Prepossess - 4

113K 15.2K 1.9K
                                    

Aku adalah sebuah hati yang pernah bahagia.
Pernah mendamba. Pernah percaya.

🔥

Laptopnya dibiarkan terbuka di atas meja makan. Bella sudah mengirimkan beberapa lamaran melalui email. Pada perusahaan rekomendasi Sandra dan yang didapatnya dari situs pencari. Berharap akan segera mendapat kabar baik meski kemungkinan itu kecil di tengah sulitnya mencari pekerjaan sekarang ini.

"Kau bodoh dan cukup tolol." Suara Sandra tenang dan tidak berusaha memperhalus maksud dari kalimatnya. "Untuk apa kau berhenti bekerja hanya karena patah hati?"

Saat Bella menceritakan pengkhianatan Robert, wanita itu memerlukan satu jam penuh memaki. Berulang kali Sandra mengatakan akan pulang dari liburannya, tapi untungnya berusah dicegah Bell dengan ancaman tidak akan menemuinya lagi.

"Bukan itu alasannya," Bella membela diri, ponsel diapit diantara bahu dan telinganya. Tangannya sibuk mengaduk adonan terigu. "Itu salah satu perusahan milik Robert. Dan aku sudah memutuskan tidak ingin lagi berurusan dalam hal apapun dengannya. Termasuk soal pekerjaan."

Sandra melemparkan sumpah serapah yang sudah biasa Bella dengar. "Kalau begitu, sebelum memutuskan berhenti kau seharusnya membuat perusahaan itu bangkrut terlebih dulu."

"Sudahlah. Tidak perlu membahas soal itu lagi," Bella menuangkan adonan ke dalam wadah persegi yang sudah diolesi mentega. "Kapan kau akan pulang dari liburanmu?"

"Bukankah aku sudah ingin pulang tapi kau malh melarangku?."

"Aku baik-baik saja, Sandra."

"Baik-baik saja tapi seolah melarikan diri dari dunia. Walaupun aku tidak sabar ingin merobek mulut Robert, tapi aku akan bersabar dan menikmati liburan serta Jeremy-ku yang seksi. Bagaimana denganmu, apa rasanya tinggal sendirian?"

Bella memasukkan adonan kue yang sudah selesai ke dalam oven dan mengatur waktu. "Menyenangkan. Dapurmu luar biasa meski peralatan memasak hanya seadanya. Ah, aku juga tidak perlu ragu membuat dapur ini berantakan.

"Tidak peduli seberapa kaya Robert, aku sangat bersyukur kau membuangnya. Laki-laki itu terlalu banyak mengontrol hidupmu," terdengar Sandra berbicara sesaat pada kekasihnya lalu kembali bertanya. "Kau sudah bertemu Romeo?"

Gerakan Bella melepas apron terhenti. "Kenapa tiba-tiba menanyakan laki-laki itu?"

"Jadi kau sudah bertemu dengannya. Aku yakin kau pasti melewati waktu yang sulit."

Bella kembali teringat segelas teh dan pintu yang dibiarkan terbuka. Membuat bibirnya gatal untuk tersenyum. Untungnya Sandra tidak perlu melihat wajahnya yang konyol sekarang.

"Waktu yang sulit?"

"Waktu yang sulit, di mana kau harus memutuskan apakah dia laki-laki yang lezat untuk dikenal atau menjengkelkan untuk diajak berteman," Sandra terkekeh. "Nah, katakan padaku kau ada di bagian mana?"

Tiba-tiba saja suara dalam yang berat milik Romeo terngiang. Bella menarik napas cepat. Tidak menyukai sensasi ketika mengingat laki-laki itu. "Tidak di bagian manapun. Apakah kau pernah bicara dengannya?"

"Oh, jelas. Aku hampir setiap hari bertegur sapa dengannya. Kami bahkan memiliki jadwal bercerita setiap jumat malam. Kadang, dia mengajakku nonton film."

PrepossessWhere stories live. Discover now