Tersadar🍂

1.7K 126 2
                                    

Menatap Alsya dengan sendu. Menggenggam tangannya dengan lembut. Tetesan infusan terus saja berjalan. Alsya kekurangan cairan selain itu maag nya ternyata sudah parah. Dia juga memiliki penyakit anemia. Untuk itu dia selalu nampak pucat setiap harinya. Dia sendiri tidak tahu hal itu. Bukan hanya Dian saja di kamar tetapi ada Billy yang beberapa hari ini tidak nampak sekali batang hidungnya, Aldi yang tahu akan kejadian itu setelah dia pulang dari supermarket tidak jauh dari sana melihat Dian dan Alsya. Aldi juga telah mengabari Rahma agar datang ke rumah Dian.

Yah, Alsya tidak di bawa ke rumah sakit. Melainkan di bawa ke rumah Dian dan di rawat di kamarnya sekarang.

Satu tangan hinggap di pundak kanan Dian. "Dia gadis kuat, kau tau itu." ucap Billy dengan pasti.

Alsya gadis kuat, dia tidak mungkin lemah dengan keadaan apapun. Billy sendiri percaya hal itu, karna Alsya pernah berkata. 'Aku tidak selemah yang kau lihat' ucapan itu masih terngiang di telinganya, saat umur mereka masih kecil dahulu.

Billy tahu tentang semuanya mengenai Alsya. Dia pintar menyembunyikannya. Wajah datar itu tersimpan segala rasa sakit dari keluarganya. Diam-diam Billy memperhatikan Alsya, bahkan bukan hanya sekarang saja, sudah beberapa tahun Billy memperhatikannya. Jadi Billy percaya bahwa Alsya akan baik-baik saja.

"Dia menyembunyikan dari semuanya." ucap Dian yang masih tetap menatap Alsya.

"Dia tidak ingin mereka tau akan kelemahannya, untuk itu dia menyembunyikannya."

Rahma mendekat pada Alsya lalu duduk di pinggir kasur. Tangannya mengusap-usap rambut Alsya perlahan. "Aku salut dengan mu Sya" ujarnya dengan senyuman.

"Apa gak sebaiknya kita kasih tau Ibunya Alsya. Itu akan lebih baik." usul Aldi.

"Lebih baik ikuti apa yang Alsya lakukan. Hargai perkataan dia. Mungkin sesuatu telah terjadi padanya, untuk itu dia tidak memberi tahu masalah ini. Dia yang berhak memberi taunya bukan kita." terang Billy.

Dian tidak berkutik sama sekali. Dirinya pun bingung akan berbuat apa. Hanya bisa berdoa agar Alsya bisa cepat pulih kembali.

"Lalu apa yang harus kita katakan pada Ibu Rani. Billy?" tanya Rahma.

Aldi mengangguk setuju. "Iyah benar sekali. Alasan yang pas dan masuk akal aja sih. Terutama yang bisa di percaya oleh Ibu Rani."

"Rahma!! Pinjam ponselmu" pinta Billy.

Rahma mengerutkan keningnya. "Untuk apa?"

"Jangan macem-macem sama cewe orang. Awas kau." peringatan Aldi.

Rahma memberikan ponselnya. Tidak ada respondnya sama sekali. Dia mengetikan sesuatu di atas keyboardnya. Lalu memberikan kembali pada Rahma.

"Telpon Ibu Rani sekarang. Bilang saja Alsya akan menginap di rumah mu Rahma. Dengan Alasan belajar bersama. Untuk persiapan besok ujian, biar nanti aku akan mengambil seragam sekolahnya dia dengan baju lainnya. Agar tidak curiga."

"Tumben kau pintar" komen Aldi.

Billy berjalan ke arah pintu. "Saya pintar karna belajar tidak seperti kau hanya bisa memamerkan harta orang tua. Lebih baik perbaiki dulu tentang ahklak. Jangan banyak gaya" setelah berkata Billy langsung pergi dari kamar Dian.

"Awas kau nanti Billy." ancam Aldi, yang sedang marah saat ini.

"Apa sih kamu Dii. Gak usah berisik di sini" omel Rahma pada pacarnya itu.

"Bila kalian hanya ribut di sini pergilah!" kini Dian angkat bicar dengan suara tegas.

Seketika mereka terdiam. Dan duduk di sopa tempat biasa Dian bersama Aldi bermain game.

BROKEN HOME (END✔) SUDAH TERBITWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu