Prepossess - 10

101K 14.6K 2.9K
                                    

Katanya luka bisa disembuhkan oleh waktu.
Katanya sepi juga bisa diluruhkan oleh itu.
Dan ada percaya yang bisa dirangkai kembali hingga kembali menyatu.
Lalu ketika aku mulai mengkhawatirkanmu, apakah kamu adalah waktu milikku?
🔥

Hari itu kafe tidak terlalu ramai. Bella hanya memanggang satu nampan kue dan itu pun belum habis terjual.

Diam-diam Bella mulai merasa bersalah meski sebenarnya itu tidak perlu.

Bella membuka pembungkus plester luka untuk ketiga kalinya hari itu, dan melingkarkannya di jari manis yang tidak sengaja terkena sayatan pisau.

"Akhirnya," Jack meregangkan tangan ke udara. Seolah sudah mengerjakan pekerjaan berat, padahal seharian ini laki-laki itu hampir bermain game saja. "Waktu pulang memang yang paling menyenangkan."

Ronald datang menenteng buku di tangannya. "Besok jangan datang terlambat."

"Memangnya aku pernah terlambat?"

"Aku hanya menikmati jabatanku sebagai bos. Jangan bertingkah." Ronald menatapnya. "Kau sudah mau pulang, Bella?" laki-laki itu sedikit terkejut. "Ada apa dengan jarimu?"

Bella menurunkan tangannya ke sisi tubuh. "Hanya goresan kecil. Sudah biasa terjadi."

"Rupanya kau pintar membuat kue, tapi terlalu ceroboh saat melakukannya."

Bella tidak bisa membantah. Sebisa mungkin ia tidak memegang pisau atau benda tajam jika tidak benar-benar perlu. Bukan hanya karena tidak mahir menggunakannya, juga karena kecelakaan di saat dia kecil dulu membuatnya sulit menggerakkan jari tangannya.

"Bolehkah aku bertanya?" Bella membereskan peralatan membuat kue yang sudah selesai di cuci.  

"Silakan, Bella." Sahut Ronald yang duduk di meja sambil memperhatikan buku di tangannya, bersama Jack yang memainkan ponsel.

"Kenapa Kafe ini hanya buka sampai sore? Kurasa ada banyak orang yang butuh kopi di malam hari?"

Pertanyaan itu membuat keduanya berhenti dan mengangkat pandangannya ke arah Bella. keduanya bertukar tatap sedetik, lalu Ronald berdeham.

"Karena sebelum kau bekerja di sini, pelanggan yang datang tidak terlalu banyak. Hanya pelanggan setia. Selebihnya, seperti yang pernah kubilang, yang datang hanya wanita-wanita yang mengincar Romeo."

"Benar." Jack menimpali.

"Aku menyukai tempat ini,"  Bella bersungguh-sungguh. "Kafe ini tepat berada di sekitar pertokoan mewah dan gedung-gedung tinggi. Sangat mencolok karena designnya yang berbeda dengan yang lain. Hangat karena menggunakan kayu yang indah. Mungkin kalau kau menggunakan papan nama yang sedikit lebih besar, dan promosi yang baik pasti akan banyak orang yang mau datang ke sini."

Bella menyadari Ronald yang memperhatikannya dengan bertopang dagu. "Astaga, apakah aku terlalu ikut campur? Maafkan aku, Ronald." Padahal ia pegawai baru tapi sudah berani mengkritik. Bella harus segera menutup mulutnya.

Ronald tertawa setelahnya. "Santai saja, Bella. Aku akan memikirkan usulanmu. Itu tidak buruk."

Bella mengambil tasnya di ruang ganti. Saat ia keluar, kedua laki-laki itu masih duduk di sana.

"Aku akan membuat ruang ganti khusus wanita. Itu tidak akan memakan waktu lama kurasa."

Bella berterima kasih meski sebenarnya ia tidak keberatan memakai seragam dari apartemen.

"Oh, satu lagi," Ronald menahannya. "Kau tahu kemana Romeo pergi?"

Bella tercekat. "Ke-napa menanyakannya padaku?"

PrepossessWhere stories live. Discover now