Keputusan🍂

2K 106 4
                                    

Penyesalan itu sebagai guru, dia mampu merubah pemikiran seseorang tanpa sebuah ucapan. Dia mampu membuat orang tersadar dari segala yang di perbuatnya.

_Dsr_

°°°

Zein sudah menunggu di depan rumah sakit. Dengan 2 koper serta pakaian yang sangat rapi malam ini. Dia sudah mengambil keputusan, setelah mendengar keadaan Alsya dari dokter. Kini perjalanannya akan di mulai. Zein melakukan ini demi putrinya.  Terlihat mobil ambulance sudah siap untuk berangkat. Mengantarkan pasien untuk di pindah alihkan kembali.

Sempat setelah Zein membereskan pakaian dirinya, Alsya, dan Aldo. Terjadi pertengkaran begitu hebat dengan Liya. Namun, Zein tetaplah Zein. Sifat keras kepala serta tegas itu mampu membuat Liya menangis.

Sampai tepat berdiri di sini. Zein harus melalui semua permasalahan di rumah. Zein berharap Alsya cepat sembuh, dan tentunya cepat kembali ke tanah kelahirannya. Hanya ada Zein serta Aldo yang menemani. Sebab, Zein sendiri melarang keras Aldo untuk memberi tahu keluarga Rani. 

"Yah!! Ayok berangkat" ujar Aldo yang wajahnya terlihat begitu sedih.

Zein hanya mengangguk. Lalu menyeret satu koper dan satu koper lagi di bawakan oleh Aldo. Mereka berjalan memasuki kendaraan umum taxsi. Di ikuti mobil ambulance yang terdengar mengerikan dari suara srinenya. Posisi itu beralih dengan cepat, mobil ambulance melaju kencang menerobos segalanya. Mobil yang di tumpangi Zein bersama Aldo juga mengikuti kecepatan mobil itu.

Jalanan serasa milik sendiri. Kendaraan-kendaraan lain dengan cepat mengalah, menyingkir untuk memberikan jalan. Memang itu sudah menjadi peraturan, sebab ambulance, kendaraan darurat yang memang harus cepat tepat sampai tujuan.

Tidak lama mereka sudah sampai. Dengan cepat Aldo serta Zein menaiki pesawat. Di ikuti Alsya yang memang memiliki tempat terbaik bagi orang yang sakit. Setelah semuanya telah siap. Hanya waktu penerbangan saja yang mereka tunggu.

"Soal ibu?" tanya Aldo begitu ragu kali ini.

Zein hanya berdehem. Terlihat malas untuk membahasnya, tetapi sebagai orang tua harus menghargai ucapan seorang anak.

Aldo menarik nafas berat. Terasa begitu kelu untuk berucap. "Ku mohon. Dengan sangat hormat. Tolong beri tahu ibu. Mereka harus tahu itu yah."

"Ada waktu yang tepat. Kau tidak perlu khawatir. Setelah pulang dari sana. Lalu Alsya sembuh, semua yang di sembunyikan Alsya, tidak akan di ketahui oleh keluarga Rani, bahkan Rani sendiri. Jadi tunggu saja saat Alsya sembuh" yakinnya.

Aldo nampak begitu cemas. Perasaannya bagai tersambar petir, terasa sakit. Entah saja tiba-tiba Zein berkata seperti itu, terasa ada sesuatu yang ganjal. Namun, dirinya sendiri tidak tahu hal apa itu? "Baiklah." pasrah Aldo.

Seketika Aldo akan berbicara lagi. Sudah ada pengumuman dari para petugas pesawat.

Ladies and gantlement , welcome onboard flight 3  with service from  homeland to Singapore we are currently third in line for take-off and are expected to be in the air in approximately ten minutes time. We ask you to please  fasten your seatblets at this time , and secure  all baggage underneath your seat or in the overhead compartments. We also ask that your seats  and folding trays are in the upright position for take-off. Please turn off all electronic devices you bring, including mobile phones and laptops. Smoking is prohibited for the duration of the flight on the entire aircraft, including the lavatories. Thank you for choosing the Garuda flight. Enjoy your flight.

Serempak semua penumpang mengikuti arahan dari pengumuman tersebut. Aldo dengan tenang memasang sabuk pengaman. Tatapannya hanya menatap ke arah jendela pesawat. Sedangkan Alsya hanya terbaring dengan selang infusan di tempat yang berbeda, di jaga oleh para pramugari serta pramugara dan satu dokter. Penjagaannnya begitu aman. Itu semua berkat keinginan Zein.

