Part 9 Engaged

266 8 0
                                    

H-1 pertunangan antara Ingga dan Alan.

Alan sedang menunggu Ingga di loby kantor. Mereka akan pergi ke salah satu toko perhiasan untuk mencari cincin untuk pertunangan mereka. Sebenarnya sih Ingga lebih setuju kalau cincin pertunangannya itu pakai cincin yang dipakai oleh Alan kemarin melamar Ingga. Tenti Alan sudah punya pasangannya kan. Tapi, menurut Alan, ia ingin membedakan cincin untuk lamaran, tunangan, dan pernikahan. Alan benar-benar boros.

Ingga berjalan ke arah Alan. Tidak lupa selama Ingga berjalan ia disapa oleh karyawan-karyawannya ketika melewati mereka. Benar-benar berkarisma, pikir salah satu karyawan hotel Ingga di sana.

"Udah lama nunggunya?" Ucap Ingga setelah bertemu dengan Alan.

"Kalau lama bagaimana? Hukumannya cium ya?"

"Alan." Ingga menegur Alan. Bagaiman kalau ada yang dengar. Kan malu, pikir Ingga.

"Ayo. Nanti kita terlambat. Ak ada rapat nanti jam 2."

Ingga menatap Alan.

"Kalau begitu kita makan siang saja. Biar nanti aku sendiri yang cari cincinnya." Ingga mencoba pengertian.

"Tidak. Aku tidak mau. Kita hanya disuruh mama untuk mempersiapkan cincin pertunangan, tapi masa aku sampai tidak bisa menemanimu mencari cincinnya. Sudahlah. Kita cari tempat makan yang dekat dengan tokonya saja ya. Ayo. Kita harus makan siang dulu setelah itu baru ke sana."

Ingga hanya mengikuti perkataan Alan.

Ketika berjalan menuju parkiran, Alan benar-benar posesif. Ia terus saja melingkarkan lengannya di pinggang Ingga. Ia benar-benar tidak perduli dengan tatapan orang. Sedangkan Ingga benar-benar malu dengan tatapan orang yang mengiba iri.

***

Selesai makan siang, Ingga dan Alan menuju toko perhiasan yang disarankan oleh mama Alan.

"Ada yang bisa kami bantu, pak, bu."

Ingga yang tahu bahwa penjual perhiasan yang sedang melayani mereka mulai melirik-lirik Alan, segera bertindak untuk memberi pelajaran padanya. Hanya sedikit mengingatkan bahwa pria yang ada di sampingnya sudah ada yang punya. Sedangkan Alan hanya senyum-senyum sendiri di samping Ingga.

"Kami mau cari cincin tunangan, ada?" Ingga kemudian menyarukkan lengannya ke lengan Alan sambil menatap wanita di depannya tanpa menghilangkan senyumnya.

"Oh, ada mbak. Mari ikut saya." Pelayan toko yang merasa diintimidasi oleh Ingga pun sadar diri dan kembali bersikap profesipnal. Setelah itu Ingga dan Alan segera di bawa ke bagian etalase yang menyajikan cincin-cincin yang berpasangan.

Tidak butuh waktu lama bagi mereka untuk memilih cincin yang dicocok diperlukan. Merasa yakin dengan pilihan mereka, Alan pun langsung meminta pelayan toko untuk mengukir nama mereka berdua di masing-masing cincin. Nama Ingga di cincin pria, dan nama Alan di cincin wanitanya. Ternyata

Hanya butuh waktu setengah jam untuk bisa mendapatkan cincin yang telah diukir nama mereka berdua. Karena sudah mendapatkan apa yang diinginkan, Alan pun langsung membayar cincin pertunangannya dengan Ingga.

Selama perjalanan pulang, Ingga tak banyak bicara. Karena tidak bicara juga, Alan menghentikan mobilnya.

"Alan, kita kan belum sampai. Kenapa berhenti di sini?"

"Harusnya aku yang bertanya kenapa. Mengapa kamu diam saja setelah kita keluar dari toko tadi? Apa karena perempuan tadi? Dia bukan tipeku Ingga. Karena aku sudah menemukannya. Dan aku akan bertunangan dengannya besok." Alan mengucapkan kalimat itu dengan sadar sesadar-sadarnya. Tapi ia sendiri dengan apa yang barusan dikatakannya. Tapi.. Lagi-lagi ia bingung.

Blown Away (Fin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang