Part 2 Umpan Balik

487 9 0
                                    

Mercedes hitam tipe new class berhenti tepat di depan sebuah rumah bergaya kolonial yang memiliki sebuah kanopi rumah. Di ujung kanopi tersebut, di tipa sudutnya dibanguhn sebuah tiang. Dan untuk menghubungkan tiang tersebut, di bagian bawahnya diberi pagar yang memisahkan antara space untuk parkir dan halaman luas yang terawat yang memilik air mancur sebagai hiasannya.

Seorang wanita dengan setelan kerja wanita, dress dan blazer membawa tas kerjanya menggunakan tangan - tampak turun dari mobil tersebut yang kemudian disusul oleh sekretarisnya. Dialah Ingga, wanita itu, hendak berjalan menuju pintu. Tapi sebelum ke pintu, ia berbicara sebentar pada sekretarisnya itu. Mereka hanya berbicara mengenai apa yang akan dilakukan oleh Ingga pada hari senin dan pertemuan apa saja yang harus dihadirinya mengingat bahwa besok adalah akhir pekan.

Setelah selesai, sekretaris itu pun masuk lagi ke mobil dan siap untuk diantarkan pulang oleh sopir Ingga. Ingga memang membuat aturan untuk karyawan yang satunya ini agak sedikit berbeda. Toh juga ia tidak akan ke mana-mana. Jika ia memang ingin pergi ke suatu tempat untuk urusan pribadi dan mendadak di saat mobil yang ada sopirnya itu sedang tidak di tempat, ia bisa mengunakan mobil pribadinya.

Hari ini benar-benar melelahkan. Ia baru saja sampai di rumah pukul setengah 7 malam. Matahari sudah tenggelam. Langit sudah gelap. Waktunya istirahat. Pikir Ingga.

“Hai, Ulta. Hai, Bu.” Ingga baru saja melewati ruang keluarga. Di sana ada seorang anak kecil berumur sekitar 8 tahunan. Ialah adik bungsu Ingga.

“Kakak,” tampak sebuah senyuman terpajang diwajah polos anak perempuan itu. ia yang sedang duduk dilantai sambil menggambar tiba-tiba saja berdiri dan menghampiri Ingga.

Tidak jauh dari tempat ia berdiri juga ada seorang wanita paruh baya yang tampak cantik sedang sibuk menyiapkan makan malam.

“aku tadi gambar ini. Bagus, ‘kan??”

Tanya anak kecil tadi sambil menunjukkan buku gambar yanga da di tangannya sambil menengadahkan wajahnya ke atas, menatap Ingga. Ingga yang ditatap seperti itu tiba-tiba saja berlutut dan memperhatikan buku gambar yang ada di tangan adiknya.

“Iya, bagus. Mana Kak Indi?” tanya Ingga pada adik bungsunya itu.

“Dia di kamar. Seperti biasa, sedang bermain laptop.”

Jawb ibunya ketika mendengar pertanyaan dari anak pertamanya itu.

“Ayah?”

“Sepertinya ayah di taman belakang, sedang baca koran.”

Ingga hanya mengangguk. Memang ada sesuatu hal yang perlu ia bicarakan dengan ayahnya itu. ayahnya selalu bisa diajak berdiskusi ketika ia butuh seseorang untuk berbicara. Ayahnya memang hanya lulusan SMA, tapi terkadang untuk menjadi pendengar yang baik tidak harus dari kalangan berpendidikan tinggi bukan?

“Aku ke kamar dulu ya, Bu.”

“Iya, setelah itu segera turun. Setengah jam lagi kita makan malam.”

“Kak, besok ‘kan malam minggu. Kita jalan-jalan yuk?”

“Whoo! Sudah tahu malam minggu ya, Ul?” mereka yang ada di ruang itu pun tertawa setelah mendengar pernyataan Ingga barusan.

“Aku pengen nonton. Kita nonton despicable me. Teman-teman Ulta pada cerita tentang film itu di sekolah.”

“Okay, Okay. Nanti kakak temani.”

“Okay, bawa pacar ya, ‘Kak.” Ingga yang mendengar hal tersebut langsung bertukar pandang dengan ibunya yang sedang memandangi kedua anaknya itu. Entah darimana adiknya itu mendengar istilah seperti itu. Bukankah ia baru saja duduk di bangku kelas 3 SD?

Blown Away (Fin)Where stories live. Discover now