Prolog

210K 18.3K 1.7K
                                    

Aku hanya memiliki satu hati, yang lalu patah tanpa arti.
Memang seharusnya tidak pernah kubagi.
🔥

Ada banyak cara untuk sebuah patah hati tercipta.

Mulai dari karena bosan, atau hanya karena menyakitimu adalah sesuatu yang menyenangkan untuknya. Tapi dari itu semua, tidak ada yang bisa mengalahkan rasa menyedihkan dari sebuah perselingkuhan.

Bukan hanya kehilangan, tapi sekaligus menjelaskan jika kamu ditinggalkan karena sudah tidak lagi nyaman, dengan cara pengkhianatan.

Bahwa kamu tidak begitu berarti untuk tetap menjadi satu-satunya.

Begitulah yang dirasakan Bella. Kepalanya terus saja memutar adegan yang sebenarnya tidak ingin diingat lagi. Saat dirinya terpaku konyol di pintu yang sudah dibukanya diam-diam tadi. Tidak menyangka jika itu menjadi akhir dari kepalsuan.

Kue buatannya jadi terlihat menggelikan. Dandanan serta make up yang sengaja dikenakannya berubah menjadi kekonyolan. Seruan selamat ulang tahun pun tertelan di kerongkongan.

Yang bisa Bella lakukan hanya segera berbalik pergi dari sana tanpa harus mengganggu kemesraan dari tunangannya dan wanita lain entah siapa.

Oh, mantan tunangannya.

Tentu saja hati Bella sakit, tapi anehnya ia tidak menitikkan air mata. Hal yang membuat dirinya tidak terlihat sedih, lebih terlihat seperti orang kehilangan jiwa.

"Apakah ada yang ingin kau pesan?"

Pertanyaan itu didengarnya. Tapi Bella tetap bungkam dengan tangan terjalin di atas meja. Gaun yang sebulan lalu dibelinya dengan tabungan tidak cukup tebal hingga Bella menggigil.

"Setidaknya kau bisa memesan minuman. Duduk di sini selama dua jam pasti cukup melelahkan."

Bella mendongak. Seraut senyuman khas pelayan kafe menyapanya. Laki-laki itu tampak tidak keberatan jika pun harus menunggu Bella berpikir semalaman sebelum memutuskan ingin memesan apa.

"Aku Ronald. Pegawai kafe yang indah ini. Sepertinya kau baru saja melewati hari yang berat."

Bella belum pernah ke tempat ini. Dengan kaki telanjang yang lecet karena high heels ia memilih acak tempat untuk merutuki diri dan menemukan kafe kecil di pinggir kota.

Pegawai kafe yang berusaha beramah tamah padanya sudah pergi. Mungkin bosan atau bisa jadi sebentar lagi Bella diusir. Entahlah. Ia tidak peduli. Setelah melihat dengan mata kepalanya sendiri Robert tengah mencium wanita lain, Bella hanya ingin diam saja.

Apakah laki-laki itu lupa dengan cincin yang diberikannya untuk Bella? Dengan rangkaian rencana-rencana yang mereka susun bersama?

Ternyata benar apa kata ibunya, bahwa semua laki-laki memiliki sisi brengsek di dalam dirinya. Seperti Robert. Seperti ayahnya.

Di tengah lamunan Bella, secangkir teh tiba-tiba disuguhkan di hadapannya. Belum sempat ia bertanya itu milik siapa karena ponsel Bella kembali bergetar, oleh panggilan dari Robert yang entah keberapa kalinya.

Melihat nama laki-laki itu di ponselnya membuat Bella muak. Ia meremas ponsel dan meletakkannya ke telinga.

"Bella, Bella... Astagaaa. Akhirnya kau menjawab telponku. Dengar, apa yang kau lihat tadi bukanlah yang sesungguhnya. Itu semua adalah kesalahan."

Bella meremas tangan di atas meja. Menahan sekuat tenaga untuk tidak menangis. "Kau menciumnya, Robert. Kau memeluknya. Kau! Bukan wanita itu."

"Babe, di mana kau sekarang? Aku akan menjemputmu. Kita akan membicarakan ini bersama dan menyelesaikannya. Seperti yang biasa kita lakukan."

Bella merasakan hatinya semakin sakit mendengar suara Robert. Tidak ada kata yang sanggup keluar. Juga tidak ada lagi yang perlu ia bicarakan dengan mantan tunangannya. Bella mengabaikan permohonan Robert di sana, lalu menonaktifkan ponselnya.

Wajahnya terasa semakin dingin, juga kaki dang telapak tangan. Dengan tangan gemetar Bella meraih cangkir di hadapannya dan menyesap teh dengan rakus.

Bella menjatuhkan kepalanya ke atas meja. Ia ingin menangis. Sekali saja. Agar sakit hatinya terluruh lewat air mata. Tapi seberapa kuat ia mencoba hasilnya sia-sia.

Masih dengan posisi menelungkup, Bella mengumpat. Tangannya terkepal. Sepertinya lelah akibat seharian menyiapkan kejutan ulang tahun untuk Robert membuatnya menutup mata.

Masih bisa didengarnya suara-suara di dalam kafe. Pintu yang terbuka lalu tertutup lagi. Gelas- gelas yang bersentuhan lembut berbunyi. Hingga suara kursi di seberang mejanya bergeser, Bella sudah benar-benar sudah tertidur.

Setidaknya Bella sudah tidak merasa begitu kedinginan lagi.

🔥🔥🔥

Haloooooooooooooooooooooooooooooooooo
Astaga kangen sekaliii 😭😭😭
Heuheuheu

Selamat datang di cerita baruku. Semoga masih bisa menghiburmu di penghujung hari, atau saat kamu sedang sedih yang sesungguhnya tidak perlu.

Ada banyak hal yang masih menunggumu di depan. Kegagalan hari ini, biar menjadi pelajaran. Besok adalah hari baru dengan kesempatan. Jangan biarkan diri kamu terlarut hingga bisa-bisa itu terlewatkan.

Terima kasih, karena hari ini sudah berusaha.
Terima kasih, karena selama ini sudah menjadi pembacaku.
Terima kasih 💜

Faradita
Penulis amatir yang hampir lupa nulis ini karena terlalu lama hibernasi. Wkwk.

Ps : Republish 17 agustus 2021

PrepossessWhere stories live. Discover now