°°°
"Buu!! Jangan terus begitu. Kak Sya pastinya baik-baik saja. Kak Sya tidak mungkin membenci ibu. Dia sangat sayang pada ibu. Jadi ibu tidak boleh terus-terusan begini. Ayo makanlah buu!" bujuk Aditya dengan sabar. Rani beberapa hari ini banyak sekali cuti bekerja. Suasana hatinya tidak begitu damai. Pemikirannya terus saja tertuju pada Alsya.

Tidak ada sama sekali jawaban dari Rani. Dia hanya terdiam dengan tatapan kosong. Wajahnya pucat pasih.

Aditya menghela nafas berat. Piring yang berisi makanan itu Aditya simpan di meja. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan? Sudah lama tidak ada kabar sama sekali dari Alsya maupun Aldo. Mereka membuat Rani khawatir seperti ini, hingga enggan untuk makan dan melakukan aktivitas lainnya seperti biasa.

Kakinya melangkah lebar. Mengambil sesuatu yang di butuhkannya. Setelah dapat, Aditya langsung menggunakannya, menelepon seseorang yang selalu di khawatirkan Rani. Yah, tidak ada jawaban sama sekali, hanya suara wanita operator yang terus saja berbicara. Aditya mencoba menelepon abangnya itu, hasilnya nihil, ponsel mereka berdua tidak ada yang aktif sama sekali.

"Assalamu'alaikum"

Tatapannya beralih pada wanita dengan bayi di pangkuannya. "Waalaikum'salam. Ahh umi, Didit kira siapa? Hallo Erick." ujar Aditya menghampiri mereka berdua. Hanya ada senyuman yang terukir di wajah Hera.

Tatapannya beralih pada Rani yang hanya diam membisu. Terlihat sangat menyayangkan sebuah kasihan. Inilah risiko bila memilih orang lain ketimbang buah hatinya sendiri. Itu akan terasa sakit di akhir.

Erick di berikan sementara kepada Aditya. Sedangkan Hera duduk di sebalah Rani, tangannya mengusap pelan bahunya. Berusaha membuat dia tenang. "Semuanya akan membaik. Kau tidak perlu seperti ini. Bila terus menerus, bagaimana bila Alsya marah? Kau tidak akan membuat Alsya kecewa kan? Ingatkan bahwa Alsya begitu menyayangimu. Dia rela pergi hanya untuk kebahagian ibunya. Meninggalkan segala kenangan di sini. Alsya bukan anak yang pintar bersosialisasi. Tetapi dia merelakan segalanya untuk mengubah hidupnya demi kamu. Jadi bersikaplah seperti biasanya. Aku tahu itu sangat sulit. Namun, ini adalah jalannya." ujar Hera.

Terkadang semuanya berbalik arah, menentang semuanya. tetapi, penentangan itu adalah sebuah jalan yang benar. Hanya rasa sesal yang di alami. Penyesalan itu sebagai guru, dia mampu merubah pemikiran seseorang tanpa sebuah ucapan. Dia mampu membuat orang tersadar dari segala yang di perbuatnya.

"Tidak ada kata terlambat untuk membenahi segalanya. Untuk itu berusahalah menjalankan alur yang di takdirkan untukmu. Ayo makan!! Ini hanya untuk Alsya, kau tentu tidak akan membuatnya kecewa."

Hera menyendok sedikit nasi dan memberikan kepada Rani. Tetapi dia masih tetap enggan membuka mulutnya. "Untuk anak-ankmu" ujar Hera kembali.

Rani hanya menatap Hera dengan rasa bersalah. Matanya berkaca-kaca. Lalu memakan nasi yang di berikan Hera padanya dengan perlahan. Terukir senyum manis yang Aditya ciptakan. Bersyukur ibunya masih bisa mendengar ucapan orang lain. Satu suapan telah berhasil masuk, dua suapan, tiga suapan dan hingga habis.

Hera memberikan sebuah obat pada Rani. Menyuruhnya untuk meminumnya. "minunlah vitamin ini! Kau tidak boleh sakit."

"Terima kasih" ujar Rani lirih.

Hera hanya tersenyum. Semuanya akan membaik. Hera tidak diam saja, dirinya membutuhkan informasi mengenai Alsya. Meski hanya keponakan, tetapi Hera sudah menganggapnya sebagai anak, sebagai keluarga. Dan Hera sangat menyayanginya.

°°°

Auhhhh maap kan Lala yang jarang upp;((
Karna begitu bejibun tugas yang belum Lala kerjakan. Begitu penat juga otak ini. Maapkanlah sahabat BRHM.

Jan lupa tinggalakan jejak yah sarayangnya Lala.

See uuu🔜🖤😘

BROKEN HOME (END✔) SUDAH TERBITWhere stories live. Discover now