Part 4 Nostalgia

333 9 0
                                    

Ingga sekarang sedang bekerja ketika pintu ruangannya di ketuk. Arin, sekretarisnya masuk setelah dipersilahkan.

“Permisi, Bu. Perwakilan dari pihak Group Sidarta ingin bertemu.”

Butuh beberapa detik bagi Ingga untuk mencerna apa yang dikatakan oleh Arin.

“Silahkan mereka masuk.”

Arin permisi undur diri dan keluar dari ruangan Ingga yang kemudian digantikan dengan masuknya.. Oh-my-God, Alan! Dan entah siapa itu yang mengikutinya dari belakang. Alan dan Ingga sama-sama terpaku. Saling menatap satu sama lain. Ingga yang masih berdiri ketika ditinggal Arin dan ketika Alan masuk mematung di sana.

Alanlah yang duluan mencairkan suasana dengan pura-pura terbatuk.

“Selamat pagi, Bu. Perkenalkan nama saya Putra Pralana Sidarta.”

“Selamat pagi. Saya Kalingga Munaf. ”

“Selamat pagi, Bu...”

“Ingga.”

“Bu Ingga. Maaf mengganggu. Saya dan sekretaris saya ke sini ingin membicarakan tentang perjanjian investasi yang Group Sidarta dan Line Hotel adakan.”

Maka dengan segenap hati agar muka bisnisnya tak tergores, Ingga menghadapi pria yang ada di depannya dengan penuh profesionalitas. Tak terasa dua jam berlalu, dan diperolehlah kesepakatan bahwa Group Sidarta akan bekerja sama dengan Line Hotel.

“Baiklah. Kita akan bertemu lagi pada saat penandatanganan kontrak kerja. Dan sepertinya kita akan sering bertemu Bu Ingga.”

“Ya, senang bertemu dengan Anda, Pak Alan.”

Terlihat oleh Alan bahwa wanita yang ada di depannya ini sedang berusaha untuk menjaga profesionalitasnya, maka dengan senang hati Alan pun melayaninya. Dan pertemuan mereka pun selesai. Alan permisi pulang bersama sekretarisnya. Hanya saja..

“Anti.”

“Ya, Pak Alan?”

Alan dan sekretarisnya sudah berada di lobby Line Hotel.

“Sepertinya ada yang harus saya urus dulu sebentar. Jadi kamu duluan saja balik ke kantor dan nanti biar saya yang menghubingi sopir untuk menjemput saya lagi. Oah ya, batalkan semua janji saya hari ini.”

“Baik, Pak.” Anti, begitu nama sekretaris Alan hanya bisa menyetujui perintah atasannya.

Setelah meberi instruksi, Alan naik lagi ke lantai di mana ruangan Ingga terletak. Sebelum masuk ke ruangn tersebut, Alan menemui sekretaris Inggu dulu.

“Sepertinya berkas saya ketinggalan. Bisa saya mengambilnya ke dalam?”

“Tunggu sebentar ya, Pak. Saya akan bertanya dulu dengan Bu Ingga.”

“Ya, silahkan.”

Setelah menunggu beberapa menit, akhirya ia dipersilahkan masuk.

Ingga duduk di kursinya. Ia memang sudah bersiap-siap untuk berbagi hal. Ia tahu bahwa pria yang akan menemuinya ini akan meleddak hari itu juga.

Baru saja pintu di tutup dari luar, Ingga sudah menyuarakan suaranya.

“Saya kira, tidak ada berkas anda yang tertinggal Pak Alan.”

“Ya. Memang tidak berkas saya yang tertinggal.”

“Jadi?”

“Ingga, kita perlu bicara.”

“Saya rasa tidak ada yang perlu dibicarakan.”

Blown Away (Fin)Where stories live. Discover now