Ijekiel menarik kursi untuknya.

"Anda bisa membuatnya kalau anda ingin."

"Kau benar."

Tapi disinilah ia sekarang, menjamu kedatangan sang pemeran utama laki-ladi yang kini telah tumbuh menjadi pria muda yang mengagumkan di usianya yang memasuki angka 20. Seperti yang ia katakan tadi, Athanasia tidak memiliki alasan khusus untuk menolak kunjungan Ijekiel ke istananya. Dia tidak berharap banyak karena hubungan ia dan Ijekiel sendiri hanyalah teman yang sudah saling mengenal sejak mereka belia. Menjalin hubungan baik dan tidak perlu menjadi musuh, itulah yang diinginkan Athanasia tentang dirinya dan Ijekiel Alpheus.

"bagaimana kabar Jennete?" Tanya Athanasia membuka obrolan setelah para pelayan selesai menghidangkan makanan ringan untuk mereka berdua.

"Jennete baik, akhir-akhir ini terlihat sibuk di perpustakaan dan sesekali mencoba resep baru bersama para pelayan. Sepertinya ia begitu menantikan pesta teh bersama Tuan Putri."

"Ah, benar. Kami ada rencana pesta teh di istanaku 4 hari lagi. Aku jadi tidak sabar menantikannya." Athanasia mengangguk pelan, mau bagaimana pun kue buatan Jennete itu cukup enak. Berbeda sekali dengan kue-kue yang pernah ia buat.

"Saya merasa sedikit iri pada Jennete." Ujar Ijekiel tiba-tiba.

"Eh?"

"Setiap saya menemui Tuan Putri, hal pertama yang anda tanyakan adalah tentang Jennete. Saya merasa sedikit iri."

Athanasia hanya bisa tertawa hambar menganggapinya. Mau bagaimana lagi? Ia sendiri bingung harus memulai pembicaraan dengan apa. Itu karena Ijekiel sendiri memiliki terlalu banyak kesamaan dengan dirinya.

Mereka berdua merupakan calon pewaris, banyak berkecimpung di dunia akademik, dan hidup di dunia sosial yang setara. Buku-buku yang mereka baca, hingga perhatian tentang isu sosial, semuanya terasa sangat dekat. Sangat dekat hingga Athanasia merasa tidak nyaman. Mengobrol dengan Ijekiel terasa seperti berbicara dengan dirinya sendiri. Pria ini dapat mengimbangi obrolan Athanasia dengan terlalu baik, sampai membuatnya ingin pergi dari topik-topik itu secepat mungkin.

Karena itulah Athanasia mencoba membicarakan hal yang sama sekali tidak berkaitan dengan dirinya. Seperti Jennete yang mereka berdua kenal, cuaca hari ini, atau berita tentang hiburan seperti opera yang sedang ramai.

"Aku tidak menyangka kalau Tuan muda Ijekiel akan cemburu pada sepupunya sendiri. Kalau begitu kau bisa menentukan topik yang anda inginkan, aku tidak keberatan."

"Benarkah?"

"Tentu saja."

"Tapi saya lebih tertarik untuk mengobrol tentang diri anda,Tuan Putri."

PRINCESS DIARY [SIBAP] NEW VERWhere stories live. Discover now