Prepossess - 5

103K 14.4K 2.3K
                                    

Semula, semua hanya tentang menata kembali.
Lalu kebetulan menyinggahi pertemuan
seperti fajar dan pagi.

🔥

Di hari berikutnya, kotak masuk email Bella masih kosong dan ia wajar untuk gelisah. Antara harus berhemat karena belum mendapat pekerjaan, dan juga gangguan tetangga barunya.

Tentu saja Romeo tidak mengganggu, perasaannya sendirilah yang membuat Bella sering menghela napas gusar tak jelas.

Bella menghabiskan malam sebelumnya dengan kepala berbaring di atas meja, menatap lurus pada gelas kopi kosong yang berdampingan dengan setangkai kecil bunga.

Haruskah Bella memikirkan Romeo? Apa arti pemberian semua itu untuknya? Yang diinginkannya hanyalah pelarian diri. Tapi sekarang ia justru terjebak.

"Ada apa denganku?" Tanya Bella pada diri sendiri, di belokan jalan menuju apartemennya. Peluh menitiki dahi dan samping wajah. Kuncir kuda di rambutnya bergoyang seiring kakinya yang berlari di bawah langit pagi yang mulai berubah terik.

Itu adalah putaran kelima dan Bella sudah cukup lelah. Karena melamun, Bella tidak menyadari jalanan yang sedikit rusak dan juga berbatu hingga membuatnya tersandung. Satu kakinya sudah menekuk menempel pada jalan, namun tangan kanannya berhasil ditangkap erat oleh seseorang.

Ya, memangnya siapa lagi.

Bella segera berdiri. Beringsut mundur dengan tubuh tegak sekaku papan, menghadap Romeo.

Laki-laki itu mengenakan celana training dan tshirt tanpa lengan. Jika Bella berkeringat, maka Romeo seperti baru saja mandi oleh keringat. Coba lihat pakaian yang menempel erat di tubuhnya. Dan juga tato yang kini semakin banyak terlihat.

Berbentuk seperti sayap, tapi juga terselip bunga. Bella penasaran sampai di mana tato itu berada di tubuh Romeo. Ia tidak mempercayai ini, tapi ia tidak pernah tahu bisa terpesona pada sebuah tato, seperti saat ini. Atau karena pemiliknya.

"Kau bisa mendengarku?"

Bella mengerjap. Tertangkap menatap terlalu lama pada lengan Romeo. "Apa? Kau mengatakan sesuatu?"

Tarikan napas Romeo masih terengah. Sepertinya laki-laki itu mengambil jarak lari yang panjang. "Perhatikan jalanmu."

Setelah mengatakan itu, Romeo mendahuluinya. Bahkan dari belakang saja Bella masih terpaku pada tegap dan lebar punggung basah itu.

Astaga. Bella memukul kepalanya sendiri!

Romeo berhenti di pintu masuk gedung apartemen, menghalangi Bella. "Kau akan masuk, atau ingin melanjutkan berlari?"

Pertanyaan yang tiba-tiba. "Aku ingin masuk."

Romeo bergeser ke samping, memberikan jalan untuknya. Bella segera masuk dan menekan tonbol lift. Menunggu kotak persegi itu terbuka menjadi begitu lama dari biasanya, karena ternyata Romeo juga memutuskan tidak melanjutkan olahraganya, dan sedang berdiri satu langkah di belakang Bella.

Bella memang tidak sepandai Petty dalam membangun obrolan menyenangkan. Ia bahkan tidak tahu harus mengatakan apa.

Pintu lift terbuka dan Bella masuk dengan langkah kaku yang diikuti Romeo setelahnya. Membawa keduanya naik ke lantai lima.

Tiba-tiba saja Romeo menunduk dan berlutut dengan satu kaki seperti tempo hari di hadapan Bella. Tentu saja ia langsung melangkah mundur.

"Apa yang kau lakukan?"

"Kemari," kata Romeo seraya mengikat tali sepatunya yang terlepas. Mungkin karena Bella tersandung tadi. "Kau tidak boleh terjatuh lagi."

Saat selesai mengikat tali sepatunya, Romeo berdiri yang menyebabkan jarak di antara mereka terlalu dekat. Bella melangkah mundur lagi sampai sekarang punggungnya menyentuh dinding lift.

PrepossessWhere stories live. Discover now